Sunday, March 11, 2007

[Proyek 100 Soneta Neruda # 006] Ihwal "Carnicero" dan lain-lain

Proyek ini telah menjadi main-main yang serius. Saya sudah keluar modal. Saya akhirnya beli buku Kamus Spanyol-Indonesia susunan Milagros Guindel (maaf ya, Bu Milagros, tadinya saya kira ini nama seorang pria) terbitan Gramedia. Harganya Rp 145.000.

Gara-gara kamus itu, pengerjaan proyek ini pun berubah irama. Semakin lambat. Saya berusaha setia pada naskah asli Tuan Neruda. Tuan Stephen Tapscott ternyata lumayan banyak melakukan "pengkhianatan" yang manis. Semanis apapun, saya lebih memilih menciptakan "pengkhianatan" sendiri yang mungkin beda rasa manisnya. Tapscott misalnya kerap memenggal baris lalu memasukkan penggalan itu ke baris berikutnya. Ia juga kerap menghadirkan kata dalam bahasa Inggris yang memang bila dipilih kata padanan pertamanya kurang pas. Saya bagaimana pun tetap ada berpegang pada versi Inggris, sebagai rujukan awal.

Ada keasyikan yang luar biasa ketika saya bertemu kata "carnicero" yang oleh Tapscott dipadankan dengan "carnivorous". Apa pilihan saya? "merindu mangsa". Jauh ya? Ah, biar saja. Saya toh tidak harus bertanggung jawab kepada siapa-siapa. Saya suka sekali ketika menemukan padanan itu. Mencarinya saja susah. Ada beberapa pilihan sebelumnya: "haus darah", atau "lapar mangsa". Cobalah perhatikan baris utuhnya.

- dari hati yang mengejar, yang diam, merindu mangsa.
- del corazón que corre callado y carnicero. ("corazón" berpadan dengan "hati")
- as it runs, silents and carnivorous.
(kata "it" merujuk pada "heart" yang diletakkan di baris sebelumnya).

Soneta ke-71

Melintas dari duka ke nestapa di pulau-pulau cinta
dan mengakarlah akar karena tersirami airmata
dan tak ada yang bisa lepas menghindar, tak ada,
dari hati yang mengejar, yang diam, merindu mangsa

Kau dan aku mencari planet lain, lembah yang lapang
di sana garam tak akan pernah memerciki rambutmu
di sana duka tak akan tumbuh karena tingkahku
di sana roti selalu hangat tak pernah tumbuh kapang.

Planet berjalin bentang saujana dan lilit dedaunan
padang tandus, batu karang, buas tak tertundukkan
dengan tangan kami sendiri membangun kukuh sarang,

tanpa pedih duka, tanpa hati luka, tanpa ada kata
tapi itu tak seperti cinta, cinta adalah kota yang gila
di mana kerumun orang memucat di balkon-balkon.


Soneto LXXI

De pena en pena cruza sus islas el amor
y establece raíces que luego riega el llanto,
y nadie puede, nadie puede evadir los pasos
del corazón que corre callado y carnicero.

Así tú y yo buscamos un hueco, otro planeta
en donde no tocara la sal tu cabellera,
en donde no crecieran dolores por mi culpa,
en donde viva el pan sin agonía.

Un planeta enredado por distancia y follajes,
un páramo, una piedra cruel y deshabitada,
con nuestras propias manos hacer un nido duro,

queríamos, sin daño ni herida ni palabra,
y no fue así el amor, sino una ciudad loca
donde la gente palidece en los balcones.



Sonnet LXXI

Love crosses its island, from grief to grief,
it sets its roots, watered with tears,
and no one -- no one -- can escape the hearts progress
as it runs, silents and carnivorous.

You and I searched for a wide valley, for another planet
where the salt wouldnt touch your hair,
where sorrow's couldn't grow because of anything I did,
where bread could live and not grow old.

A planet entwined with vistas and foliage,
a plain, a rock, hard and unoccupied:
we wanted to build a strong nest

wiht our own hand, without hurt or harm or speech,
but love was not like that: love was a lunatic city
with crowds of peole blanching on their porches.