KAU tercekam dongeng hantu-hantu, arwah para penumpang
pesawat yang tumbang, ketika dua pramugari itu memeragakan
cara mengenakan pelampung. "Jangan cemas, sayang, kita
sedang naik permadani terbang," kataku. Kau makin bimbang.
Langit sedang hujankah? Lebat sekali. Kau masih bertanya.
Aku bercerita tentang penjual minuman bertabur kacang, di langit,
ia menyerut es batu. "Ketika mangkuknya pecah, maka butiran
es itu tumpah," kataku. Tapi kau bertanya, "Dan sirup merah
itu sewarna darah?" Ah, kuremasi cemas, kuratapi tiket murah.
"Penumpang yang terhormat, sebentar lagi pesawat mendarat."
Kita pun saling diam. Kau memejam. Mungkin sedang berdoa.
Aku melihat langit hitam. Seperti kuah rawon. Dan kita adalah
potongan daging. Atau taburan tauge. "Adalah apa?" tanyamu.
"Tidak. Sebentar lagi kita mendarat (dengan selamat)," jawabku.