Masa memang tak bertepi tapi
waktu punya permulaan - Tomi Lebang
Time, gambar digital dari LEGENDARY THEMES
/1/
Ada toko cendera mata di kota itu
berjualan waktu. Tetapi, katamu,
dagangannya itu tak pernah laku.
Orang datang ke sana membeli jam antik,
kalender, cermin, dan gantungan kunci.
Tak ada yang membeli waktu.
"Ngapain, sih? Kami datang kesini
justru karena kebanyakan waktu,
justru karena ingin membuang waktu..."
/2/
Diam-diam aku melancong ke sana,
menyamar jadi waktu: pukul 0:0:0!
Kau yang berjaga di gerbang imigrasi
ke negeri-negeri asing, ke masa lalu,
kau yang mengenaliku. "Tak usah
menyamarlah, Saudara, di sini tak
akan ada yang bertanya: jam berapa?"
Memang tak ada, juga tak ada yang bertanya:
nama Anda siapa? Sebab plesiran
ini abadi, mencari waktu yang paling tepat
untuk mati atau lahir lagi, dan mencari kata
yang paling pas untuk nama bagi diri sendiri.
/3/
Aku singgah juga di toko itu. Mencari
waktu buat oleh-oleh diriku yang tertinggal
di rumah.
"Apa tidak mencari souvenir yang lain
saja, Saudara?" tanya Penjaga Toko
sambil mengelap debu di wajah sebuah
jam yang tampak sudah sangat tua. Tapi
tiktok tiktoknya seakan berkata: aku akan
selamanya memberi tanda pada waktu yang
setia menanti saat kematianku tiba!
Akhirnya aku memilih sebuah jam yang
bisa menangis setiap pergantian hari tiba.
"Saudara harus pandai membujuknya,"
pesan si Penjaga Toko, "kami tidak
memberi garansi kalau tiba-tiba dia
berubah gembira, jadi suka tertawa."
/4/
Begitulah kini. Setiap tengah malam tiba,
tepat pukul 0:0:0, kami menangis bersama.
Dengan dua alasan yang berbeda:
Aku nyaris menyerah sebab tak bisa menguasai dia,
Dia sudah pasrah karena tak juga bisa mengerti aku.
Feb 2004