Syair untuk Lagu Dangdut
bagi Penyair Patah Hati
/1/
aku patah hati, katamu, bukan
dalam bait puisi. Aku mendengar
kau mengatakannya, sambil
berhmm-hmmm sebait syair lagu
dangdut, yang sangat kau gemari,
yang sering kau nyanyikan kalau
sedang patah hati.
+ omong-omong sudah berapa kali
kau patah hati?"
- jangan omong-omong begitu, aku
mau jawab kalau kau bertanya
sudah berapa kutulis puisi...
tapi aku tak bertanya lagi,
karena bagiku, penyair patah hati
lebih jelek daripada penyanyi
dangdut sakit hati. Ingat lagu
yang baitnya berbunyi: ...daripada
sakit hati, lebih baik sakit
gigi... Nah, apa penyair pernah
membuat pilihan lain selain sakit
hati? Pernahkah penyair
membandingkan sakit hati karena
patah hati dengan sakit dan patah
yang lain, patah tulang misalnya?
Penyair yang patah hati
akan menikmati sakitnya. Ini
berbahaya, sangat berbahaya,
saudara.
/2/
aku masih patah hati, katamu
lagi. Mungkin masih patah pada
hati yang sama. Tapi kali ini
dengan lagu dangdut yang berbeda.
Lagu dangdut yang jujur belaka
tanpa bungkus kemasan metafora.
tanpa kelok belok makna. Sakit
hati ya sakit hati saja. Aku
ingat sebagian baitnya..
hancurlah harapanku, oh hancurlah
harapanku... Oh, betapa
sedihnya, o betapa teririsnya.
Sambil nyaris meneteskan air
mata, aku masih sempat tergoda
untuk bergoyang mengiringi irama
gendang yang seperti selalu
membayang ketika lagu itu
berkumandang.
+ Kau sebaiknya jadi penulis
lagu dangdut sajalah, wahai
Penyair...
- Ogah, mendingan begini saja.
Lagi pula, apa bedanya penyair
dan penggubah lagu dangdut?
Wah, gawat-gawat, Saudara. Karena
patah hati, dia tak tahu lagi
membedakan antara puisi dan syair
lagu dangdut kegemarannya.
Nov 2003