APA perlunya membaca buku puisi dan karya lain bagi penulisan puisi kita? Tidakkah nanti kita akan terpengaruh karya-karya yang kita baca? Pertanyaan pertama mestinya tak perlu diajukan lagi. Jawabnya: marilah kita belajar dari para penyair-penyair besar. Umumnya mereka adalah para pelahap buku yang rakus. Dalam suratnya kepada Kappus penyair muda yang bersurat-suratan dengannya, penyair Rainer Maria Rilke memberi contoh bagaimana buku mempengaruhinya. Hanya ada dua buku yang berpengaruh besar pada Rilke. Pertama kitab suci, dan buku karya penyair agung Denmark Jens Peter Jacobsen. "Keduanya ada di sini, disisiku saat aku menuliskan surat ini," ujar Rilke.
Lalu katanya, "kalau harus kusebutkan siapa yang memberi ilham esensi kreativitas terbesar bagiku, yang dalam dan tak habis-habis, hanya ada dua nama: Jacobsen, dan Auguste Rodin, sang pematung."
Ada yang bilang bahwa membaca dan menulis adalah proses yang sinambung, tak ada yang bisa kita hasilkan sebagai tulisan apabila kita tidak memasok bacaan ke dalam diri kita. Dan, kita tidak tergerak membaca kalau kita tidak mendesak diri kita untuk menulis. Bukankah mengamati perasaan, mengamati alam, mengamati gejala sosial yang hendak kita syairkan, pada hakikatnya adalah sebuah tindakan membaca juga? Membaca karya orang penyair terdahulu juga bermanfaat mengingatkan kita agar tidak sia-sia berkarya karena teranyata kita hanya terjebak pada pengulangan yang mestinya bisa kita hindari jika kita banyak membaca.
Tentang pengaruh bacaan terhadap karya perlu jawaban yang lain dan waktu yang lain untuk menguraikannya. [ha]