Thursday, April 26, 2007

[Ruang Renung # 192] Puisi yang Terbagus

PUISI yang terbagus, kata Goenawan Mohamad, tidak memberi petunjuk. Puisi yang terbagus hanya menghidupkan potensi yang baik dalam diri seseorang, pada saat ia tersentuh membacanya.

Puisi yang terbagus? Sedang puisi saja bisa diibaratkan dengan banyak hal. Tak ada yang paling benar. Puisi terbagus? Ya, sebab kelenturan batasan puisi memungkinkan siapa saja merasa bisa menuliskannya. Semua berhak menyebut apa yang dia tulis dengan niat menulis puisi itu sebagai puisi. Tapi, tidak semua puisi berhasil. Artinya ada puisi gagal. Pasti ada puisi yang buruk, dengan begitu tentu ada juga puisi yang bagus. Ada pula puisi yang terbagus.

Puisi yang terbagus, kata Goenawan Mohamad, tidak memberi petunjuk. Bagaimanakah puisi yang memberi petunjuk itu? Contoh petunjuk yang paling gampang adalah resep masakan. Resep masakan tak lain adalah sebuah petunjuk menghasilan masakan itu. Resep masakan dibuat mudah dimengerti. Kalau yang disebut dua butir telur maka yang dimasudkan adalah dua butir telur, bukan empat atau delapan. Kecuali kalau si tukang masak hendak membuat resep dengan kelipatan porsi yang ditunjuk. Kalau garamnya seperempat sendok teh, ya harus ditaati, kalau tidak mau hasil masakannya kemasinan. Puisi tidak begitu. Puisi bukan resep masakan.

Puisi yang terbagus, kata Goenawan Mohamad, hanya menghidupkan potensi yang baik dalam diri seseorang. Dengan kata lain, puisi itu menggugah, menyentuh perasaan. Ya, potensi baik itu hidup setelah si pembaca tersentuh saat ia membaca puisi itu. Jadi, puisi yang terbagus itu diuji oleh pembaca. Semakin banyak pembaca yang tersentuh ketika membaca sebuah puisi, semakin teruji puisi itu, semakin sah ia untuk dinobatkan sebagai puisi yang terbagus.