Saturday, April 30, 2011

Bosan jadi Amerika

 SUPERMAN akan menanggalkan kewarganegaraan Amerika. "Melelahkan, setiap aksi saya selalu ditafsirkan sebagai kebijakan Amerika," katanya dalam petikan panel komik terbarunya di atas. "Kebenaran, Keadilan, dan Cara Amerika' -- tak lagi cukup. Dunia telalu kecil. Segalanya serba-terhubungkan."

Wednesday, April 27, 2011

Sebuah sajak yang belum (tapi pasti akan) selesai

Dongeng-dongeng Kecil untuk Seseorang
yang Menulis Sajak dengan Huruf Kecil   


1. DIA, mungkin seperti Edison yang lain itu, lelaki sangat
penakut pada gelap, penderita rabun senja, insomnia akut,
dan tak pernah bisa merawat tomat. Atas nama ketakutan
dan kegagalan itu, dia bermimpi memuliakan tomat yang
berbuah cahaya, yang kebal hama, dan yang nanti ia tanam
di tiang-tiang yang tinggi di sepanjang jalan di kotanya.

Itu sebabnya dia mencintai lampu jalan dan tomat buah.

2. DIA, mungkin membayangkan dirinya sebagai saudara
ketiga Wright bersaudara, yang menulis dongeng tentang
manusia bersayap, tangan-tangan dan punggung udara,
yang menggendong dan dan ia tunggang. Dengan dongeng itu
ia sudah lebih dahulu terbang, dan pergi tak kembali,
dijemput oleh cuaca yang tak banyak bicara. Ia tak takut
pada rasa takut. Badai berlalu, pastilah itu, dan itu sebabnya
kemana pun badai pergi, ia selalu mengejarnya.

Itu sebabnya dia menyukai cuaca buruk di perjalanan udara.

3. AKU kira, dia menyimpan alamat rahasia Anne Frank, dan
diam-diam menjadi sahabat pena, saling mengirim dan menjawab
surat, lalu menyalinnya ke buku harian, atau sebaliknya.
Penderitaan seperti pandan berduri daunnya, tak akan sia-sia.
Tangan dan lidahmu mewangi ketika luka saat memetik dan
mengunyahnya. Dari tetes darah di luka akan tumbuh serumpun
pandan baru, begitulah selalu, begitulah selama kau percaya.

Itu sebabnya ia suka menulis-membaca puisi dan surat.

4.  DIA membenci cermin dan sangat ingin menggandakan diri,
menjadi seribu orang, lalu ia menjadi komandan pasukan rahasia
para penghancur cermin di seluruh dunia. Nanti diri ganda itu ia
pertahankan yang seorang, agar ada yang mengembari dia,
mengingatkan dia, menegaskan betapa ada dia, dan merapikan
rambut, mengaitkan kancing, dan menegakkan kerah bajunya.
 Dia dan dia, akan jadi penyabar, tak lagi galgal, dan tak lagi
bergantian bertanya, "Yang aku itu kamu atau aku?"


Itu sebabnya, ia tak menyukai sisir dan para pemarah.

5. KALAU ingin melarikan diri, dan itu sungguh perlu kita
lakukan sesekali, secara acak dia akan membeli tiket bioskop,
lalu menonton apa saja, bahkan sinema yang sudah ia saksikan
sebelumnya. Layar gambar, sorot sinar, aksi para pelakon,
adalah suaka yang sempurna karena itu cuma sementara, dan
di dalam gelap deretan kursi penonton itu, dia bisa menyendiri,
tak dikejar oleh sesuatu yang ia bayangkan, atau bayangan
sendiri yang datang dari sisa parunan, di jauh  kenangan.

Itu sebabnya ia menyukai film dan benci game online.

6. DIA menyanyi di mana saja. Hidup seperti adegan dalam
opera. Segala ucapan adalah lagu. Segala gerak jadi tari. Dia
menyanyi kapan saja, kecuali saat berhadap-hadapan dengan
buku: saat-saat ia saling baca, saling menebak dan ditebak,
saling menelanjangi  pikiran masing-masing. Di hadapannya,
apa saja bisa jadi buku, lalu ia sibak halaman-halamannya,
dia baca sampai ia temukan sesuatu tentang siapa dirinya.
Dia tak bisa menahan diri, jika berada di toko buku. Toko buku,
katanya, adalah tempat paling merdu. Setiap buku, seperti
menyanyi, memikat mata, mengikat minatnya untuk  membaca.
Dia paling suka membaca saat tidak mandi di kamar mandi.

Ia merasa boros dan tak biasa menyanyi di kamar mandi.

7.  PASANGAN paling sempurna, demikian selalu dia
bayangkan, adalah lelaki nelayan dan perempuan petani
sayuran. Ada sepetak kebun di sekeliling rumah panggung,
dan perahu di tambatan. Laut adalah halaman, tempat
Tuhan menebar benih ikan dan waktu membesarkannya,
Ia mahir menjalin bilahan bambu, menjadi beragam alat
tangkap. Istrinya terampil mengolah apa pun hewan laut
yang ia tangkap, mengolahnya dengan berbagai sayuran.

Itu sebabnya ia mencintai sayuran dan ikan laut.

[blog] siapakah hurufkecil?

hurufkecil (menurutnya sendiri, adalah) --- 1 – mencintai lampu jalan dan tomat buah. 2 – menyukai cuaca buruk di perjalanan udara. 3 - suka menulis-membaca puisi dan surat. 4 - tidak menyukai sisir dan para pemarah. 5 - menyukai film dan membenci game online. 6 – suka tidur berlama-lama setelah begadang berlama-lama. 7 – boros dan tak biasa menyanyi di kamar mandi. 8 – mencintai sayuran dan ikan laut. 9 – ingin punya anak kembar emas. 10 – bercita-cita bisa melukis tapi yakin tak bisa melukis. 11 – ingin punya jendela lebar di kamarnya. 12 – tak bermasalah jika ditanya–silakan tanya kalau masih mau tahu lebih banyak!

:: Maksud saya kunjungilah blognya ini, sesering-seringnya!  Tak ada ruginya.

Gurindam yang Belum Duabelas

LETIH mulut mengangai suap
Lidah melucah tak letih ucap

Menyemai tak sebenih pernah
Tebang sembarang semerambah

Kata berlumut di licinan mulut
Sebut tergelincirkan ke senyap

Yang ganjil mengganjal ginjal,
pun berpura-pura di paru-paru

Cari antara yang waktu dan ada
Jangan di petang salah-salahan

Tanya Ananda, Tanya Sukarlan!



Kawan, pianis dan komponis Ananda Sukarlan akan menjadi tokoh "Kompas Kita" Mei nanti. Dia ada menggarap komposisi musik dari beberapa sajak dari blog ini.

Silakan kirim pertanyaan Anda kepada Ananda lewat kompaskita@kompas.com. Cantumkan nama lengkap dan domisili (kota) Anda, yang nanti juga akan disebutkan saat Ananda menjawab pertanyaan Anda.

Email Anda ditunggu sampai 6 Mei 2011. Ayo, ajukan pertanyaanmu.

Sumber: e-mail chendra panatan  - ycep@yahoo.com 

 

Tuesday, April 26, 2011

Fajar Semalam

Sajak Octavio Paz

RAMBUTMU tersesat di hutan,
kakimu menyentuh kakiku.
Dalam tidur, kau lebih besar daripada malam,
tapi mimpimu menyeluruh di ini ruang.
Berapa banyak kita, orang kecil ini!
Di luar taksi laju berlalu
penuh berpenumpang para hantu.
Sungai yang arusnya berlari
senantiasa ia
mengalir kembali.
Apakah esok, hari lain 'kan menjadi?

Bertemu Januari di April

BAGI saya, sebutlah saya seorang narablog, bertemu sebuah blog yang bagus itu seperti tersesat ke sebuah taman bunga. Saya pasti akan sering berkunjung ke sana, dan tentu di kali lain itu, saya tidak tersesat lagi. Saya - sebagaimana para narablog lain, sesekali mengajak orang lain juga menyesatkan diri ke taman bunga itu.

Hari ini, saya temukan blog Januari Jerami. Sebuah blog yang diuraikan oleh Asmi Norma Wijaya pemiliknya dengan kalimat ini: Puisi dan cerita dan sebagainya tak akan pernah cukup, seperti bulan Januari yang mempertemukan aku pada nasib di tumpukan jerami. Apa alasan saya untuk tidak kembali ke taman bunga eh blog ini?

Saya Bantu, Tuan Octavio!

Paz dan Borges
BEGITU menginjak dewasa, saya telah menulis novel dan tidak pernah berhenti menulisnya. Ambisi saya adalah menjadi seorang penyair - dan tidak lain dari seorang penyair.  

Dalam buku yang saya tulis dalam bentuk prosa, saya menulis betapa saya bermaksud mengabdi pada dunia perpuisian, membuat pembelaan, pembenaran, dan mempertahankannya, menjelaskannya kepada orang lain, dan kepada diri saya sendiri. 

Segera saya memahami, bahwa mempertahankan puisi - yang dianggap rendah dalam abad kita ini - ternyata tak dapat dipisahkan dengan mempertahankan kebebasan atau kemerdekaan kita. Itulah sumber dari minat saya dalam persoalan-persoalan sosial-politik yang telah menertawakan jaman kita ini - Octavio Paz



Saturday, April 23, 2011

Dipilih, Dipilih!

SENI itu pilihannya: plagiat atau revolusi - Paul Gauguin

Friday, April 22, 2011

Cari Aku di Masjid

CARI aku di masjid, bersujud tanpa sajadah, di fajar yang basah.
Sepayah inikah doa? Terucap di lidah yang seakan hendak pecah?

CARI aku di masjid, duduk di antara magrib dan isya, dengan
kitab kecil terbuka, tepat di ayat yang sangat ingin kumengerti

Thursday, April 21, 2011

Dustailah Kami, Wahai Para Pendusta!

SENI adalah dusta yang membuat kita menyadari kebenaran - Pablo Picasso


Possibilities


by Wislawa Szymborska

I prefer movies.
I prefer cats.
I prefer the oaks along the Warta.
I prefer Dickens to Dostoyevsky.
I prefer myself liking people
to myself loving mankind.
I prefer keeping a needle and thread on hand, just in case.
I prefer the color green.
I prefer not to maintain
that reason is to blame for everything.
I prefer exceptions.
I prefer to leave early.
I prefer talking to doctors about something else.
I prefer the old fine-lined illustrations.
I prefer the absurdity of writing poems
to the absurdity of not writing poems.
I prefer, where love's concerned, nonspecific anniversaries
that can be celebrated every day.
I prefer moralists
who promise me nothing.
I prefer cunning kindness to the over-trustful kind.
I prefer the earth in civvies.
I prefer conquered to conquering countries.
I prefer having some reservations.
I prefer the hell of chaos to the hell of order.
I prefer Grimms' fairy tales to the newspapers' front pages.
I prefer leaves without flowers to flowers without leaves.
I prefer dogs with uncropped tails.
I prefer light eyes, since mine are dark.
I prefer desk drawers.
I prefer many things that I haven't mentioned here
to many things I've also left unsaid.
I prefer zeroes on the loose
to those lined up behind a cipher.
I prefer the time of insects to the time of stars.
I prefer to knock on wood.
I prefer not to ask how much longer and when.
I prefer keeping in mind even the possibility
that existence has its own reason for being.
 

Amsal Rawa

AKU merindukan lebak
      gambut yang lembab dan sesak

Ini sakit yang menjebak

Tapi aku sudah pandai menebak
       sudah mahir mengelak

Sudah kuasa menolak

Amsal Selimut Bekas

SELIMUTKAN aku, Sayang

Dengan hangat sehijau Kermit,
karena aku pernah sudah
terbuang sebagai sebuah sia-sia

Sayang,
selimutkan aku ke dinginmu!

Harumlah Namanya

 
KARTINI membuktikan satu hal yg mungkin klise: pena bisa jadi lebih tajam daripada pedang, lebih jauh melesat daripada peluru!

KARTINI membuktikan satu hal: menulis, walau itu hanya surat, ditujukan pada satu orang, bisa jadi inspirasi sebuah bangsa!

KARTINI mengajarkan satu hal: kau boleh saja tunduk, tapi jangan pernah menyerah, jangan berhenti menggugat dan menggugah!

KARTINI meneladankan satu hal: jika ada yg layak kau perjuangkan, berjuanglah, tak harus kau yg menikmati hasil perjuangan itu!

Wednesday, April 20, 2011

Yang ada di dalam Jiwa Manusia

IKAN di dalam air sunyi, hewan di darat berisik, burung di udara bernyanyi. Tapi manusia di dalam dirinya menyimpan sunyi lautan, berisik bumi, dan musik di udara - Rabindranath Tagore  






Itulah yang Dilakukan Puisi!

SATU-SATUNYA hal yang bisa menyelamatkan dunia adalah pemulihan kepedulian pada dunia. Itulah apa yang diperankan oleh puisi - Allen Ginsberg 

NIVEAU di balik HERMENEUO

SEORANG penyair muda dan mahasiswa psikologi Undip Semarang menulis telaah lumayan panjang (dan tajam) berjudul Coretan Kecil Psikologi Gurindam Hasan Aspahani.
  
"Akan diujicobakan bagaimana genetika dalam sebuah hermeneutika puisi berjudul Gurindam karya Hasan Aspahani seorang penyair dan ahli pelekuk kata ternama," katanya.  Selangkapnya, baca di sini.



Wajah, Matahari, dan Bayangan Whitman

TETAPLAH wajahmu menantang ke arah matahari -  dengan demikian bayanganmu akan tetap berada di belakangmu - Walt Whitman 


Tuesday, April 19, 2011

Tangan dan Jiwa, Leonardo!

KETIKA jiwa tidak ikut terlibat kerja dengan tangan, maka ketika itu tidak ada seni - Leonardo da Vinci

Potret Diri Leonardo da Vinci

Sabda 15 Menit Warhol untuk Briptu Norman

Ilustrasi oleh Dalbo

Oleh Hasan Aspahani

DI masa depan, setiap orang akan jadi pesohor dunia selama 15 menit. Andy Warhol menulis kalimat itu dalam katalog pamerannya di Stockholm, Swedia, 1968. Kutipan ini - dikenal dengan "keterkenalan 15 menit" - lantas menjadi olok-olok klise tentang apa arti "terkenal" atau "populer" khususnya ketika ia berkelindan dengan budaya-pop.

Apa sebenarnya yang dimaksud Warhol? Apa sebenarnya terkenal itu? Ia bicara tentang peluang siapa saja bisa menjadi terkenal, dalam budaya pop yang memang tak berhasrat pada kedalaman hakikat, pada penggalian makna. Pop adalah budaya yang dangkal yang hanya bermain di kulit permukaan. Karena itu tak akan bertahan lama.


Yang terkenal, segera akan ditiru. Budaya pop memang mengandalkan peniruan yang massal. Yang terkenal segera ditimbun oleh penduplikan, bahkan pemalsu yang membuat keterkenalan siapapun tak akan bertahan lama. "Siapa saja harus menjadi siapa saja saja," kata Warhol, di tahun-tahun sebelum 'kaidah 15 menit' itu.

Apakah itu yang namanya budaya pop? "Ya, (budaya pop) itu adalah penyerupaan pada segala hal," katanya.

Dan itu membosankan! Warhol sendiri bertahun kemudian muak dengan apa yang ia katakan sendiri. Di tahun 1979, ketika televisi dan media, mewujudkan apa yang ia ramalkan dulu ia sudah bicara lain. "Saya bosan dengan kalimat itu. Saya tak pernah gunakan lagi. Saya punya kalimat baru, dalam 15 menit siapa saja akan menjadi terkenal!"
 
Lagi-lagi Warhol benar. Sekarang, betapa mudahnya siapa saja menjadi terkenal. Berbagai medium baru tersedia dan terbuka untuk dimanfaatkan oleh siapa saja. Tapi kemudian, betapa mudahnya keterkenalan itu lindap, dan lalu padam.

*

Kita pun mengenal nama-nama Sinta dan Jojo, dan baru-baru ini Briptu Norman Kamaru. Medium itu bernama YouTube, sebuah situs kongsi-video. Siapa saja bisa merekam gambar apa saja, lalu mengunggahnya di YouTube. Lalu menyebarlah apa yang divideokan itu, menjadi tontonan, menjadi pergunjingan, memenasarankan orang banyak, menjadikan siapa yang ada di video itu tiba-tiba terkenal, menjadi pesohor.

Chad Hurley, Steve Chen, dan Jawed Karim, tiga pendiri YouTube di tahun 2005 itu, mungkin tak akan mengira medium yang mereka ciptakan berkembang sejauh ini sekarang. Ketiganya saat itu adalah karyawan baru di PayPal, perusahaan e-komersial, yang besar dengan konsep transaksi keuangan lewat internet.

Dari mana ide YouTube terbit? Inilah kisah yang paling sering dikutip. Chad yang desainer itu bersama Steve - yang seperti Jawed menguasai ilmu komputer - menggelar pesta di apartemen Steve. Jawed tak hadir dan tak percaya kedua kawannya semalam bikin pesta. Chad dan Steve lantas berpikir seandainya video yang mereka rekam bisa ditampilkan di sebuah situs, Jawed tinggal mereka minta untuk mengklik saja.

Apa yang pertama kali disiarkan di YouTube? Bukan rekaman pesta di apartemen Chad, tapi Jawed yang sedang liburan di kebun binatang San Diego. Video yang tepatnya diunggah pada tanggal 23 April 2005 masih bisa ditonton sampai hari ini. Apa yang ditampilkan di situ, sangat tidak penting. Siapa saja bisa melakukannya.

Dan begitulah konsep awal YouTube. Broadcast Yourself! Siarkan dirimu Sendiri! Apa yang disiarkan?  Apa saja! Bahkan kualitas gambar pun tidak penting. Teknik menggunakan kamera? Ah lupakan saja! Yang penting rekam dan siarkan dirimu sendiri.  Keisengan ini diendus oleh perusahan permodalan sebagai bisnis yang menjanjikan. 11,5  juta dolar AS pun digelontorkan.

Dan dunia yang kecanduan untuk tampil, menemukan mediumnya: YouTube! Sejak diperkenalkan pada bulan Mei 2005, enam bulan sebelum resmi diluncurkan, situs ini berkembang pesat. Tahun 2006 secara resmi disebutkan lebih dari 65 ribu video baru diunggah setiap hari. Yang menonton berapa banyak? Setiap hari 100 juta video ditonton.

Saya kira hanya suatu kebetulan jika batas durasi video yang boleh ditampilkan di YouTube adalah 15 menit! Dan itu sudah cukup untuk membuat siapa saja menjadi terkenal. Persis seperti yang dulu diramalkan lagi oleh Andy Warhol.

*

Kliklah YouTube. Carilah video dengan kata kunci "keong racun". Ada banyak sekali video yang serupa dengan Sinta dan Jojo ditemukan. Ada versi pekerja migran yang direkam dan diunggah entah di negara mana, versi lucu-lucuan ala Fitri Tropica dan Ayu Laksmi, versi banci salon, hingga versi Teamlo. Peniruan adalah lazim saja. Tak ada esensi. Segalanya dibuat demi tontonan dan hiburan. Dan mungkin si peniru itu sebentar saja dan memang cuma sebentar ikut meraih keterkenalan. Lalu, segera saja itu berlalu.

Begitulah juga Briptu Norman Kamaru, anggota polisi dari satbrimob kita nun di Gorontalo sana. Ia terkenal. Diminta hadir nyaris di semua acara televisi yang memerlukan bintang tamu. Di minta mengulangi  gayanya menirukan aktor-biduan  Bollywood yang ia gemari. Orang yang sudah lebih dahulu terkenal pun ikut-ikutan meniru briptu kita ini.  Kita tunggu sebentar lagi, pasti akan banyak penirunya.  Atau mungkin sudah ada.  Saya malas melacaknya. 

Sampai kolom ini saya tulis, setengah bulan setelah ia diunggah pertama kali pada tanggal 3 April lalu, video Briptu Norman”menggila”  - inilah kata yang dipakai oleh si pengunggah untuk menjuduli video -  di YouTube itu sudah diakses  satu juta kali lebih.  Tepatnya 1.133.549 kali!

Ada efek viral yang saya kira perlu diteliti lebih jauh oleh para pakar-pakar rekonstruksi sosial untuk menjelaskannya. Efek yang sama dinikmati oleh Justin Beiber, yang menjadi bintang pop dunia pada usia dini dan itu dipercepat oleh YouTube. 

Tidak semua yang diunggah di YouTube itu dengan serta-merta membuat seseorang menjadi terkenal.  Jauh sebelum video Briptu Norman hadir di YouTube, seorang kawan menampilkan video saya baca puisi di  Graha Bakti Budaya, di komplek Taman Ismail Marzuki. Tepatnya di tahun 2007. Terkenalkah saya dibuatnya?  Sama sekali tidak. Sampai saat ini video itu baru diakses tak lebih dari 2.500 kali. Memalukan! Kenapa hanya segelintir orang yang mengklik unggahan itu? Saya kira karena puisi bukan bagian dari budaya pop.  Syukurlah,  jika itu alasannya, saya ikhlas untuk tidak terkenal.  Apalagi cuma terkenal  lewat jalan pintas “15 menit”, dan hanya bertahan selama “15 menit”. []












Toiletnya Siapa, Warhol?



Edward Smith: Anda ingin melihat karya Anda di sebanyak mungkin dinding rumah?
Andy Warhol: Ah, tidak, saya suka kalau karya saya dipajang di toilet.

* Dalam sebuah wawancara di Radio BBC 3, 17 Maret 1981.

Monday, April 18, 2011

Amsal Piano

KAMI bertemu di sebuah piano, di kantin mahasiswa.

Aku suka menyanyi di situ, lagu tentang lamunan, dan
kata semoga. Dia datang dengan mata yang berkata, "lagu
itu tak akan kubiarkan mengalun tanpa denting bunyi."

*

Kami kemudian sering bertemu di situ, di piano itu.

Tiap sebulan aku harus ke sana, menemui ibu petugas
loket pos, menguangkan wesel kiriman dan mengirim
kabar yang baik dalam surat rutin ke kampung halaman.

Dia sepertinya setiap hari ada di sana, membaca
novel berbahasa asing yang tebal sekali halamannya,
yang seakan tak pernah bisa ia tamatkan kisahnya.

*

Di piano itu, aku bernyanyi dan ia adalah denting bunyi

Hatinya yang kosong, sudah terbiasa dipenuhi sunyi
Hatiku yang kosong, tak bisa menolak denting bunyi

Maka, rasanya kami saling kehilangan, ketika kami
sama-sama menghilang: bersama kantin yang digusur,
koperasi mahasiswa yang tak lagi beranggota, kamar-
kamar asrama tua yang kini jadi pusat orang belanja.

*

Kami tak bertemu, di wisuda sarjana yang tak kami hadiri.

Amsal Maling

RUMAHMU markas pencuri juga kantor polisi

Aku datang melaporkan sakitnya kehilangan
dan menadahkan barang curian: hati sendiri
yang aku bawa lari, dari tempat di mana ia
seharusnya ada, pada siapa ia termiliki

*

Kamu dan aku - korban dan penjahat kambuhan
Bergantian mencuri dan lalu lekas melaporkan

Kita saling mengintai, menunggu kelengahan
Kita sengaja lalai, membiarkan siapa menyusup,
dan abai pada keamanan: pintu tak tertutup

*

Halaman rumahmu, hutan persembunyian, tempat
berbiak hewan-hewan: perasaan-perasaan liar
yang tidak pernah bisa sesifat saja aku jinakkan.

Amsal Sipir
Amsal Beras Wangi

Thursday, April 14, 2011

Amsal Beras Wangi

TUBUHMU beras wangi. Hatiku cawan retak, tak mampu menakar rindu, yang aku tahu tak pernah cukup, tapi entah berapa ia banyak.

Rambutmu serat suji. Di tanganku masih mengalir wangi, sejak kusela-selakan jemari, di lelapmu yang sunyi.

Matamu kelopak embun, selalu seperti tangis yang hendak dimulai. Aku tak pernah berani bertanya, sesejuk apa engkau berduka.

Wednesday, April 13, 2011

[Tadarus Puisi 039] Mempertanyakan Hidup, Mempertanyakan Mati

Ngaben
Sajak Pranita Dewi

1.
Hanya ada nyala, nyala, dan nyala
serta senja yang karam perlahan
di garis laut yang jauh: di sana,
matahari, lentera kekal itu, setia
menunggu abuku

Hidup yang baru saja kuakhiri akan menjadi
seperti mimpi yang selalu terlupakan
di pagi hari.

Kini kubiarkan jasadku bermukim di semesta
dan kutinggalkan semua, wahai kalian kawan
seperjalanan.

2.
Terberkatilah semua yang dikira orang mati!

Lihatlah,
mayat yang terbahak ini
tergeletak serupa batu cadas,
sendiri dan abai, hanya memandang ke atas
dan tak sekalipun mengerdip.

3.
Tulang belulangku, kawan setia semasa hidup dulu,
betapa lega mayat ini menuju keluluhannya
Sebab telah kuterima persembahan tanpa mata dan
telinga: ulat-ulat ulung ini.

kini galilah kenanganku dengan
mantra, wahai engkau yang gemar
hidup, dan katakan
padaku apa masih ada siksaan
bagi jasad muda begini?

4.
Sebab ini kali aku belum akan moksa: api
akan meyakinkan bahwa aku masih fana.

Kini mesti kukembalikan tubuh pinjaman
yang compang-camping ini
kepada abu dan debu.

2010-2011

Sajak yg baik bagi saya kadang adalah sajak yg membuat saya tergerak dengan sangat kuat untuk menulis sajak.  Itu yg saya rasakan saat membaca sajak Pranita Dewi  "Ngaben" di Kompas Minggu (3/4) lalu. Ini sajak yang baik. Sangat baik. 

"Ngaben", sedangkal pengetahuan saya, saya hanya tahu itu sebagai upacara pembakaran mayat. Di sajaknya Pranita memberi makna lain.

Sudut pandangnya unik: aku dalam sajak itu adalah si mayat yg sedang diupacarakan, mayat yang sedang dibakar. Sajak ini membongkar kelaziman konsep umum tentang hidup-mati, fana-baka, tubuh-ruh, suka-duka, pahala-siksa. Membuat kita merenung lagi.

Sajak ini juga bicara soal kesejatian, tanpa memaksakan konsep pribadi si penyairnya. Hidup yang baru saja diakhiri, hanya dikira orang mati, sebab ia belum ingin moksa. Hanya mengembalikan tubuh pinjaman ke abu dan debu.

Ada perumpamaan khas: garis laut yg jauh = horison; ulat-ulat ulung (yg kuduga ini adalah api) yg mengantarkan mayat menuju keluluhannya! Bukankah jika tidak dibakar, mayat dilumat ulat? Ulat-ulat unggul dalam "Ngaben" saya kira memang api. Entah, mungkin penyairnya bermaksud lain.

Kombinasi suasananya maut: senja, api menyala, matahari yg nyaris karam, "setia menunggu abuku".  Artinya? Proses membakar mayat itu sebentar saja: hanya sepenungguan matahari senja! []





 

[Tadarus Puisi 038] Maut dari Mata Monyet

RONGGENG MONYET
Sajak Goenawan Mohamad

Mungkin hanya dia yang tak tahu
apakah kematian itu;
seekor monyet kecil duduk
di atas kuda kayu,
di tepi jalan, bergoyang
tak putus-putusnya.

Tapi anak yang memegang ujung rantai pengikat itu tahu.

Semalam ia lihat Maut melintas,
di kardus-kardus di bawah jembatan.

Dan di sisa tikar, lelaki penyanyi
yang terbaring dengan sakit dada itu
melambainya.

Kematian, Nak, kata pengamen itu,
adalah suara pelan
yang sebenarnya ramah.
Dan aku tak punya pintu;
tak akan kukatakan, Tuan, jangan ganggu.

Tapi mungkin Maut lelah. Ia menghilang.

Meskipun dua sore kemudian, ketika hujan turun dengan badai,
dan dahan-dahan akasia kota patah, serentak,
seakan-akan cahaya petir menebasnya, ia kembali.

"Kita berkemas'" katanya.
Dan ia panggul si anak dan monyet kecil itu berlari
ke emper toko kaca.
"Kau akan masuk ke dalam cermin'" terdengar suaranya.

Tak lama kemudian monyet kecil itu pun melepas diri:
dari rantai. Ia Duduk di atas kuda kayunya,
melambaikan tangan.

Ia sendirian.

2011

Ini sajak ah lagi-lagi maut. Tak apa kan? Dlm upaya kita mengerti dan menghayati hidup, kita dipukau maut, yaitu ketika hidup selesai. Sajak ini, lagi-lagi unik, dan karena itu bernilai ia, karena maut ditinjau dari seekor monyet! Ada-ada saja kau, Penyair.

Lihat bagaimana keutuhan sajak dijaga. Kehadiran monyet dan kuda kayu terasa di awal hingga ke akhir sajak. Keutuhan terkawal. Di sisi lain, sajak harus membangun kepelikan. Karena utuh sajak memesona, karena pelik sajak menggoda ditelusuri.

Peristiwa dirangkai, dialirkan lancar, menjadi perlambang, menyarankan makna, atau pesan yang diinginkan ada. Maut, bukan tema yang baru. Menulis tentangnya, penyair dihadang tanya: kau mau omong apa lagi? Eh, tapi penyair yang baik selalu punya cara baru untuk itu. Ia memburu dan menciptakan itu.


Kenapa kita mudah terpukau pesona sajak pendek? Karena dia utuh! Makin panjang sajak keutuhan bisa jadi korban! "Ronggeng Monyet" tentu punya dua hal itu: keutuhan dan kepelikan! Ada lompatan, patahan dan tabrakan peristiwa. Meninggalkan kosong yg minta diisi.[]

Amsal Sipir

SEPI ini seperti sipir bengis! Ia menjaga
agar tak lari rinduku padamu, apa yang
kupenjarakan di hati berpatah jeruji ini

HATIKU ruang sempit, sel tak layak untukku:
narapidana tervonis tanpa saksi! Di sebuah
sidang dengan hakim dan jaksa: aku sendiri

[ Kolom ] 12 Kilo Berat Badan, Harganya Rp50 Juta

SAYA sedang bertaruh dengan Ditektur Utama PLN Dahlan Iskan. Kami buat taruhan itu Minggu lalu di Pekanbaru. Dia punya satu kebiasaan baru sekarang. Setiap kali dalam kunjungan kerja ke berbagai daerah dia akan mengajak orang PLN setempat jalan pagi. Ini bukan sekadar jalan pagi gembira atau jalan santai. Ini jalan pagi yang terukur dan ilmiah.

“Biasanya sebelum jalan saya bikin kuis. Pertanyaannya apakah olahraga itu?” kata Pak Dahlan di pintu masuk Hotel Aryaduta, di mana beliau menginap bersama istrinya yang juga ikut berjalan kaki. Waktu di jam tangan saya menunjukkan pukul 5.30. “Yang tahu jawabannya saya beri hadiah Rp50 ribu!”




Beberapa orang mencoba menjawab. Tidak ada yang benar-benar tepat, lalu Pak Dahlan menguraikan sendiri jawabannya. Olahraga itu, kata beliau, adalah menggerakkan badan dalam jangka waktu tertentu sehingga mencapai detak jantung 117 kali per menit.

“Berapa lama? Dengan pemanasannya, di mana saat itu tentu detak jantung belum mencapai angka tersebut, kira-kira kita harus berjalan cukup tiga puluh menit. Sebenarnya detak jantung 117 kali itu cukup sepuluh menit saja, tapi benar-benar nonstop, tidak boleh berhenti,” kata beliau.

Kami pun berjalan. CEO Riau Pos Grup, Pak Makmur, sudah membikin rute. Dari hotel kami berjalan ke arah Masjid Raya Pekanbaru yang dipuji oleh Pak Dahlan. Di halaman luas masjid itu, pada hari Minggu diramaikan oleh warga bersenam, juga suara anak-anak mengaji yang dipancarkan lewat pengeras suara. “Saya belum pernah melihat yang seperti ini di kota lain,” kata Pak Dahlan.

Dan jalan-jalan utama di Pekanbaru pada Minggu pagi itu juga ditutup bagi kendaraan. Maka, saya bayangkan pada tiap hari Minggu tumpah ruahlah warga Pekanbaru berolahraga, seperti Minggu lalu itu. Di trotoar jalan, saya melihat ada sekelompok pelajar yang menamakan diri Green Student memamerkan foto-foto lingkungan, dan mereka sempat pula mewawancarai Pak Dahlan.

Sampai di Masjid Raya, saya masih bisa menyejajari laju langkah Pak Dahlan. “Nah, kira-kira cepatnya seperti ini,” kata Pak Dahlan. Sampai di situ nafas saya sudah terasa ngos-ngosan.

Kami satu kelompok ramai juga. Ada sejumlah petinggi PLN Pekanbaru, dan dari kubu Jawa Pos Grup , selain Pak Makmur, ada isteri mendiang Pak Eric Samola yang akrab kami sapa sebagai Bu Eric, Dirut Jawa Pos Grup Zainal Muttaqin yang didampingi isrinya, juga Direktur Utama Jawa Pos Ratna Dewi yang selalu kami panggil Bu Weni, dan Pak Imawan Mashuri, bosnya jaringan televisi lokal di Jawa Pos Grup. Saya sendiri cukup nyaman berada di antara pembesar itu karena saya tidak sendiri, ada Pemred Riau Pos Raja Isyam Azwar yang menemani.

Rute jalan kaki kemudian memutar, kembali ke hotel. Nah, saya mulai tertinggal. Pergelangan kedua kaki saya mulai terasa sakit. Saya tahu kenapa, saya sudah kebanyakan beraktivitas, kedua kaki saya tidak biasa dengan aktivitas sebanyak pagi itu. Apa sebabnya? Bukankah ini aktivitas yang harusnya normal? Saya kok kalah dengan Pak Dahlan yang sudah 60 tahun, dan sudah ganti hati pula? Ah, saya tahu, berat badan saya berlebihan, 12 kilogram di atas normal. Dengan tinggi badan saya, idealnya saya hanya berbobot 70 kilogram. Saat ini berat badan saya 82 kilogram!

“Kalau Agustus nanti kamu bisa turunkan 12 kilo, saya kasih Rp50 juta,” kata Pak Dahlan menantang saya. Kami tos-tosan sebagai tanda taruhan dimulai! Empat bulan turun 12 kilogram? Tiga kilogram per bulan? Ah, saya kira saya bisa menang. Tantangan serupa juga diberi kepada GM PLN Riau yang badannya jauh lebih berat dari saya.

***

Lupakan soal taruhan – nanti saya kabarkan kalau saya sudah menang saja – sekarang mari kita cari tahu di mana ilmiahnya jalan kaki 30 menit dan mencapai detak jantung 117 kali per menit, yang dilakukan tiga kali seminggu sekurangnya, cukup untuk membuat jantung sehat? Sebagai orang yang sudah mendapat bonus hidup, saya yakin Pak Dahlan tak sembarangan percaya dan melakukan aktivitas jalan kaki yang sekarang jadi kebiasaannya. Saya menemukan jawabannya di buku “Sehat Itu Murah” Dr Handrawan Nadesul, yang diterbitkan Penerbit Buku Kompas.

Gerak badan yang berlebihan justru tak membuat orang sehat. Ini hasil penelitian Dr Kenneth H. Cooper. Dr Cooper yang mengenalkan latihan aerobik ala Cooper dan  merasa sangat bersalah karena banyak kawan dan sahabatnya meninggal karena jantung koroner akibat kebanyakan aerobik.

Ya, ternyata, aktivitas olahraga yang berlebihan – bukannya bikin sehat – tapi justru berefek buruk. Itu bikin radikal bebas meningkat dan inilah yang belakangan diketahui sebagai biang pencetus kanker, penyakit jantung koroner, penurunan sistem kekebalan tubuh, penyebab katarak, dan bikin orang lekas tua. Ada buktinya ini. Jim Fixx, sahabat Dr Cooper meninggal pada usia 52 tahun, akibat jantung koroner, dan pada saat itu dia masih aktif maraton, kira-kira setiap minggu bisa menempuh 100 kilometer.

Apa yang dilakoni Pak Dahlan dalam buku Dr Handrawan disebut brisk walking. Cukup dilakukan paling kurang tiga kali seminggu, dengan kecepatan jalan kira-kira dalam 30 menit untuk menempuh jarak 3,2 km. Bisa juga lebih lambat, jarak itu ditempuh dalam 40 menit, tapi kekerapannya ditambah, kira-kira empat kali seminggu.

Kenapa harus mencapai detak jantung 117 kali per menit? Itulah yang disebut target aerobik. Sasarannya bukan diukur dari lamanya gerak badan atau berjalan, banyaknya keringat yang keluar, atau jauhnya jarak yang ditempuh, tapi kecepatan detak jantung . Bukankah kita berolahraga terutama untuk menjaga kualitas jantung kita?

Dari mana angka 117 itu? Cara menghitungnya pakai rumus:  220-usia kita. Kalau saya 40 tahun saat ini, maka 220-40 adalah 180. Nah, saya cukup mencapai 65-80 persen dari 180 itu. Yaitu, antara 117 sampai 144 degup jantung per menit. Ya, betul, 117 adalah angka terendah. Dengan begitu, orang seusia saya bisa mencapai fitness point 15, dan itu sudah sangat cukup untuk membikin bugar. Untuk olahragawan yang harus bekompetisi, fitness point-nya tentu harus lebih tinggi.

Kadar latihan di atas adalah hasil penelitian Dr Cooper bertahun-tahun bersama timnya di Cooper Clinik & Institute for Aerobic Research. Efeknya juga ditemukan dalam riset panjang itu. Brisk walking terbukti menurunkan risiko stroke, diabetes, osteoporosis, hipertensi, penyakit paru-paru, dan menghindari kegemukan (Aha, catat! Ini yang saya perlukan!).

Kok bisa begitu? Bisa saja, karena brisk walking membuat otot-otor berelaksasi, kerja pompa jantung lebih giat, aliras darah di tubuh menjadi lebih deras, pipa-pipa pembuluh rambut kapiler tubuh yang sedianya menguncup jadi membuka, paru-paru bertambah mekar, dan yang lebih penting semua sistem organ dalam termasuk sistem kekebalan tubuh menjadi lebih giat bekerja.

Begitulah. Rasanya kalau pun nanti saya kalah taruhan, saya akan dapat hadiah tubuh dan jantung sehat dan itu harganya jauh lebih mahal daripada uang Rp50 juta. Sebentar. Rp50 juta? Hmm, sebenarnya banyak juga buat saya. []

Wednesday, April 6, 2011

[ Kolom ] Siapakah Hardi S Hood?

Oleh Hasan Aspahani

SIAPAKAH Hardi S Hood?  Pertama saya harus sebutkan bahwa dia adalah seorang kawan yang baik. Ah, tak sopan sebenarnya menyebutnya sebagai kawan, dia adalah abang yang baik. Sebagai kawan dia enak diajak berdiskusi.  Pikiran-pikirannya jernih, analisanya terhadap peristiwa aktual selalu tajam, dan yang menyenangkan adalah dia selalu menyampaikan dengan balutan humor yang segar. Dengan senjata humor itu, sepertinya, baginya tak pernah ada masalah yang terlalu berat dan tak bisa diselesaikan. Bukan, dia bukan orang yang tak serius. Dia sangat serius.  Selera humornya tak pernah bisa menutupi kadar intelektualitasnya.

Sebagai abang, dia bisa diandalkan. Dia selalu membantu di saat diperlukan. Dia bisa diandalkan pada saat-saat saya memerlukan bantuan mendadak, sesuatu yang sesungguhnya samat jarang saya lakukan.  Saya semakin lama semakin segan, untuk minta bantuan padanya, karena saya yakin terhadap orang lain pun dia akan begitu. Betapa repotnya dia. 
  


*

Siapakah Hardi S Hood? Dia adalah narasumber yang bermutu dan dapat diandalkan untuk mendapatkan komentar hebat menanggapi isu-isu lokal.  Hubungan kami terjalin pada awalnya dengan posisi kami masing-masing sebagai jurnalis dan narasumber.  Isu-isu hangat bisa ia tanggapi dengan baik.

Dan, baiklah, saya akan buka pengakuan tentang sebuah ‘skandal’ di antara kami.  Karena sudah demikian percaya, maka Hardi suatu hari pernah bilang, “kalau perlu komentar, awak tulis aja, pakai nama aku! Tak perlu wawancara,”  katanya.

Tentu saja saya tak boleh seceroboh itu. Saya selalu berusaha menghubungi dia di saat genting perlu narasumber dan saya jelaskan bahwa saya perlu dia untuk mengomentari suatu hal. Tapi, tetap saja, esok hari dia mengaku terkaget-kaget dengan ‘pendapatnya sendiri’ yang terpampang di koran saya. Kemewahan seperti ini tentu tak boleh saya gunakan sering-sering karena hanya akan menjerumuskan saya menjadi wartawan yang malas.  Ini bukan pemelintiran. Ini, ya itu tadi, adalah hubungan dengan tingkat kepercayaan tinggi di antara kami.

Saya akrab dengan dia, ketika perjuangan pembentukan provinsi Kepri sedang di puncak ombaknya.  Dia bukan tokoh sentral, tapi selalu berada di tengah pusaran peristiwa. Dia bukan aktor utama, tapi selalu menjadi saksi dan berada tepat di tengah-tengah kejadian penting, yang kelak akumulasinya membuat mimpi pembentukan provinsi Kepri terwujud.

Dialah ketua Badan Penyelaras Pembangunan Kepulauan Riau (BP2KR). Begitulah provinsi ini disiapkan. Kala itu sebuah lembaga sudah dibentuk untuk memikirkan bagaimana kelak pembangunan provinsi ini dibangun.  Saya ingat, BP2KR pernah bikin seminar dengan pembicara tokoh-tokoh hebat, dan kala itu kartun-kartun saya tentang pembentukan Provinsi Kepri  ikut dipamerkan.

*

Siapakah Hardi S Hood? Nah, ini yang hebat,  dia adalah kolomnis. Dan ini harus ditulis dengan garis bawah tebal.  Menulis bukanlah pekerjaan popular di masyarakat kita.  Menulis adalah ‘momok’ yang harus dihindari dan ‘musuh’ yang harus diusir.  Di tengah langkanya kebiasaan menulis itu, Hardi hadir sebagai penulis yang baik. Ini harus membuat iri para tokoh-tokoh kita. Sebagai orang yang hidup-mati dan cari makan di dunia tulis-menulis, saya membayangkan dan mendorong  semakin banyak orang menulis. Karena apa? Karena dengan begitulah peradaban terdokumenkan dan terabadikan.

Tulisan-tulisan kolom Hardi, menyosokkan dengan baik siapa dia: cerdas, realistis, taktis dan masuk akal. Dan semuanya itu kemudian ditampilkan dengan ruh humor yang kental, tanpa harus jatuh menjadi lelucon murahan, dengan kemampuan berbahasa yang harus dipuji. Ia menguasai dan bisa asyik bermain-main  dengan kata-kata untuk mencapai makna yang hendak ia sampaikan dalam tulisan-tulisannya.

Maka, di kolom-kolomnya kita bisa membaca dan tersenyum pahit membaca bagaimana ulah tim sukses, permainan undi nomor urut, kerepotan menghadapi serangan proposal, dan peristiwa-peristiwa nyata yang terjadi di jagad politik lokal. Hardi sangat tahu dan menguasai bahan tulisannya sebab dia mengalami sendiri lewat tangan pertamanya. Dia pernah menjadi pengganti Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Batam , ketika lembaga itu dirundung masalah. Dia pernah menjadi  calon bupati, dia pernah dijagokan jadi ketua salah satu partai besar, dan disebut-sebut pula namanya sebagai calon walikota Batam.

Kolom-kolomnya itulah yang dibukukan dalam “Menang Menanggung”. Sebuah buku yang dengan baik mencatat kilasan permenungan, pemikiran, olok-olok, dan kerisauan seorang Hardi S Hood, tentang dinamika politik lokal yang  sebagian besar ia rekam sendiri, langsung dengan mata kepalanya.

Kami pernah berdiskusi soal peluang dia menjadi ketua partai. Dia bilang, “kalau tak maju kita bukan takut kalah. Kalah sudah biasa, tak terkejut lagi kita. Kalau menang kita baru terkejut,” katanya. Perhitungannya mudah, kalkulasinya sederhana.  Kelak, memang seperti yang ia bayangkan itulah yang terjadi.

*

Siapakah Hardi S Hood?  Dia adalah ketua Dewan Pendidikan Kota Batam. Pendidikan adalah bidang yang mendapat banyak perhatiannya.  Di sekretariat  Dewan Pendidikan, kepada saya dia pernah memaparkan bagaimana guru-guru seharusnya bisa disejahterakan dan bisa karena itu bisa tunak mengajar dengan baik.

Ia banyak mengunjungi  negara-negara jiran dan belajar bagaimana pendidikan di sana diselenggarakan dengan menyelaraskan jalur resmi yang diselenggarakan pemerintah dan jalur swasta yang diupayakan oleh masyarakat.  Dia merangkum bandingan itu dan menandai banyak hal yang seharusnya bisa diselenggarakan di Kota Batam ini.

Konsep-konsep itu, serta  program yang sudah ia jalankan sebatas wewenang Dewan Pendidikan, pernah ia paparkan di hadapan Menteri Pendidikan Nasional dan sejumlah Dewan Pendidikan dari daerah lain.  “Boleh tahanlah, kita jadi contoh daerah lain,” katanya.

*

Siapakah Hardi S Hood?  Dia sekarang anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD)  mewakili Provinsi Kepri, provinsi yang ikut ia perjuangkan pembentukannya.  Nyamankan ia di lembaga yang mendudukkannya sebagai senator itu?  Tampaknya tidak.  Dia pernah bilang, lembaga itu cocok untuk orang-orang tua, pensiun, dan tak punya ambisi politik lagi. “Kalau kita ingin berkiprah di politik secara maksimal, DPD bukan tempatnya,” katanya.

Kita tahu DPD adalah lembaga ‘setengah hati’. Wewenanangnya tak sebesar ‘tetangganya’ DPR.  DPD hanya boleh mengusulkan, dan usulan itupun boleh saja diterima atau ditolak DPR.  Yang membesarkan hati dan membuat tidak jenuh, katanya, adalah kesempatan untuk melihat langsung bagaimana pelaksanaan otonomi – kata sakti yang sekarang kita harapkan bisa menjadi mantra menggerakkan pembangunan di daerah-daerah, yang diharapkan bisa mengobati kesalahan pembangunan sentralistik dahulu.

“Kalau begitu, tiap kali abang ke daerah-daerah itu tuliskanlah. Nanti saya terbitkan di koran kami,” kata saya.   Dia mengiyakan. Tapi, sampai hari ini dia belum menuliskan satu tulisan pun semasa dia menjadi senat.  Mungkin dia masih simpan, tapi saya yakin dia masih menulis dan kelak akan dia bukukan sebagai dokumen penting bukan hanya untuk kita di Batam dan Kepri, tapi juga untuk negeri ini.

:: Tulisan ini adalah pengantar untuk buku Hardi S Hood “Menang Menanggung” yang akan segera terbit.


     


Sunday, April 3, 2011

[ Kehidupan ] Dasar Falsafah Jawa

SEORANG kawan di milis alumni mengirimkan  sepuluh filosofi hidup orang Jawa.  "Sebagaimana sering diwejangkan orang tua," katanya.  Saya kongsi di sini, semoga bermanfaat untuk bahan memperbaiki diri kita.

1. Urip Iku Urup  - Hidup itu Nyala, Hidup itu hendaknya memberi manfaat bagi orang lain disekitar kita, semakin besar manfaat yang bisa kita berikan tentu akan lebih baik.

2. Memayu Hayuning Bawono, Ambrasto dhur angkoro - Manusia hidup di dunia harus mengusahakan keselamatan, kebahagiaan dan kesejahteraan; serta memberantas sifat angkara murka, serakah dan tamak.

3. Suro Diro Joyoningrat, Lebur Dening Pangastuti - Segala sifat keras hati, picik, angkara murka, hanya bisa dikalahkan dengan sikap bijak, lembut hati dan sabar.

4. Ngluruk Tanpo Bolo, Menang Tanpo Ngasorake, Sekti Tanpo Aji-Aji, Sugih Tanpo Bondho - Berjuang tanpa perlu membawa massa; Menang tanpa merendahkan atau mempermalukan; Berwibawa tanpa mengandalkan kekuasaan, kekuatan; kekayaan atau keturunan; Kaya tanpa didasari kebendaan.

5. Datan Serik Lamun Ketaman, Datan Susah Lamun Kelangan - Jangan gampang sakit hati manakala musibah menimpa diri; Jangan sedih manakala kehilangan sesuatu.

6. Aja Gumunan, Aja Getunan, Ojo Kagetan, Ojo Aleman - Jangan mudah terheran-heran; Jangan mudah menyesal; Jangan mudah terkejut; Jangan mudah kolokan atau manja.

7. Ojo Ketungkul Marang Kalungguhan, Kadonyan lan Kemareman - Janganlah terobsesi atau terkungkung oleh keinginan untuk memperoleh kedudukan, kebendaan dan kepuasan duniawi.

8. Ojo Keminter Mundak Keblinger, Ojo Cidra Mundak Ciloko - Jangan merasa paling pandai agar tidak salah arah;Jangan suka berbuat curang agar tidak celaka.

9. Ojo Milik Barang Kang elok, Aja Mangro Mundak Kendo  - Jangan tergiur oleh hal-hal yang tampak mewah, cantik, indah; Jangan berfikir mendua agar tidak kendor niat dan kendor semangat.

10. Ojo Adigang, Adigung, Adiguna  - Jangan sok kuasa, sok besar, sok sakti.

Saturday, April 2, 2011

Apa yang Tak Mungkin Diwujudkan

Sajak Edgar A Guest

MEREKA bilang itu tak mungkin diwujudkan
      Tapi engkau dengan menyimpan tawa akan menjawab
bahwa "mungkin itu memang tak mungkin," tapi engkau
      tak akan mengatakan itu sampai engkau mencoba.
Maka engkau hadapi dengan segaris senyuman di wajahmu.
      Engkau ragu dan cemas untuk mewujudkan itu.
Tapi, engkau mulai bernyanyi dan engkau datangi yang
      tak mungkin itu, lalu engkau mulai bekerja.

Mereka mengejek: "Oh, kau tak akan pernah bisa;
     Terbikti sudah, tak ada yang pernah bisa";
Tapi engkau buka jaketmu, dan engkau gantung topimu,
     Dan lihatlah, engkau mulai mengerjakannya,
Dengan tengadah dagu, dan sedikit seringai,
      Tanpa keraguan, tak hirau pada cemoohan
Tapi engkau mulai bernyanyi dan engkau datangi
      yang tak mungkin itu, lalu engaku kerjakan.

Ribuan orang bilang itu tak mungkin dilakukan,
      Ribuan orang meramalkan kegagalan;
Ribuan orang - satu per satu - mengatakan padamu
      Bahaya yang menghadang untuk menggagalkan engkau.
Tapi hadapi saja dengan segaris senyuman,
      Gantung jaketmu dan hadapi tantangan itu;
Mulai bernyanyilah, raih apa yang "tak mungkin itu",
      dan engkau yang akan mewujudkannya.

IT COULDN'T BE DONE
by Edgar A. Guest

Somebody said that it couldn't be done,
    But he with a chuckle replied
  That "maybe it couldn't," but he would be one
    Who wouldn't say so till he'd tried.
  So he buckled right in with the trace of a grin
    On his face. If he worried he hid it.
  He started to sing as he tackled the thing
    That couldn't be done, and he did it.

  Somebody scoffed: "Oh, you'll never do that;
    At least no one ever has done it";
  But he took off his coat and he took off his hat,
    And the first thing we knew he'd begun it.
  With a lift of his chin and a bit of a grin,
    Without any doubting or quiddit,
  He started to sing as he tackled the thing
    That couldn't be done, and he did it.

  There are thousands to tell you it cannot be done,
    There are thousands to prophesy failure;
  There are thousands to point out to you one by one,
    The dangers that wait to assail you.
  But just buckle in with a bit of a grin,
    Just take off your coat and go to it;
  Just start to sing as you tackle the thing
    That "cannot be done," and you'll do it.

Friday, April 1, 2011

Selalu Ada Sesuatu untuk Kau Kerjakan

 Sajak Edgar A. Guest

SELALU akan ada sesuatu untuk kau kerjakan, Anakku;
   Selalu ada saja kesalahan untuk jadi benar;
Selalu akan ada yang diperlukan, agar menjadi lelaki,
   Dan lelaki tak pernah takut berkelahi.
Selalu akan ada kehormatan untuk dijaga, Anakku;
   Selalu akan ada bukit untuk kau daki,
Dan tugas untuk ditunaikan, dan pertempuran baru
   Dari saat ini hingga akhir waktu nanti.

Selalu akan ada bahaya menghalangi, Anakku;
   Selalu ada sasaran untuk kau capai;
Lelaki harus mencoba, ketika jalan bercabang
   Dan ia diuji dengan pilihan yang ia tetapkan.
Selalu akan ada beban untuk ditanggung, Anakku;
   Selalu ada saatnya engkau merunduk berdoa;
Selalu akan ada air mata di tahun-tahun nanti,
   Ketika orang terkasih pergi tak kembali

Selalu akan ada Tuhan yang melayani, Anakku,
   dan selalu ada Bendera gagah berkibar;
Mereka menyerumu seiring hidup ini berlalu
   demi keberanian dan kekuatan dan cinta.
Maka ada yang aku mimpikan, Anakku,
   Dan itu kumimpikan sejak kau mulai hidupmu:
Bahwa apapun terjadi, bila dunia renta ini memanggil,
   maka yang datang adalah tegar seorang Lelaki. 

 

Poem by Edgar A. Guest

There will always be something to do, my boy;
    There will always be wrongs to right;
  There will always be need for a manly breed
    And men unafraid to fight.
  There will always be honor to guard, my boy;
    There will always be hills to climb,
  And tasks to do, and battles new
    From now till the end of time.

  There will always be dangers to face, my boy;
    There will always be goals to take;
  Men shall be tried, when the roads divide,
    And proved by the choice they make.
  There will always be burdens to bear, my boy;
    There will always be need to pray;
  There will always be tears through the future years,
    As loved ones are borne away.

  There will always be God to serve, my boy,
    And always the Flag above;
  They shall call to you until life is through
    For courage and strength and love.
  So these are things that I dream, my boy,
    And have dreamed since your life began:
  That whatever befalls, when the old world calls,
    It shall find you a sturdy man.

Siapa Saja yang Membangun Kebun

Sajak Douglas Malloch  

SIAPA saja yang membangun kebun
ia tidak akan bekerja bersendirian;
hujan selalu saja datang bertandang
matahari tahu kapan ia harus datang,
Dan angin berhembus dari seberang
membantu menebarkan benih bijinya;
Siapa saja yang membangun kebun
Ada semua bantuan yang ia butuhkan

Siapa saja yang membangun kebun
seharusnya tak pernah mengeluh,
Karena ada kawan seperti matahari
seorang kawan seperti curah hujan
seorang kawan seperti hembus angin
yang membantu dia di lahannya
dan seseorang seperti seorang Bapak
yang memberi dia tanah kebun itu.

Siapa saja yang membangun kebun
dia punya, oh, banyak sekali kawan;
Kegemilangan waktu pagi hari
embun ketika terang hari berakhir.
Juga hujan dan angin dan matahari
dan embun dan subur hampar rerumputan;
Dan dia yang membangun kebun, ia
bekerja berjalin tangan, dengan Tuhan.