Friday, March 23, 2007

[Tadarus Puisi # 27] Columbus, Santa Maria, Nina dan Pinta

Sajak Dedy Tri Riyadi
Columbus dan Cinta yang Tak Pernah Pertama


Kupeluk pinggangmu, lalu terbayang
Columbus di geladak Santa Maria*
memandangi Nina* dan Pinta*
pada petualangan pertama.

Nafasku menderu, sedahsyat gelombang
di laut biru, "Menepilah pelaut, kita
nyaris tenggelam!" Tapi langit terang,
dan kau berbisik seperti camar sedang
mencari sarang di pantai, di batuan karang.

Dengan diam, kuhitung satu demi satu
tiang layar, rambutmu yang urung terumbar
karena belum reda segala badai, dan
pantai tujuanku tak jua sampai.

Inilah cinta pertama, petualang seperti
aku adalah pelaut tanpa nama. Di mana
jangkar belum tertambat benar, layar
masih berkibar, namamu kusapa samar.

* = nama kapal-kapal layar Columbus

PUISI yang baik ibarat sekotak besar donat. Begitu ia dibuka, yang tampak adalah rupa-rupa warna, salutan, olesan, dan taburan, menjanjikan aneka rasa pula. Semuanya donat. Tak ada misalnya sepotong ayam goreng di sana. Ayam goreng mesti disajikan sebagai sajak yang indah di kotak lain.

Donat dalam sajak Dedy Tri Riyadi di atas adalah rasa rindu tersebab cinta yang teramat sangat. Ia menyajikannya dengan hiasan-hiasan dan variasi rasa yang khas. Dia menghadirkan Columbus di sana. Si penjelajah dan penemu benua-benua itu langsung menawarkan rasa petualangan yang luar biasa. Pas. Donat memang cocok diolesi dengan cairan gula atau lelehan coklat. Bukan sambal atau saus tomat.

Santa Maria, Nina, Pinta, adalah nama-nama yang manis. Nama kapal yang membawa Columbus berpetualang. Kenapa pula ada kebetulan bahwa itu nama-nama perempuan? Dedy adalah lelaki penyair. Jangan larang ia untuk mengumbar perasaannya dalam donat sajaknya ini. Nikmati saja dia mengombang ambingkan kita antara kapal ke perempuan, dari tiang layar ke rambut.

Toh, akhirnya dia sadar, betapa kita mencintai dengan keterbatasan. //... jangkar belum tertambat benar, layar / masih berkibar, namamu kusapa samar.//