Friday, October 31, 2008

Tak Tahu Apa Perlu Kautanya

: Swisotel Stamford, 2569, Singapura, 31 Oktober 2008

BERSAMA waktu, di sini, kita cuma bisa bergegas
terseret seperti bagasi beroda pramugari Qantas

Jauh kau terasing dari siaran berita di televisi

Ada yang menangis di depan seorang anggota parlemen,
di ruang sekolah, lorong bangunan tinggi apartemen,
"Suami tak kerja, tak bisa kubayar kedai yang kusewa."

Tak tahu apa perlu kautanya, "bila Singapura merdeka?"

*

BERSAMA ragu, di sini, kita masih bisa buat tertawa,
tak perlu ajak serta supir bis tua, 60 tahun umurnya,
kita para juruwarta, datang dari negeri arah jam lima.

Seperti ada dengungan, sisa laju kendaraan, Formula One,
bertindihan suara lirih perempuan, anak di gendongan,
suami di kanan, mengadu di depan relawan sebelum bertemu
seorang anggota parlemen, "Saya perlu pekerjaan. Saya
baru pulang dari Amerika, dulu guru di Kindergarten..."

Tak tahu apa perlu kau tanya, "Bila negeriku merdeka?"




Thursday, October 30, 2008

Haiku

: bangwin

stasiun MRT
dari ransel ke ransel
langkah lelaki

ke kedai kopi
mengaduk sisa malam
hangat kalimat




Sunday, October 26, 2008

TELIMPUH: Interpretasi Haris Firdaus

Telimpuh adalah sebuah “kitab-percakapan” yang kaya. Kumpulan itu terdiri dari tiga bab: “Kitab Komik”, “Kamus Empat Kata”, dan “Malaikat Penjaga Gawang”. Sejumlah sajak yang ada dalam tiap bagian memiliki satu nafas dominan yang sama. Pada “Kitab Komik”, semua sajak berkait dengan komik; pada “Malaikat Penjaga Gawang”, sajak-sajaknya berkait dengan sepakbola. Sedangkan pada “Kamus Empat Kata”, HAH membuat eksperimen unik: pada masing-masing sajak, ia memilih empat kata dengan huruf depan sama, kemudian menuliskan beberapa larik kalimat sebagai “penjelas” kata-kata tersebut.

Haris Firdaus meninjau naskah buku TELIMPUH dengan amat cermat. Baca di BLOG-nya!



Saturday, October 25, 2008

Hot from Voice of Jakarta

- kuikuti Alfred Ticoalu memutar tiga komposisi Johnny Griffin main saksofon -


/1/

HEI, kau tak
akan menemukan namaku
dengan cara itu
cepat sekali kau
membuka halaman-halamanku.

Aku ini ada di dalam kamusmu,
tak ada yang kita sembunyikan,
bukan?

/2/

YA, lebih baik begitu
kita kan tidak terburu-buru?

Coba telusurkan telunjukmu
dari kata ke kata
sampai menemukan namaku.

Ada juga di situ, kutuliskan
bagaimana cara mengucapkannya
ketika kau ragu atau ketika rindu...

/3/

YA, sebentar lagi.
Sekata lagi.

Ada yang menyaru seperti namaku?
Ah, kubiarkan saja itu,
aku tahu kau tahu itu adalah bukan aku.

Cobalah,
         sebutkan perlahan
         lafalkan perlahan
         bunyikan perlahan
bukan, kan?

Aku tak akan pernah
menghapusnya dari halaman-halamanku.

Ya, sebentar lagi,
Setelusur lagi.








Tulis Akhir Postingan Anda




Hasan Aspahani di BAF 2008 (Foto: Yuli Seferi)


Tulis Akhir Postingan Anda

Wednesday, October 22, 2008

"Orgasmaya" ke Short List KLA 2008

Lima finalis Khatulistiwa Literary Award 2008.

Prosa:
Bilangan Fu - Ayu Utami
Rahasia Meede - ES Ito
Kaca Piring - Danarto
Hubbu - Mashuri
Glonggong - Junaedi Setiono

Puisi:
Teman-temanku dari Atap Bahasa - Afrizal Malna
Pandora - Oka Rusmini
Sajak-sajak Menjelang Tidur - Wendoko
Jantung Lebah Ratu - Nirwan Dewanto
Orgasmaya - Hasan Aspahani

Malam Penganugerahan akan diadakan pada tanggal 13 November 2008 di Atrium Plaza Senayan.

(Sumber SMS dari Kurnia Effendi)


Monday, October 20, 2008

Variasi Atas Lagu Bu Kasur

Kakak Mia, Kakak Mia,
             minta anak barang seorang


hanya lumpur yang kini mengalir di sungai kami
melenyau bahkan sebelum sampai ke muram muara

di sana berkumpul kami,
             anak yang tak punya mimpi
mengais apa saja: sisa alasan untuk bergembira

sebelah duka berjalin dengan sebelah putus asa
melengkungkan gerbang mengucap selamat sia-sia

kami anak-anak merunduk bergantian memasukinya
pasrah atau menyerah pada nasib buruk sendiri

kalau dapat, kalau dapat
             hendak saya bawa berperang


lalu kami rindukan kecamuk pertempuran sendiri
antre panjang di depan meja si pencatat harapan
dia yang memberi nomor pada para prajurit bayaran

mati di perang-tak-beralasan
             atau dibantai kemiskinan
keduanya bukan pilihan:
             keduanya tak menjadikan pahlawan

tapi setidak-tidaknya,
         bagi kami sejak itu musuh sudah ditentukan

itu yang kurus yang saya ringkus,
             boleh dia menyandang karabin



Sunday, October 19, 2008

Gunyam Malam Semalam

PELURU sejak ini malam akan sangat matang
kau telah datang sejak petang, bukan prajurit,
cuma penyandang senapan, jari berkait pada bimbang

perjalanan melacak alamat, musafir tak bermaskat,
menyuntuk pasir ke sehingga, menakluk gurur gurun-gurun

kau dengar? hingar lenguh seribu himar,
degup jantungmu itu, memetik matang peluru

kau dengar? hingar lenguh seribu himar
dirapus penyembelih yang tak tahu berburu.




Saturday, October 18, 2008

Rumah Lebah Terbitkan Berkala RUANG PUISI

RUMAH Lebah, sebuah komunitas yang digerakkan oleh pasangan suami istri Raudal Tanjung Banua dan Nur Wahida Idris - menerbitkan jurnal puisi bernama RUMAH LEBAH - Ruang Puisi. Penyair kawakan Umbu Landu Paranggi masuk dalam jajaran redaktur, selain Ida, Raudal, Faisal Kamandobat dan Frans Nadjira.

Edisi pertama direncakan akan beredar November 2008 bersamaan dengan Jurnal Cerpen - yang sudah lama mereka kelola. Berkala ini berisi puisi, puisi terjemahan, esai, wawancara, info buku dan salah satu buku akan diresensi secara mendalam.

Tak ada target berapa kali akan terbit berkala ini dalam setahun. "Idealnya empat kali setahun. Tapi, dari pengalaman mengelola jurnal cerpen kendalanya selalu ada, naskah tak ada, atau ada naskah dana tak ada," kata Raudal.

Anda ingin meramaikan berkala ini di edisi berikutnya? Kirim ke e-mail ini: bukupuisiindonesia [@] gmail.com.


Friday, October 17, 2008

Lirik Lagu untuk BERGERAK!



Bergerak Indonesiaku

*

Tanganku Indonesia
Tubuhku Indonesia

Kuberanikan tanganku
Mengepal Indonesiaku

Kutegarkan tubuhku
Bergerak Indonesiaku


Reff:
Jangan diam Indonesiaku
Jangan padam Indonesia

Kami bergerak bersamamu
Menyalakan api terangmu

*

Nadiku Indonesia
Darahku Indonesia

Kugairahkan nadiku
Bangkit Indonesiaku

Kusemangatkan darahku
Berjaya Indonesiaku


Lirik ini kusumbangkan untuk INDONESIA BERGERAK!


Tulis Akhir Postingan Anda

Java New Year Concerts 2009 presents: 'PIANISSISSIMO’

Featuring:
Bernadeta Astari, soprano & Joseph Kristanto, baritone will sing new songs by Ananda Sukarlan (based on poems by Eka Budianta, Hasan Aspahani & Walt Whitman), as well as "DALAM DOAKU" (duet from Ars Amatoria) Elizabeth Ashford, flute Chendra Panatan, choreographer

The winners and finalists of Ananda Sukarlan Award 2008: Inge Melania Buniardi (1st winner), Randy Ryan & Handy Suroyo (3rd winners) and other finalists.

Spectacular music and choreography for piano left hand alone, duo piano, up to the World Premiere of the first ever musical piece for 3 pianos 12 hands : SCHUMANN'S PSYCHOSIS (music by Ananda Sukarlan, choreography by Chendra Panatan).

Jogjakarta, Thursday - 1st January 2009, 19.30 wib
Taman Budaya Rp. 50.000

Jakarta, Sunday - 4th January 2009, 19.30 wib
Graha Bakti Budaya, Taman Ismail Marzuki
Rp. 200.000 (VVIP), Rp. 100.000 (regular) , Rp. 50.000 (balcony)

Reservation: Chendra Panatan (0818.8910.38 and ycep@yahoo.com), Evi Widya (wid_dee@yahoo.com)

Tickets reserved until the 1st of November gets 20% discount .



[Proyek 100 Soneta Cinta Neruda # 024] Soneta ke-1

Matilda. Memang padanyalah seratus sajak ini dipersembahkan oleh Pablo Neruda. Nama itu disebutnya sebagai kata pertama, di bait pertama, di larik pertama, di sajak pertama dari rangkaian 100 soneta berikutnya.

Neruda memuja nama itu, dan di akhir larik sajak yang pertama ini dia minta perkenan untuk beristirahat, berlabuh, dan sebagai kapal kayu, ia ibaratkan, ia akan menghabiskan sisa hidupnya. Nyatalah, memang itulah yang ia lakukan.



A. Hasil terjemahan saya

Matilde, nama tumbuhan atau anggur atau batu,
apa saja yang bermula di bumi, dan bertahan,
kata pada siapa tumbuh merekah fajar pertama
pada siapa musim panas memancarkan sinar limau

Pada kelok nama itu menjelajah kapal kayu
dan gelombang api-biru mengepung mereka:
huruf-huruf itu adalah air dari sungai,
mengucur dari hatiku, hati yang terbakar

O nama terhampar telanjang di sesulur liana
seperti pintu menuju sebuah lorong rahasia
yang mengabarkan, menyebarkan wangi dunia!

O masuki aku dengan mulut panas menyala,
telusuri, bila itu maumu, dengan mata malammu,
tapi biarkan kulayari namamu, lalu lelap di situ.


B. Versi Asli Neruda (Bahasa Spanyol)

Matilde, nombre de planta o piedra o vino,
de lo que nace de la tierra y dura
palabra en cuyo crecimiento amanee,
en suyo estio estalla la luz de los limones.

En ese nombre corren navios de madera
rodeados por enjambres de fuego azul marino,
y esas letras son el agua de un rio
que desemboca en mi corazon calcinado

Oh nombre descubierto bako una enredadera
como la puerta de un tunel desconocido
que comunica con la fragancia del mundo!

Oh invademe con tu boca abrasadora,
indagame, si quieres, con tus ojos nocturnos,
pero un tu nombre dejame navegar y dormir.

Invade me with your hot mouth; interogate me
with your night-eyes, if you want-only let me
steer like a ship through your name; let me rest there.


C. Versi Stephen Tapscott (Bahasa Inggris)

Matilde: the name of a plant, or a rock, o a wine,
of things that begin in the earth, and last:
word in whose growth the dawn first opens,
in whose summer the light of the lemons bursts.

Wooden ships sail thought that name,
and the fire-blue waves sorround them:
its letters are the waters of a river
that pours through my parched heart.

O name that lies uncovered among tangling vines
like the door to a secret tunnel
toward the fragrance of the world!

Invade me with your hot mouth; interogate me
with your night-eyes, if you want-only let me
steer like a ship through your name; let me rest there.


Wednesday, October 15, 2008

[Proyek 100 Soneta Cinta Neruda # 023] Soneta ke-2

Saya memulai lagi proyek terjemahan "100 Soneta Cinta Neruda". Saya memulai lagi dengan sajak ke-2 pada bagian pertama "Morning/Manana". Ini sebenarnya versi revisi dari terjemahan yang sudah pernah saya buat dari versi Inggris yang bukan dari Stephen Tapscott. Tapscott saya nilai lebih setia pada versi aslinya.

catatan:

'confused' dan 'mixed up' sebenarnya nggak masalah bang dipakai bergantian, artinya sama-sama 'bingung' (bisa dicek di kamus wordweb yang gratis wal-afiat itu, :D). beda rasanya (kalau dianggap penting lho ya?:D) kalau pakai phrasal verb 'mixed up' rasanya lebih terasa nyantai. kira-kira begitu. (Wawan Eko Yulianto)



Bandingkan larik ke-13 ini:

- contodos confundidos, con hombres je mujeres (Neruda)
- with all the confusions, the men and the women (Tapscott)
- with everyone mixed up, with men and women (versi lain)

"confundidos" tetap dipertahankan sebagai "confusions". Sementara versi lain itu mengganti dengan "mixed up" yang saya kira terlalu jauh maknanya.

Versi saya?

- dengan kalut-keluh, sebagai lelaki dan wanita,

Ya, saya memilih "kalut-kesah". Saya menerjemahkan "confundidos" itu tetap sebagai "kebingungan" dan saya memilih dan menggabung "kalut" dengan "keluh" mewakili "kebingungan" itu. Cinta antara lelaki dan perempuan memang tidak mudah, tapi toh itu tak perlu dihindari. Kekalutan dan keluh kesah itulah yang saling dibagikan dan jadi alasan untuk saling mempersatukan diri. Seperti disimpulkan dalam larik terakhir "seperti bumi merawat-tumbuh anyelir".

Saya "memberi" tambahan pada larik-larik Neruda dengan mengupayakan rima di ujung larik per bait. Itu tidak dengan ketat dijaga olehnya, apatah lagi pada versi Tapscott. Rasakanlah. Maka, demikiankah. Maafkan saya, Senor Pablo....


A. Versi terjemahan oleh Hasan Aspahani

Kekasih, betapa jauh jalan hingga kuraih sekecupan
Betapa sepinya ngembara sebelum engkau kudapatkan!
Gerbong kereta kini - sendiri - menembus hujan
Di Taltal, tak ada fajar, musim semi pun enggan

Tapi engkau-aku, kekasihku, adalah kita yang sama
bersama dari baju tersandang hingga akar-kerangka,
bersama di musim gugur, di air kita, di pinggang kita
hingga hanya engkau, hanya aku - hanya kita bersama.

Renungkan, jerih arus pada batu yang terbawa,
mengalir jauh hingga ke muara sungai Boroa;
Renungkan, kita dipisah kereta dan batas negara.

Engkau dan aku hanya mesti saling mencinta,
dengan kalut-keluh, sebagai lelaki dan wanita,
seperti bumi mengasuh-tumbuh anyelir berbunga.



B. Versi asli Bahasa Spanyol oleh Pablo Neruda:

Amor, cuantos caminos hasta llegar a un beso
que soledad errante hasta tu compania!
Siguen los trenes solos rodando con la lluvia
En taltal no amanece aun la primavera

Pero tu y a tu, amor mio, estamos juntos,
juntos desde la ropa a las raices,
juntos de otono, de agua, de caderas,
hasta her solo tu, solo yo juntos.

Pensar que costo tantas piedras que lleva el rio,
la desembocadura del agua de Boroa,
0pensar que separados por trenes ya naciones.

tu ye yo teniamos que simplemente amarnos,
contodos confundidos, con hombres je mujeres,
con la tierra que implanta y educa los claveles.


C. Versi Bahasa Inggris oleh Stephen Tapscott

Love, what a long way to arrive at a kiss,
what longlines-in-motion, toward your company!
Rolling with the rain we follow the tracks alone
In Taltal there is neither daybreak nor spring.

But you and I, love, we are together
from our clothes down to our roots:
together in the autumn, in water, in hips, until
we can be alone together--only you, only me.


To think of the effort, that current carried
so many stones, the delta of borrow water;
to think that you and I, divided by train and nations,

we had only love one another,
with all the confusions, the men and the women,
the earth that make carnations rise, and make them bloom.



Tuesday, October 14, 2008

Percobaan Pengucapan Berikutnya....

Kalau Kau Buku

kalau Kau Buku, kenapa hanya sampul yang terbuka di rehalkajiku?
kalau Kau Buku, kenapa hanya judul yang tersebut di mejabacaku?

kalau Kau Buku, kapankah saat Kau buka rahasia meng-iqra’ untukku?



Kalau Kau Buku

kalau Kau Buku, kenapa hanya sampul yang terbuka di rehalkajiku?
kalau Kau Buku, kenapa hanya judul yang tersebut di mejabacaku?

kalau Kau Buku, kapankah saat Kau buka rahasia meng-iqra’ untukku?



Doa

beri kepak pada harapku agar bisa hinggap pada sayap-Mu
beri kaki pada taubatku agar bisa pijak pada jejak-Mu
beri tangan pada tadahku agar bisa usap pada wajah-Mu

beri diam pada sesakisakku agar kabul sampai pada amin-Mu



Yang Menyebut Segalanya

sungai mencari muara ia dapat deras dan arus
laut mencari tenang ia beri hempas dan gerus

langit mencari terang lepas jatuh bintang mati
bumi mencari waktu ia terbelit di tali matahari

hei, kau manusia mencari apa? sebuah kata? Mahakata?
yang menyebut segalanya? yang membungkam segalanya?



Hei!

hei burung, mari hinggap di nasibku, mau kau tukar sayapmu dengan tanganku?
hei ikan, mari berenang di nasibku, mau kau tukar insangmu dengan paruparuku?
hei hujan, mari mendung di nasibku, mau kau tukar luruhmu dengan dukatangisku?
hei angin, mari hembus di nasibku, mau kau tukar bebasmu dengan imajinasiku?

hei Kata, mari sebutkan takdirku, mau kau tukar maknamu dengan maharahasiaku?



Jam

kau putar sendiri pisau jamkau
berputar semuakau semua maukau!

kau tak jumpa subuh pada jamkau
kau tak jumpa zuhur asar magrib isya
pada jamkau yang kau putar semaukau!

kau tak jumpa sapi lenggang ke lengang
ia selempang selendang kulit pada bekas luka di lehernya
kau lengah tak dengar
ia melenguh moooaaahh awas kau kena sembelih
tajam jamkau terlampau melangkau pisau



Dongeng Gravitasi

matahari kau main yoyoyoyo berputarlah merkurius venus bumi mars jupiter saturnus uranus neptunus kita ongkangangking menggoyang khayal kursi goyang matahari kau main yoyoyoyo berjatuhanlah detik menit jam hari bulan tahun abad angkaangka bosan kita pontangpanting menampung waktu sekepingsekeping matahari kau main yoyoyoyo newton di pohon apel kejatuhan dia terbangun terbang mimpi gravitasi kita mengecup tubuh seperti mengunyah dosadaging!



Siapa Bilang

siapa bilang nyawa
          ada dalam tulang
siapa bilang nyawa
          ada dalam tualang

siapa bilang nyawa
          ada dalam daging
siapa bilang nyawa
          ada dalam denging
siapa bilang nyawa
          ada dalam darah
siapa bilang nyawa
          ada dalam marah

siapa bilang nyawa
          ada dalam jantung
siapa bilang nyawa
          ada dalam gantung

siapa bilang nyawa
          ada dalam wangwang
siapa bilang nyawa
          ada
                    pada
                              ruang
                                        nya
                                                  wa
                                                            nya
                                                                      wa
                                                                                nya
                                                                                          wa
                                                                                                    nya
                                                                                                              wak
                                                                                                             
          tu!


Matematekateki

batu tambah batu kali batu kurang batu bagi batu berapa ekor bilanganmu domba
batu tambah batu kali batu kurang batu bagi batu berapa ekor gembalamu domba
batu tambah batu kali batu kurang batu bagi batu berapa ekor usiamu domba
batu tambah batu kali batu kurang batu bagi batu berapa ekor padang rumputmu domba
batu tambah batu kali batu kurang batu bagi batu berapa ekor mataharimu domba
batu tambah batu kali batu kurang batu bagi batu berapa ekor kandangmu domba

batu tambah batu
batu kali batu
batu kurang batu
batu bagi batu

domba

berapa
ekor
lehermu

berapa
ekor
sembelihmu

berapa
ekor
darahmu



Saturday, October 11, 2008

Ken Nordine on Night Music




Aku Dengar Alfred Ticoalu Memutar Jazz

/1/

Gerimis, aih, yang semakin genit,
menari menunggangi menit-menit

/2/

Gerimis, aih, yang semakin berlapis,
derap baris, menebal di tepi pelipis

/3/

Adakah gerimis yang tak sampai?
Ia yang terkibas, sangkut di lambai

lambai yang lekas, kembali bergegas,
jangan aku memungut bekas-bekas.

/4/

Jangan percaya pada cuaca,
kata nasihat lama, angin bisa
berdusta, gerimis bisa ia
permainkan sesuka hatinya....

/5/

Siapa memetik senar sepimu? Lepas
lagu demi lagu, meningkah jantungmu

Berdentingan, dan kau curiga pada
jemari gerimis itu, ia ciptakan jazz
bersama angin yang parau mengembus
dari lorong kosong paru-parumu

/6/

Kemana kau cari riuh gerimismu?
di lekuk kelok sungai tak ada

/7/

Aih, akhirnya, reda jua, kau redakan
sepimu, sepi redakan gerimismu,
gerimis meredakan degup jantungmu.

Siapa yang akan bilang selamat tinggal?


Friday, October 10, 2008

Stringing Raindrops



Saya minta kepada penyair Medy Loekito mengirim salinan digital lukisan Asvega, putrinya, pelukis amat berbakat itu. Medy mengirimkan lukisan di atas. Lukisan itu berjudul Stringing Raindrops . Saya menggubah sajak dari lukisan itu. Baca sajaknya di

Stringing Raindrops

sesulur mimpi malam, sesubur pepucuk ulam
seulur kasih tangan, sejulang bebuihan hujan

aku bukan lagi bocah pemuja layang-layang
bolehkah kutawarkan padamu: sejulur benang?

aku telah mencoba mengerti, kau akan jauh terbang,
sayap sepasang itu terlalu indah untuk tak dibentang

tapi, sayang, sejulur benang yang kutawarkan itu,
yang kupintal lama dalam dadaku, dari serat ragu
yang bisu, takut yang tak bersahut, harap yang
sebisa mungkin kutahan agar tak meluap-luap,
tetap akan kutunggu kau sambut dengan jemarimu,
lalu kau roncekan berbuihan hujan itu, di situ.

nanti, bila hujan memusim lagi, dan kau menari di
langit mana yang aku tak tahu, maka kuhitung saja
dengan roncean bebuihan hujanmu itu, berapa
ribu kalikah aku menyebut-nyebut namamu. Namamu...



Jean-Marie Gustave Le Clézio, the 2008 Nobel Literature laureate, is described by the Swedish Academy as an "author of new departures, poetic adventure and sensual ecstasy"


Tulis Akhir Postingan Anda

[Kelas Puisi] Korespondensi Antarbagian di dalam Sajak

Keterhubungan atau korespondensi antarbagian-bagian bahasa penting disadari, dijaga, dan dibangun oleh pengarang prosa atau puisi, untuk menghasilkan karya yang padu. Pada sajak, korespondensi itu salah satunya adalah berbentuk ulangan susunan baris yang tampak di baris lain dengan tujuan menambah mutu dan kebagusan sajak.



Berasarkan tinjauan pada korespondensi itu, A.W de Groot membedakan prosa dan puisi, dengan tiga pokok perkara:

1. Kesatuan-kesatuan korespondensi prosa yang pokok adalah kesatuan sintaksis; kesatuan korespondensi puisi - bukan kesatuan sintaksis - tetapi kesatuan akustis.
2. Di dalam puisi korespondensi dari corak tertentu, yang terdiri dari kesatuan-kesatuan tertentu pula, meliputi seluruh puisi dari semula sampai akhir. Kesatuan ini disebut baris sajak.
3. Di dalam baris sajak ada periodisitas dari mula sampai akhir.


Kebanyakan tiap baris sajak terdiri dari bagian-bagian yang susunannya serupa. Bagian-bagian itu disebut periodus. Kumpulan sejumlah periodus itu merupakan baris sajak. Dengan kata lain, periodus adalah pembentuk baris sajak menurut sistem, sedangkan periodisitas itu adalah sistem susunan bagian baris sajak.

Penjelasan di atas dapat kita baca dalam buku "Pengkajian Puisi" Rachmat Djoko Pradopo (1987), yang ia rujuk dari penjelasan Slametmulyana (1956).

Contoh yang amat mudah untuk melacak jejak periodus, dan memahami apa itu periodisitas ada pada bentuk sajak-sajak lama.

Bukan beta / bijak berperi
pandai menggubah / madahan syair
Bukan beta / budak negeri
mesti menurut / undangan mair.


Begitulah seterusnya, sajak Roestam Effendi berjudul "Bukan Beta Bijak Berperi" itu bisa dibedah berdasarkan periodus-periodus seperti itu. Sebaris terdiri atas dua periodus. Jadi demikianlah periodisitas sajak itu: sebaris dua periodus, sebait empat baris.

Korespondensi seluruh bagian sajak dibangun berdasarkan periodisitas tersebut. Pada zaman itu, begitulah standar utama estetika sajak yang indah. Pada sajak bebas, yang banyak ditulis oleh penyair kini, penyair bebas menyusun periodisitas, memain-mainkan periodus.***

Thursday, October 9, 2008

Di Antara Larik dan Bait Kosong

di antara gelap dan terang
di antara pejam dan nyalang
di antara hirup dan hembus
di antara endap dan apung
di antara biar dan sayang
di atnara sembunyi dan tandang
di antara wangi dan tuba
di antara tubuh dan bayang
di antara remang dan terang

di antara larik dan bait kosong

antara aku yang masih mencari dan
engkau yang amat ingin ditemukan



Bagai Bubuk Kelelatu

Detikmu bara, detikku bagai bubuk kelelatu
membubung menyala, lalu jatuh sebagai abu

Dan dadaku, tungku - yang abadi menunggu -

Saat kau sorongkan kayu sisa-sisa pintu!
Tak lagi ada tuan & tamu di rumah kita itu.



Karma Luka

Bila rambutmu adalah hutan yang menanti
maka jemariku adalah para pemburu, dengan
anak-anak panah, dan busur bertali gelisah.

Puncak itu begitu rapuh, memang, dan tiap
kali dari sana ada yang jatuh: pemburu
yang tak patuh, pada karma luka rahasiamu.



Komentar-komentar untuk TELIMPUH

1. Ide atau gagasan atau ilham dalam menulis puisi ternyata bukanlah sesuatu yang semata-mata “diberikan” tetapi juga “diperjuangkan”. Hasan Aspahani membuktikan dalam sajak-sajaknya, bahwa ide bisa didapat dengan berbagai cara dan dari berbagai
situasi. Melawan kecenderungan untuk tergantung pada mood, Hasan malahan dengan asyik dan tak pernah bosan-bosannya berusaha menemukan ide-ide baru. Lihatlah, ia meloncat dari mitologi ke dongeng, dari kamus sampai komik strip, dari kaleng Coca Cola hingga lapangan sepakbola…

Dengan terus mempertahankan etos menulis sajak seperti ini, berani bertaruh, Hasan dalam waktu dekat akan dapat memenuhi “target” menulis sejuta puisi — seperti judul blognya yang terkenal itu — sekaligus menjadikan dia sebagai salah satu penulis sajak Indonesia paling produktif hingga saat ini.

.: Ready Susanto, penulis dan editor.
www.kata2bersahaja.blogspot.com

2. Saya sudah tamat membaca TELIMPUH. Setelah ORGASMAYA, buku ini cukup santai dan bersahaja. Saya semakin belajar dan mengajar diri dalam kalimah berbuku TELIMPUH.

Segar nan indah dalam cogan dan kosa kata yang bergelimpangan mewarnai udara yang pernah diamnya di minda. Terpantun juga ke medan cetak dan alam maya. Prolog, monolog mahupun dialogmu mencerna bicara pesta hidup seadanya.

Hasan, engkau semakin menjadi tukang larut yang jitu dan berwibawa - TERSOHOR lah jadinya. Syabas kerana semakin berani dengan mainan kata-kata, berani mengutara dan berani menggegar nusantara. Tertarik sangat dengan Kamus Empat Kata. Asyik! BERANI! Asyik! REVOLUSIONARY

/dzan - di Singapura.

3. Membaca Telimpuh, seperti membaca tiga buah buku. Satu, Buku Komik dengan kejelian memanfaatkan obyek-obyek yang terdapat dalam halaman dan peralatan membuat komik untuk mengungkapkan perasaan. Dua, Buku kamus monolingual yang berisi kata-kata yang jarang digunakan (paling tidak oleh saya) atau kata-kata yang sudah sangat populer namun berhasil diredefinisi dengan jitu secara puitis. Tiga, Kamus olahraga khususnya sepakbola, yang bercerita tentang perjalanan hidup dan juga kritik sosial.

Ayah Fauzan


4. Cerdas, jenaka,penuh imaji, kadang menggelikan dan tak dapat diterka dan diduga akhir jalan ceritanya, tapi juga menyegarkan .

.: Prayoga Kurniawan

5. Membaca sajak-sajak Hasan Aspahani bagi saya seolah-olah berada dekat dengan pacar. Kadang menyebalkan dengan kemanjaan-kemanjaan yang diberikannya yang di luar batas. Namun, membuat saya selalu kangen dan memberikan perhatian yang lebih kepadanya. Karena di balik ketidaklaziman yang diberikannya, ada ruang-ruang baru. yang kadang membuat saya mengernyitkan dahi, tertawa terbahak-bahak. merenung masygul. Dan saya yakin, Hasan Aspahai akan semakin menanamkan pengaruhnya yang besar untuk kemajuan dunia puisi Indonesia di masa yang akan datang.

Eko Putra


Rita dan Bedil Menganga




Sajak Mahmud Darwis

Antara Rita dan ini mata
ada bedil menganga
dan siapa jua yang tahu Rita
bertakluk-lututlah ia
dan hanyutlah ia terbawa
pada pukau warna sepasang mata-madunya
Dan aku sudah mengecupnya,
mengecup Rita, pada kerawanan-mudanya
Dan tak bisa kulupa gaya padaku mendekat langkahnya
Dan getar tanganku menggenggam di kepang rambutnya
Dan aku menyimpan kenang pada Rita
seperti burung pipit mengingat peta terbangnya
Ah, Rita
Antara kita ada sejuta pipit, ada sejuta citra
dan berbagai janji kencan
yang dihujani peluru
dari satu bedil menganga

Namamu, Rita, adalah pesta di lagu mulutku
Tubuhmu, Rita, adalah pengantin di arus darahku
Dan aku tersesat pada Rita, dua tahun lamanya
Dan dua tahun lamanya dia rebah di peluk-lenganku
Dan kami bikin janji-janji
atas nama gelas piala terindah di dunia
Dan kami terbakar anggur di sepasang bibir
: bibirku dan bibirnya
dan kami pun - telan telanjang - bagai lahir dari rahim lagi

Ah, Rita!
Apakah ada selain bedil ini yang bisa memalingkan mataku
dari menatap kamu, kecuali jenak sejenak
atau awan sewarna mata-madumu?
Ada sekali waktu
O, kebisuan debu

Rembulan pagiku beralih ke negeri jauh
ke arah dua mata-madumu
Dan kota mengusir pergi semua penyanyi,
juga Rita

Antara Rita dan ini mata —
ada bedil menganga


Wednesday, October 8, 2008

Sajak dari Sahabat

Ramdzan Minhat menulis sajak untuku. Sajaknya kadang datang dengan ungkapan yang tak terduga. Metafora yang mungkin bagi minda Melayunya biasa saja, tapi bagiku segar belaka. Ini misalnya: aku bagai dirasuk tahyul kaum cina di bulan tujuh.

Selengkapnya baca

bicara asyik

: hasan

aku bagai dirasuk tahyul kaum cina di bulan tujuh
sedang ramadhan datang merantai segala jenis iblis dan kuncunya

ketika bicara mu ku terima
yang mampu menerobos pemikir hati naluri penyair untuk jelata
termaktub dalam naskah kitab dini senja.

kita harus tebarkan kalam bersahaja
sebelum menular amuk senusantara
lalu terhenti bayangan kalimah mesra

aku asyik... berulang-ulang saat membaca


Tuesday, October 7, 2008

[Jajak # 001] Yang penting isinya, Bung!

Saya bertanya bagaimana rasanya membaca blog ini dengan desain baru? Saya sediakan lima pilihan sikap. Ada 113 orang yang menjawab.

a. Nyaman, sungguh! 27 (23%)
b. Nyaman, tapi.... 12 (10%)
c. Aneh, sepertinya... 13 (11%)
d. Bikin malas, soalnya... 18 (15%)
e. Yang penting isinya, bos! 43 (38%)

Fokus pertanyaan pada desain. 38 persen pengunjung (38 %) ternyata tak peduli pada wajah dan lebih mementingkan isi. 27 orang (23 %) merasa nyaman dengan desain amat sederhana ini. Saya kira cukup alasan bagi saya untuk sementara ini bertahan dengan desain ini.

Terima kasih.

- Hasan Aspahani -

Monday, October 6, 2008

Tadinya Puisi Ini Tak Saya Juduli

ADA berapa banyak sepimu? Dua anak
dengan baju yang tak baru, bergantian
bertanya, mereka duduk di emper ujung
sebuah komplek rumah-toko.



Mari kita hitung! Kata anak pertama,
lalu ia buka kaleng biskuit Monde
930 gram, dan kekosongan pun menganga,
seperti mulut yang hendak menelan habis
sedih, diam, dan segala ketakmengertian.

Wah, kata anak kedua, siapa yang mencuri sepi
yang kita kumpulkan sepanjang hari ini
dari rumah-rumah kosong tadi, rumah yang
ditinggal pergi rekreasi keluar negeri?




Kalau Hari Minggu Dulu Kuturut Ayahku ke Kota

KALAU hari jadi Minggu, dulu, kuturut
Ayahku ke kota itu. Ibu tak pernah ikut,
dia cuma bilang pada kami, "jangan mati
di kota, ya, karena kubur kalian di sini.
Ya, di desa ini." Lalu ia menutup pintu.



Ayah cuma mengibas tangan dan mengisyaratkan
agar aku lekas naik ke boncengan. Seakan ia
mau bilang padaku, "ada-ada saja ibumu itu.
Di kota memang bukan tempat kuburan, sebab
kota telah lama penuh makam, orang mengubur
segala yang masih hidup: kehidupan-kehidupan,
harapan-harapan."


*

DI kota yang hanya kukenal bila hari jadi
Minggu itu, ayah memarkir sepeda di sebuah
warung kopi. Ada seorang perempuan tua
menjaga kios suratkabar. Ayah membeli koran
Minggu di situ. Aku diizinkan membawa majalah
kesukaanku: cerita tentang keluarga kelinci
yang lucu selalu, dan gajah kecil merah jambu.


*

AKU kini ada di kota itu, bertahun-tahun sudah,
hingga tak lagi tahu apa beda minggu dan hari
lain yang bukan minggu. Tak ada lagi perempuan
tua penjaga kios surat kabar minggu, tak ada
lagi, warung kopi tempat ayah singgah memarkir
sepeda. Kuburan di desaku makin penuh saja.
Sedangkan aku sendiri, di kota ini, seperti
menggali kubur bagi kehidupanku, bagi harapan-
harapanku. Semuanya semakin hidup di sini.
Segalanya terkubur di kota yang seperti akan
hidup abadi ini.

Aku kini di kota ini, dan akhir-akhir ini kenapa
ya, aku ingin sekali ayahku datang menjemputku,
mengajakku boncengan naik sepeda, ke rumah kami
dulu, bertemu ibu yang membukakan pintu untukku,
kapan saja, apakah hari Minggu atau bukan Minggu.




Ia Berdiri Saja di Situ Memegang Setang Sepeda

AKU mau bertanya padanya, "Anda mau kemana?"

Ia bawa dua kantong terpal tak yang lagi tebal,
mungkin itu sisa surat yang ia carikan alamat.

Aku teringat, surat terakhir yang aku terima
darimu dulu, tak ada alamatmu di suratmu itu.

Padamu aku tak bisa bertanya, "mau kemana?"



Sejak itu aku bertahan pada alamatku yang kau
tulis di depan sampul suratmu di bawah namaku
itu. Aku berharap kau akan mengirimkan lagi
sehelai surat, dan di situ kau memintaku untuk
menunggu. Aku menunggu. Aku menunggu. Menunggu.

*

LALU datang lalu, lelaki bersepeda itu. Dari ujung
simpang, dia tuntun saja sepedanya itu. Meliriki
nomor-nomor rumah, tapi ia tampak ragu ketika
lewat di depan alamatku. Di depan. Alamatku.

Aku mau bertanya padanya, "Anda mencari siapa?"

Tapi buat apa bertanya? Tak ada yang tahu alamatku,
kecuali kamu. Tak juga ada yang perlu perlu denganku,
bahkan juga kamu. Bahkan juga kamu. Juga. Kamu.



*

IA masih di situ. Berdiri saja di situ. Memegang
setang sepedanya. Aku kira dia akan membunyikan
kring kring pada lonceng di setang sepedanya itu.


Aku mau bertanya, "Kemana Anda akan memboncengku?"





Friday, October 3, 2008

[Tadarus Puisi # 33] Kelamin Capung Hijau

Saya menemukan sajak bagus di blog capunghijau. Saya langsung suka sajaknya. Kala kira, kalaupun dia menyebut dirinya pemula, maka sesungguhnya dia adalah pemula yang luar biasa.



Kelamin
Sajak Gema Yudha

sejak kemarin pasar kehilangan toilet
pada sebuah pagi selembut es krim mereka berlari menuju saku gaultier
sambil menyiulkan umbrella menuju iklan-iklan di televisi

dan mulai pagi itu kita kehilangan airmata
mencoba mengiklaskan kelamin yang ditonton sinetron
setelah meminum cocacola zero handphonemu berdering
mengabarkan kelamin yang ingin kencing
“ halo, cari tempat gelap dong”

o, tentu saja kelaminkelamin semakin berkerut
ternyata krim anti-aging tak mampu merubah kelaminmu yang cemberut
tiap hari menggigil sepi dalam dering nokia
ternyata membikin burung burung jadi kakaktua


DIA seorang yang menjabarkan dirinya begini: karena dengan melihat saya belajar, dan dengan belajar saya mencoba hidup. maka seperti capung yang memiliki ribuan mata, saya berusaha membuka mata terhadap apapun. maka apa yang tertulis di sini hanya catatan yang-mungkin-tak berisi, karena capung itu masih hijau.

Saya menemukan sajak di atas di blognya capunghijau. Saya langsung suka sajaknya. Kala kira, kalaupun dia menyebut dirinya pemula, maka sesungguhnya dia adalah pemula yang luar biasa. Lihat sajak di atas. Similenya pas dan menarik (selembut es krim), imajinya liar (mengiklaskan kelamin yang ditonton sinetron), pengamatannya atas kekinian amat tajam (setelah meminum cocacola zero handphonemu berdering), ungkapan-ungkapannya pun amat menjanjikan (pasar kehilangan toilet, hari menggigil sepi dalam dering nokia).

Sajak ini menarik untuk didalami lagi. Sementara penyairnya hanya perlu diingatkan soal konsistensi penulisan kata ulang. Apakah 'kelaminkelamin' (buang tanda sambung dan gabungkan) atau 'burung burung ' (pisah dan tak digabung), juga soal perubahan kata dasar karena awalan ('merubah', seharusnya 'mengubah).[]