Wednesday, April 21, 2004

Perlombaan Menulis Puisi

tentang Seorang Presiden






Sang penjaga kamar mayat

menulis sebaris kalimat:

Presiden adalah...(lalu

dia teringat, berpuluh mayat

tersimpan di ruang pendingin

tanpa nama, tak ada yang akan datang

menjemput, kecuali catatan sekadarnya,

sebab-sebab kematiannya). "Mereka

harus dimakamkan segera..."



Seorang penyiar radio digoda oleh

bait-bait puisi di benaknya. Lalu

dia menulis: Presiden adalah ...

(dia pun mengingat-ingat lagi,

kalimat-kalimat analisa para

pengamat yang dia wawancarai, dia

pun membayangkan lagi, wajah mereka

yang enggan menyebut nama sendiri,

yang berkata, "saya hanya menyimpan

satu suara, hanya satu suara, yang hendak

kuberikan nanti ketika kusebut sepasang

nama, nama yang tidak mengenal saya.

Setelah itu aku tak punya apa-apa."



Seorang anak TK, memainkan crayonnya

gambar manusia yang sangat sederhana.

Yang tidak merujuk ke siapa-siapa. Yang

tak bernama, dipenuhi seluruh warna.

Kepada ayahnya dia minta dituliskan

kata-kata: "Ini presiden kita..."

Ayahnya tertawa teringat puisi yang

hendak ditulisnya. Lalu berkata

kepada anakknya, "Aku kirim gambar

ini nanti ke panitia lomba mewarnai.

Semoga jurinya tidak buta warna."



April 2004