Sunday, March 11, 2007

[Tadarus Puisi # 24] Eh, Ada Bocah Mengolok-olok Penyair

Chairil Anwar
MALAM DI PEGUNUNGAN

Aku berpikir: Bulan inikah yang membikin dingin,
Jadi pucat rumah dan kaku pepohonan?
Sekali ini aku terlalu sangat dapat jawab kepingin:
Eh, ada bocah cilik main kejaran dengan bayangan!

                                                                               1947


ADA "kekacauan" gramatikal yang pasti disengaja oleh penyair pada larik ketiga. Dengan kalimat biasa larik itu seharusnya diucapkan begini: "Sekali ini aku terlalu ingin dapat jawaban" atau "Sekali ini aku sangat kepingin dapat jawaban". Kemungkinan lain - meski terlalu jauh - adalah "Sekali ini aku sangat mampu menjawab keinginan". Terlalu jauh, karena dua baris pertama dalam sajak ini adalah satu pertanyaan. Jadi, kemungkinan pertama tadilah dugaan yang paling dekat.

Kenapa Chairil "mengacaukannya" kalimatnya? Saya melihat tujuan yang paling mungkin adalah rima. Chairil ingin menemukan kesamaan bunyi pada kata akhir baris pertama dan ketiga, "ingin" dan "kepingin". Rima lain dengan mudah ditemukan pada baris kedua dan keempat, antara "pepohonan" dan "bayangan".

Saya mencoba membaca baris itu dengan cara lain. Saya ingin membaca begini: "Sekali ini, aku terlalu sangat, aku dapat jawab, aku kepingin". Asyik juga. Meski cara membaca seperti itu boleh dibilang terlalu mengada-ada. Saya sendiri merasa kemungkian bacaan seperti itu terlalu jauh dari niat si penyair sendiri. Apa pun. Chairil toh sudah tak ada. Dia tak bisa kita tanya. Kalau masih ada pun besar kemungkinan dia tak akan memberi penjelasan yang memuaskan kita.

Sajak ini, seperti kebanyakan sajak pendek yang baik, mengejutkan di baris terakhir. Sebuah kontras digelar di baris ini. "Eh, ada bocah main kejaran dengan bayangan!" Sebuah kejutan. Sejak di judul kita sudah dibawa pada sebuah malam di pegunungan. Si penyair merenungi rumah yang memucat di matanya, pepohonan yang kaku, dan udara dingin. "Bulan itukah yang membuat semuanya begini?" Pertanyaan yang tidak penting dan sangat mengada-ada. Penyair adalah orang yang suka merenungi alam, mendalami kehidupan.

Tidak semua pertanyaan akan bertemu dengan jawaban. Si penyair menyadari itu. Kesadaran yang jenaka. Soalnya ia menemukan jawaban pada kepolosan bocah. Bocah yang menikmati keadaan yang sama dihadapi oleh penyair. Alih-alih risau dan bertanya-tanya tak tentu arah, si bocah bermain dengan bayangannya sendiri. Bayangan yang dibikin oleh bulan. Bulan yang tadi dicurigai oleh si penyair telah membuat rumah, pohon dan udara menjadi pucat, kaku dan dingin. Dengan demikian si penyair telah memperolok-olok dirinya sendiri. Olok-olok yang tidak sia-sia, tentu saja.