Saturday, October 18, 2003

[Ruang Renung # 3] Bahasa Puisi kok Rumit?

AH, puisi ini mau bicara apa? Rumit, aneh, gelap tak mudah dimengerti. Bagaimana menjelaskan ini? Wilayah kerja puisi memang bukan dunia praktis. Bahasa dalam puisi harus dibuat bermakna yang banyak arah, berlapis.



Jika dalam percakapan biasa kalimat, "aku lapar!" bermakna si pengucap sedang merasakan lapar dan mungkin ingin segera makan. Dalam puisi, kalimat yang sama bisa diartikan bahwa aku dalam puisi itu sedang mencari sesuatu, sedang kehilangan sesuatu, sedang menunggu sesuatu sekian lama. Bebas saja. Licencia poetica! Memang kata penyair Paul Valery puisi adalah sebuah dunia yang benda-benda dan makhluk di dalamnya atau lebih tepat imajinya punya kebebasan dan hubungan yang berbeda dari dunia praktis.



Kerja menyairlah yang memberi tenaga pada kalimat itu, memberi ruang yang lebih lega bagi penafsiran pada kata-katanya. Caranya, dengan mengerahkan seluruh perangkat bahasa syair yang ada, atau yang diciptakan sendiri oleh penyairnya. Tantangannya adalah, syair yang tersusun kalimatnya terjebak pada kerumitan, asal beraneh-aneh, tersesat dalam kegelapan bahasa. Atau sebaliknya terlalu cair, datar, dan tak menantang untuk dimultitafsirkan. Di antara dua jebakan itulah, puisi-puisi meniti. [ha]