IA memanggul cangkul kayu, tegap melangkahi pematang,
di depan: ayahnya, bayang-bayang menaungi dari matahari.
Ada pesawat melintas tinggi, terbang jauh di langit pagi.
"Kalau pesawat itu jatuh ke sawah kita...." ia ingin bicara
kepada ayahnya. Tapi, ah, bayangan itu pun tak pernah
sampai di genangan sawah, di antara batang-batang padi.
Ia lalu asyik mengerat pelepah pisang jadi pesawat terbang.
Kelak tak banyak lagi sawah. Tak ada lagi bocah dan petani.
Hanya bandara. Ramai pesawat mendarat dan mengudara.
Dan potret lelaki muda sebagai porter pengangkut bagasi.
Ketika ada sebuah pesawat naas terjerembab ke sisa sawah,
si lelaki muda teringat apa yang dulu dia lempar-lemparkan:
Pesawat pelepah. Ia teringat almarhum petani, "Ayah, ayah..."