Sunday, February 8, 2004

GMT, The Home of Time

Masa memang tak bertepi tapi

waktu punya permulaan - Tomi Lebang








Time, gambar digital dari LEGENDARY THEMES






/1/



Ada toko cendera mata di kota itu

berjualan waktu. Tetapi, katamu,

dagangannya itu tak pernah laku.

Orang datang ke sana membeli jam antik,

kalender, cermin, dan gantungan kunci.



Tak ada yang membeli waktu.



"Ngapain, sih? Kami datang kesini

justru karena kebanyakan waktu,

justru karena ingin membuang waktu..."



/2/



Diam-diam aku melancong ke sana,

menyamar jadi waktu: pukul 0:0:0!



Kau yang berjaga di gerbang imigrasi

ke negeri-negeri asing, ke masa lalu,

kau yang mengenaliku. "Tak usah

menyamarlah, Saudara, di sini tak

akan ada yang bertanya: jam berapa?"



Memang tak ada, juga tak ada yang bertanya:

nama Anda siapa? Sebab plesiran

ini abadi, mencari waktu yang paling tepat

untuk mati atau lahir lagi, dan mencari kata

yang paling pas untuk nama bagi diri sendiri.



/3/



Aku singgah juga di toko itu. Mencari

waktu buat oleh-oleh diriku yang tertinggal

di rumah.



"Apa tidak mencari souvenir yang lain

saja, Saudara?" tanya Penjaga Toko

sambil mengelap debu di wajah sebuah

jam yang tampak sudah sangat tua. Tapi

tiktok tiktoknya seakan berkata: aku akan

selamanya memberi tanda pada waktu yang

setia menanti saat kematianku tiba!



Akhirnya aku memilih sebuah jam yang

bisa menangis setiap pergantian hari tiba.



"Saudara harus pandai membujuknya,"

pesan si Penjaga Toko, "kami tidak

memberi garansi kalau tiba-tiba dia

berubah gembira, jadi suka tertawa."



/4/



Begitulah kini. Setiap tengah malam tiba,

tepat pukul 0:0:0, kami menangis bersama.

Dengan dua alasan yang berbeda:



Aku nyaris menyerah sebab tak bisa menguasai dia,

Dia sudah pasrah karena tak juga bisa mengerti aku.



Feb 2004