Wednesday, November 19, 2003

Dua Soneta Cinta Neruda



1.



Kau jangan pergi, walau hanya sehari, karena ---

karena -- entah bagaimana kukata: sehari itu lama

Aku jadi menunggu tibamu, bagai stasiun kosong gelap

padahal kereta berhenti entah dimana, terlelap



Jangan tinggal aku, walau satu jam saja, karena

setitik kecil duka-duka kelak mengarus bersama,

kabut yang melayah mencari rumah akan mengucur

ke dalam diriku, mencekik hatiku yang hilang hancur.



O, semoga siluetmu tak pernah melindap di pantai itu;

semoga bulumatamu tak melambai kosong di kejauhan itu.

Jangan tinggal aku, walau sedetik pun, kekasihku,



karena ketika engkau jauh, jauh meninggalkan aku

aku mengembara tak tentu tuju, bertanya tak tahu,

Bilakah engkau kembali? Atau terus menyekaratkanku?



2.



Datanglah ke dalamku, kataku, tak ada yang tahu

dimana, bagaimana berdentaman duka nesatapaku

tak ada anyelir atau lagu perahu tersembah bagiku,

kecuali cinta yang terluka yang menganga pilu.



Baik kukatakan lagi: datang padaku, dalam sekaratku,

Tak ada yang tahu, ada bulan berdarah di mulutku

atau darah yang mengucur membanjir dalam sunyi.

O Cinta, kini bisa terlupa bintang yang menebar duri.



Tersebab itu, maka berulang kudengar lagi suaramu

Datanglah ke dalamku, ketika kau biarkan saja berlalu

duka cita, cinta, gelegak amarah dalam sebotol anggur



dari kedalaman mata air panas melompat menderu:

tercicipi lagi panas rasa kobar api di nganga mulutku

rasa darah dan anyelir, rasa cadas dan luka bakar.







Mungkin Ada

Sajak Nanang Suryadi



:h.a



Mungkin ada yang mengendap. Di suatu malam. Saat rimis tiba. Menjengukmu. Saat engkau tertidur. Dan kata-kata itu tersusun. Dalam mimpimu. Tentang ia menjejakkan kakinya. Di tanah basah. Di halaman rumah.



Mungkin ada yang menjengukmu. Di dalam mimpi. Saat engkau coba menyusun kata-kata. Seperti malam itu. Engkau demikian merasa ada yang melintas di tengah rimis.



Mungkin ada yang menulis. Menyusun mimpi-mimpi. Di suatu malam. Setelah menjenguk ke dalam tidurmu.



Mungkin engkau pun menulis suatu ketika. Tentang jejak di tanah basah. Tentang Aku yang menjengukmu. Di dalam puisi itu.



Malang, Nopember 2003





Sebagai Kau Setiai Puisi

Sajak Nanang Suryadi



:h.a




Sebagai kau setiai kata-kata. Demikian penuh cinta. Kau coba menelusur kedalaman makna rahasia. Kegaiban puisi. Hantarkan bayang-bayang. Dari mimpimu. Pada saat entah. Mungkin rasa nyeri yang hendak kau bisikkan. Di setiap telinga. Atau berucap kepada dirimu sendiri. Demikian lirih. Demikian liris. Demikian samar. Serupa kabut tipis. Antara rimis. Dan desau angin. Serta remang cahaya.



Sebagai kau setiai puisi. Dari kedalaman arus memusar. Dari dalam jiwamu. Demikian penuh cinta. Sepatah demi sepatah. Hendak kau terjemah ke dalam kata kata. Agar tak pudar. Agar tersampai. Segala rahasia. Yang diisyaratkan entah oleh siapa.



Malang Nopember 2003



* Dua sajak ini bisa dibaca di www.nanangsuryadi.blogspot.com