Sunday, November 2, 2003

[Ruang Renung # 22] Apa yang Bisa Diberikan Puisi?

Manusia terus mengolah pikir dan rasa. Salah satunya bercabang pada keindahan seni. Ada musik yang menata bunyi hingga membuai telinga. Dan seni lainnya. Dan ada puisi, seni yang mengolah daya dan keindahan bahasa. Kenapa kemudian bertanya, "apa yang bisa diberikan oleh penyair dan puisinya?"



Sebaliknya bertanya saja, "apa yang bisa kita ambil dari sajak-sajak Chairil Anwar dan Walt Whitman? Dari Taufik Ismail hingga Arthur Rimbaud? Dari sajak Lorca hingga Rendra? Dari sajak-sajak Sutardji hingga Rumi?



Puisi memang tidak akan bisa menyelesaikan seluruh persoalan hidup manusia. Tapi bukan berarti, puisi baru ikut dihadirkan setelah seluruh persoalan hidup selesai, kan? Puisi juga tidak akan membuat orang yang lapar menjadi lupa akan makanan. Tapi bukan berarti puisi itu hanya untuk mereka yang kekenyangan. Puisi bisa jadi apa saja. Puisi-puisi dari penyair Wiji Thukul yang banyak menyuarakan suara buruh yang tak beruntung jauh lebih keras dan lama (mungkin kelak abadi) terdengar, dibandingkan dengan suara protes dari ribuan mulut yang berteriak hingga serak. Tapi apakah puisi itu menyelesaikan persoalan buruh? Tentu, berteriak sebagai protes atas ketidakadilan juga bukan sesuatu yang sia-sia.



Karena itu berpuisilah. Kita boleh menggelutinya setotal-totalnya. Kita boleh menikmatinya sesedap-sedapnya. Kita boleh sesekali menganggapnya nonsens dan tak peduli padanya. Puisi tidak akan berkurang kepuisiannya. Karena itu berpuisilah. [ha]