Monday, April 19, 2004

[Ruang Renung # 73] Sang Mahapenyair





LALU lihatlah laut. Ia tidak sekedar gelora ombak. Tidak sekadar rumah bagi ikan dan hewan laut lainnya. Tidak sekadar tempat bagi kapal-kapal mengarung. Sang pencipta menyerahkannya kepada kita. Juga membebaskan kita memaknainya. Atau mengingkari. Tuhan tidak akan pernah menyesali. Ia sudah menggubah. Dan apa bedanya itu dengan puisi?



LALU lihatlah langit. Angin yang mengarak awan. Ada juga yang tersesat. Menyenggol daun yang memang sudah saatnya lepas dari tangkai. Lalu jatuh. Menyentuh pundak seseorang yang lewat di sana. Ada yang tersentuh dan memberi makna pada peristiwa sederhana itu. Dia menuliskan satu dua bait puisi. Yang dia lakukan sebenarnya adalah kepekaan menyalin sebuah puisi yang ditulis oleh Sang Mahapenyair. Bukankah kata Ralph Waldo Emerson, "hanya puisi yang mengilhami lahirnya puisi"? Bukankah kata Robert Browning, " Tuhan adalah dia yang Mahapenyair"?[hah]