NAH, akhirnya dia patah hati juga. "Betapa nikmatnya, Saudara.
Ini patah hati yang langka, lho.." katanya. Sakit yang dia lacak
jejaknya kemana-mana, akhirnya datang sendiri mencuri
rintih sembunyi. "Asyik," katanya, "sepertinya saya akan betah
diam di sini." Dia sebenarnya sudah bersiap pergi lagi. Dari rumah
ke rumah, bertanya kepada semua penghuni, "Adakah aku yang
tertinggal di sini?" Tentu saja, tak ada jawabnya. Di dadanya,
menerowong pintu guha. Gelap. Langkah datang mengendap-endap.
NAH, akhirnya dia masuk juga ke situ. Berkunjung ke tempat
yang dulu begitu akrab dengan kaki-kakinya. "Jejakku sendirikah
yang merebak baunya di lorong-lorong tak bercahaya ini?" katanya
kepada gema yang kali ini malah balik betanya: "Kau siapa? Kok
berani-beraninya bertanya?" Dia pun tertawa-tawa, langsung lupa dengan
patah hatinya. Ya, katanya dalam hati, kali ini aku pasti tak salah lagi.
Sejak itu, dia pun tak pernah keluar lagi. Ada yang bilang dia sedang mati,
"Tidak, dia sudah tertidur, dan asyik mimpi menulis puisi lamaaa sekali."
Nov 2003