Tuesday, November 11, 2003

Syair untuk Lagu Dangdut

bagi Penyair Patah Hati






/1/



aku patah hati, katamu, bukan

dalam bait puisi. Aku mendengar

kau mengatakannya, sambil

berhmm-hmmm sebait syair lagu

dangdut, yang sangat kau gemari,

yang sering kau nyanyikan kalau

sedang patah hati.



+ omong-omong sudah berapa kali

kau patah hati?"



- jangan omong-omong begitu, aku

mau jawab kalau kau bertanya

sudah berapa kutulis puisi...



tapi aku tak bertanya lagi,

karena bagiku, penyair patah hati

lebih jelek daripada penyanyi

dangdut sakit hati. Ingat lagu

yang baitnya berbunyi: ...daripada

sakit hati, lebih baik sakit

gigi...
Nah, apa penyair pernah

membuat pilihan lain selain sakit

hati? Pernahkah penyair

membandingkan sakit hati karena

patah hati dengan sakit dan patah

yang lain, patah tulang misalnya?

Penyair yang patah hati

akan menikmati sakitnya. Ini

berbahaya, sangat berbahaya,

saudara.



/2/



aku masih patah hati, katamu

lagi. Mungkin masih patah pada

hati yang sama. Tapi kali ini

dengan lagu dangdut yang berbeda.

Lagu dangdut yang jujur belaka

tanpa bungkus kemasan metafora.

tanpa kelok belok makna. Sakit

hati ya sakit hati saja. Aku

ingat sebagian baitnya..

hancurlah harapanku, oh hancurlah

harapanku...
Oh, betapa

sedihnya, o betapa teririsnya.

Sambil nyaris meneteskan air

mata, aku masih sempat tergoda

untuk bergoyang mengiringi irama

gendang yang seperti selalu

membayang ketika lagu itu

berkumandang.



+ Kau sebaiknya jadi penulis

lagu dangdut sajalah, wahai

Penyair...



- Ogah, mendingan begini saja.

Lagi pula, apa bedanya penyair

dan penggubah lagu dangdut?



Wah, gawat-gawat, Saudara. Karena

patah hati, dia tak tahu lagi

membedakan antara puisi dan syair

lagu dangdut kegemarannya.



Nov 2003