Thursday, January 31, 2008

Kupu-kupu Ungu

ADA kupu-kupu ungu, bermain dengan teman-angin.
Angin mengejarnya, angin ingin mencuri ungunya.

Ia sembunyi di ungu kembang. Angin pura-pura tak
melihatnya, dan berlari ke sebuah jendela. Di sana
ada seorang lelaki yang mahir bermain piano. Ia sedang
menyusun sebuah lagu. "Wah, ini wangi kembang apa, ya?"

Tiba-tiba tangannya memainkan nada-nada gembira.

Kupu-kupu ungu seperti kenal dengan nada itu, nada yang
pernah ia dengar ketika ia hendak keluar dari kepompong.

*

"HEI, kamu tadi sembunyi di mana?" tanya teman-angin,
ia pura-pura tidak tahu, mengejutkan kupu-kupu ungu.

Kupu-kupu tertawa lalu terbang secepatnya, meninggalkan
jejak ungu di udara. Ia sembunyi di ungu lembar langit senja.

Angin pura-pura tak melihatnya. Ia hinggap di taman
menggoyang-goyang dahan bougenvil di dekat bangku.
Di sana ada seorang lelaki yang sedang menulis puisi cinta.
"Hei siapa yang menggugurkan bunga-bunga ungu ini, ya?"

Tiba-tiba tangannya bergerak menuliskan bait-bait manis.

Kupu-kupu ungu seperti tahu sajak itu bercerita tentang apa.

Monday, January 28, 2008

Daripada Dia

Daripada dia terbaring lama dan kita tak menuntaskan duga
Daripada dia tersenyum sakit dan kita menyimpan pahit-jerit
Daripada dia mengisap cerutu dan kita terbakar di ujungnya
Daripada dia melempar pancing dan kita makan umpannya
Daripada dia mengandang tanah lapang dan kita ternaknya
Daripada dia mencuci tangan dan kita terciprat darahnya

Daripada dia hanya ingin memasang nisan yang dipesan lama

Daripada dia akhirnya hanya ingin berbaring di sisi istrinya

Thursday, January 24, 2008

[Pencerahan # 20 dari 365] Memancing

Penyair Guru sedang memancing di sebuah danau. Kepadanya datanglah seorang Penyair Kehabisan Kata.

"Penyair Guru, beri aku lima kata untuk kugubah menjadi benih puisi..."

"Pulanglah... aku... sedang... memancing... ikan."

"Wah, kok saya diusir, Guru? Saya sedang kehabisan kata-kata, Guru! Berilah aku lima kata untuk memancing naluri kepenyairan saya."

"Pulanglah... aku... sedang... memancing... ikan!"

Dua Telepon Berselisih Sekian Menit

/1/
"AKU mau pergi melamar kekasihku," kata Adikku,
aku bayangkan dia sedang mengepas songkok.
Ibu mengetatkan gulungan sarung samarinda.
Adikku menyebut nama kekasihnya. "Kau ingat kan, Kanda?
Aku pernah bercerita betapa cerah cahaya di matanya?"


/2/
"AKU akan dilamar oleh lelaki pilihan ibuku," kata Kekasihku.

Apa yang harus kubayangkan dari kalimat itu, wahai kalian
yang membaca sajakku?

Beberapa Catatan Karya Sastra Pilihan Riau Pos 2007

oleh UU Hamidy
(dari Riau Pos, Minggu, 20 Januari 2008)

...
Mengenai aspek kewajaran isi ini masih bisa kita lihat contoh kecil lagi dalam sajak “Dongeng Negeri Empat Musim” karya Hasan Aspahani; //Ada empat musim di negeri itu/pertama, musim berdusta,/kedua musim berjanji,/ketiga musim berpura-pura,/keempat musim lupa.//

Karena sajak punya judul tentang musim, maka musim mempunyai urutan. Meskipun sajak ini tidak bicara tentang musim alam, tapi musim berdusta mendahului musim berjanji, tentu tak mungkin, walau dalam konteks ambiguitas sekalipun. Tak mungkin berdusta dulu, baru berjanji. Sebab dusta timbul dari janji. Sajak ini dapat agaknya menjadi lebih bagus, jika masing-masing musim itu digambarkan dalam bait berikutnya.

Hampir sejalan dengan itu juga berlaku pada sajak “Orgasmaya”. Pada tingkat orang awam, judul puisi ini mungkin gelap atau membingungkan. Sebab tak terjangkau oleh perbendaharaan kata-kata mereka. Pembaca mungkin membayangkan sebagai perkawinan di dunia maya atau cinta erotis di alam imajiner. Tetapi pembaca bisa jadi heran, sebab sajak itu bukan menggambarkan bayangan dunia maya, melainkan dunia nyata yang terkesan vulgar. //”Surga itu mungkin trampolin!”/”Dan kita tak bisa membedakan lagi/tubuhkukah di atas tubuhmu/atau tubuhmu di dalam tubuhku/ketika mereka-reka adegan sempurna:/persetubuhan terindah di dunia”//

Barangkali pengarang hendak membayangkan perkawinan erotis Adam dan Hawa, yang melahirkan anak-pinak umat manusia, seperti terbayang dalam bait berikutnya. Jika ini ambiguitas puisi itu, metafor yang dipakai tak memadai. Dunia Adam dan Hawa tak dapat dibayangkan sebanding dengan perkawinan primitif manusia purba. Sebab Adam adalah nabi, bukan manusia biasa semata-mata. Membayangkan Adam dan Hawa pada tingkat imajinasi, salah-salah bisa tergelincir menjadi penghinaan terhadap nabi tersebut.

Kalau memang dunia maya, yang dapat dibuat-buat sesuka hati (seperti misalnya dilihat melalui layar) maka cinta birahi di sana, tentu banyak keanehan, karena tidak seperti terjadi di dunia nyata. Di sana bisa dikatakan manusia kawin dengan makhluk lain, nikmat hubungan intim tidak perlu melalui alat kelamin tapi entah dengan apa, yang tak ada di dunia nyata. Itu baru “surga trampolin” (surga petualang). Tapi khalayak barangkali akan bertanya, apa maknanya membayangkan persetubuhan di dunia maya. Sungguhpun begitu, barangkali ada pengamat lain yang dapat mengungkapkan ambiguitas sajak ini.

Wednesday, January 23, 2008

Ring Back Tone "Belahan Jiwa"

INI paket biasa? Atau "one day delivery"?

Aku kirim lagi semua suratmu. Surat-cinta-mu.
Dalam satu paket ke alam alamatmu. Aku bisa saja
membuangnya atau membakarnya. Tetapi, ada
banyak sekali namaku kau sebutkan di situ. Aku
hanya ingin kau menghapusnya. Satu-per-satu.

ADA nomor telepon yang bisa dihubungi?

Aku menyebut nomor telepon selularku. Itu
nomor lama yang sudah lama mati. Nomor yang
bersamanya dulu, di kota itu, tiap malam aku
tunggu panggilanmu, dengan ring back tone
lagu manis bagi para KLa-nis: "Belahan Jiwa".

INI paket isinya apa ya?

"Cinta," nyaris saja kujawab begitu. Nyaris saja.

Tuesday, January 22, 2008

Airmatanya Leleh

DIA mencintai kabut dan aroma uap kopi
seperti dia mencintai segelas hangat teh
dia mencintai suara Fatur dan Dani. Koor yang rapi
pada bait, "oh, menikahlah denganku..". Airmatanya leleh.

Ah, dia permata di cincinmu. Ah, kau tebak, dia masih ingatkah?
Kau mengajaknya singgah. "Kau mau kopi? Atau teh?"
Apa saja, katanya, asal kau putar lagu "Kau yang Terindah"
Sendiri. dia nyanyikan lagi, sebisanya mengingat. Airmatanya leleh.

Monday, January 21, 2008

[Pencerahan # 19 dari 365] Di Dalam Puisi

"ANDA guru brengsek. Anda mengaku guru penyair, tapi Anda tidak menulis puisi lagi. Anda tidak pantas menyandang gelar penyair lagi. Anda tidak pantas disebut guru lagi," Penyair Mulutbesar memaki-maki Penyair Guru.

"Aku sudah berada di dalam puisi. Jadi tidak ada bedanya lagi buatku, apakah aku menuliskan atau tidak menuliskan puisi. Juga tidak menarik lagi buatku, apakah saya disebut penyair atau tidak."

Friday, January 18, 2008

Sketsamar-samar

ENGKAU bercerita tentang sajak manis,
libur kecil yang kau tulis, di kelas Bahasa Indonesia, waktu SMA

Aku teringat syair lagu Beatles. Kau teringat guru yang jatuh cinta
dan ledekan teman-teman di pesta reuni.

"Beatles? Aku tak tahu lagunya," katamu.

Aku nyanyikan sepengal irama, "in my life...." tentu tak semerdu Lennon.

Dan maafkan, aku masih juga tak pandai bergitar.
Walau sudah kubeli gitarpedia, Jubing, di Gramedia.
Khatulistiwa Literary Award 2008
akhirnya dianugerahkan kepada:

PERANTAU
karya Gus tf Sakai

MENJADI PENYAIR LAGI
karya Acep Zamzam Noor

Wednesday, January 16, 2008

Puisi, Puisi, Kenapa Kau Tinggalkan Aku

SEPERTI bertemu teman lama,
seorang calon pendeta
ia cerita masa kecil, sambil kutip injil
ia tanya, "apakah kalimatku ganjil?"

Friday, January 11, 2008

[Pencerahan # 018 dari 365] Puisi dalam Keindahan

PENYAIR Muda berjalan bersama Penyair Guru. Di sepanjang jalan kecil itu, Penyair Guru kadang-kadang terlihat tersenyum. Kadang-kadang ia berhenti sebentar, menatap pada suatu titik kosong di udara. Lalu ia berjalan lagi sambil menghirup nafas lebih dalam.

"Beri aku pelajaran puisi, Penyair Guru. Di manakah letak keindahan di dalam puisi itu?" pinta Penyair Muda.

Tapi, Penyair Guru seakan-akan tak mendengar pemintaan itu. Ia terus berjalan, sesekali berhenti sejenak, tersenyum, menghirup nafas dan berjalan lagi.

"Penyair Guru, apakah yang menjadikan sebuah puisi itu indah?" tanya Penyair Muda.

"Kenapa kau mencari keindahan di dalam puisi? Kenapa kau tidak mencari puisi di dalam keindahan? Apakah tidak kau perhatikan keindahan di sepanjang jalan kita ini? Keindahan pada bunga kecil yang mekar di antara rumput yang tinggi? Keindahan pada kupu-kupu kecil yang terbang dan hinggap di bunga kecil tadi?" jawab Penyair Guru.

Monday, January 7, 2008

[Pencerahan 007 dari 365] Mana?

PENYAIR guru sedang menghitung sesuatu. "Satu, dua, tiga, empat, lima, enam, ... delapan, sembilan...."

"Maaf, Guru. Guru melewatkan hitungan ke-7," kata Penyair Jeli. "Apakah Anda sengaja?"

"Nah, aku tahu sekarang, engkau memang mengikuti hitunganku..."

Friday, January 4, 2008

[Pencerahan # 016 dari 365] Kemana?

"KEMANA aku harus mencari jejak-jejak sajak agar aku mampu mencipta sejuta sajak?" tanya Penyair Semangat.

"Aduh, tolong saya juga mau bertanya padamu, kemana saya bisa sembunyi menghindar dari kepungan sejuta sajak?" jawab Penyair Guru.

[Pencerahan # 017 dari 365] Bacalah!

"BUKU apa yang harus saya baca agar bisa mencipta sejuta puisi?" tanya Penyair Buku.

"Tahukah engkau, ketika Rasul mendapat perintah 'Bacalah!', ketika itu tidak disebutkan buku apa yang harus beliau baca. Tahukah engkau?" kata Penyair Guru.

[Pencerahan # 015 dari 365] Ah, Berat Sekali

"PENYAIR Guru, apakah sejuta puisi bisa mengubah sejuta manusia?" tanya Penyair Gagah.

"Ah, kasihan sekali puisi. Besar sekali harapanmu padanya. Berat sekali beban yang kau tumpukan padanya. Ah, kasihan sekali Engkau...." kata Penyair Guru.

[Pencerahan # 014 dari 365] Menjadi Sendiri

"APAKAH saya harus menjadi Sutardji, Gunawan, Chairil, Malna, dan Pinurbo agar saya mampu membuat sajak seperti mereka?" tanya Penyair Gamang.

"Buat apa kau menjadi seperti mereka? Kau harus menjadi dirimu sendiri. Seperti halnya mereka juga menjadi diri mereka sendiri," jawab Penyair Guru.

"Tapi saya kan boleh belajar dari proses mereka menjadi penyair?" tanya Penyair Gamang.

"Oh, tentu saja. Banyak yang bisa kau pelajari dan bisa kau tiru dari kesungguhan mereka mencari, membentuk, dan menemukan diri mereka sendiri sebagai penyair," jawab Penyair Guru.