Friday, February 28, 2003

Mana Niat Catat Nasihat



kita harus menuliskannya, saudara

sebelum huruf membaca kita, dan

mengembalikan nasib ke mula alifbata



kita harus menerjemahkannya, saudara

sebelum kata menyebut kita, lalu

memulangkan bahasa ke kamus lupa



kita harus mengucapkannya, saudara

sebelum suara membisik-bisik nama

menyerahkan kita ke hening hana



saudara, memang kita harus mengejarnya

sebelum gerak memaku kita, dan geram

pun dipasrahkan ke redam diam



kita harus segera mencatatnya, saudara

sebelum hanya tiada mengenang kita

(dan cuma batu nisan yang nyebut nama)



Mar 2003

Wednesday, February 26, 2003

Pada Kemasan Shampoo Anakku





-1-



seorang anak kecil mandi lama sekali

ia mencuci rambutnya girang sekali



katanya kepada mamanya:

"nanti abah pulang, dia mau

mencium ubun-ubunku lagi..."



mamanya tersenyum manis sekali

dan diam-diam mengecupi

ujung rambutnya sendiri





-2-



dunia di rambut anak-anak

ah, alangkah indah semarak



buih-buih shampoo berjuta-juta

buih-buih yang oranye warnanya,



pantulan wajah anak-anak menjelma

jadi senyuman ah, alangkah manisnya





Feb2003








Monday, February 24, 2003

Hari Sobek Lembar Demi Lembar



segegas februari selekas januari, di ujung

kalender: desember nunggu teramat sabar

merayakan keusangan waktu, lembar demi

lembar (tanggal yang tak sempat tergambar)



ia tertibkan debar, ia rapikan gentar



ia benci kalender -- angka-angka tak terbagi --

yang angkuh sungguh mengulur-ulur umur

ia dengar gemetar sobek hari-hari, mengingatkan

dus merahasiakan bilangan hitung mundur



begitu ngantuk, ia tak ingin tidur





Feb2003

Sunday, February 23, 2003

Engkau yang Terlipat, Sepi yang Tersisip



ketika dilipatnya engkau, mungkin ada Sepi yang

tersisip (melapis kenangan yang kau kekalkan)

ah, dia memang tak cermat merapikan hati:

kertas kosong untuk menulis puisi, tak ada lagi



di amplop itu cuma namamu, seperti di hatinya

tanpa perekat, prangko bergambar vas dan gunung

siap mengantar sebuah kabar ke alamat-alamatmu

kabar yang masihkah kau tunggu dengan rindu?



Feb2003
Money Back Guarantee



diskusi itu berakhir

setelah sembilan gelas kopi

dan dentang jam tak berarti lagi



tak ada apa-apa yang disimpulkan



kecuali bahwa Tuhan memang telah

mewahyukan kitap suci, dan di sana

tak ada ayat yang berbunyi:



kepuasan dijamin, atau

uang Anda kembali.



Feb 2003





Kali Ini, di Sajakku Ada Ular





akulah telah belajar pada marah ular

melapis mengelupas lapar ngejar liar



rahangku perangkap, rahang gelap ular

kata kulahap, akh! maki kutuk kutebar



di darahku mengalir racun seribu ular

di setiap lukaku tumbuh taring ular



kuburu Entah pada semak paling belukar

kutemu Engkau pada mangsa menggelapar



Feb2003

Thursday, February 20, 2003

Reply Kenangan, 1978





mayat, ini mayat budi, mayat budi!

aih, aku rindu kalimat itu, Pak Guru

kalimat yang dulu kubayangkan

kautulis dengan kapur yang membuat

kau seperti dikepung uban (baca: usia),

tahun 1978, diam-diam aku mengejakannya

di bukuku dan kemudian bangga sendiri

lihat! aku sudah cakap menulis, kan?



tentu tak pernah ada gambar dan warna darah

di buku inpres yang sampai juga ke kelas kita

lewat birokrasi kantor penilik sekolah kecamatan

(belajar tulis baca, tak sopan dengan tema kematian),

lalu dengan bakat menggambarku kubuat budi

dengan matanya kelam, senyumnya hitam: ini mayatnya

aih, kenapa tak diponten gambarku itu, Pak Guru?



Pak Guru, aku memang bukan murid yang bisa kau

banggakan, senam pagi, talkin indonesia raya, tak

lebih menarik bagiku daripada membayangkan:



prosedur kematian,



prosesi kehancuran!



Feb2003

Wednesday, February 19, 2003

Pecahkan Kaca, Lukakan Kata



(re: Mendung Rumah Penyair)



luka kata dan darah kita dan pecahan kaca, biar kubiar

kutebar di seluruh tubuhku: rumahku, biar terperangkap

pekik terlirih dunia, biar terjebak jerit tersakit manusia



debu mimpi pasti tak ramah padamu, yang datang ke: rumahku

dan badai mendung ini, wahai! jangan usir ia lalu berlalu saja

aku ingin terus punya alasan untuk mengabadikan duka, Saudara!





Feb 2003

Tuesday, February 18, 2003

Re: Mereply Puisi yang Belum Ditulis TS Pinang



pria gondrong itu terkekeh-kekeh bersama monitor, ludahnya berselekeh, oh nikmatnya, aku memaki dari jarak sejauh Batam-Yogya, "kau alangkah taik kucingnya", eh penyair-penyair itu bertepuk tangan: plok! plok! plok! mengira seorang penyair besar sudah mati dibunuh asep! aku mau ngadu ke nanang tapi dia sibuk mencari puisi di sela-sela tesisnya, huh pendusta! padahal aku tahu saja kalau ia malah menyiangi rindu di mata di dada kunthi, katanya sih itu kekasihnya



aku mau menyapa medi, he he tapi malu, nanti aku dimaki tak sekaliber dia, "awak nih apalah, cuma anak kampung yang belum tiga tahun di jakarta," hei hei hei heri, ajari dong aku memasak puisi, puisiku gosong, puisiku tak matang: nanti ben abel muntah menelannya. kita bisa nyanyi blues dengan lagu yang tulus, tulus? dia bisa main gitar nggak ya? tanpa gitar aku membayangkan inul ngebor dalam puisi dani



aku masih penasaran sama ninus, apa betul anak itu tak beres mengelap ingus? moyank tak tahu, dasar! dia mau beternak ayam kampung atau bebek alabio, siapa tahu bisa diinterbiu lagi sama koran malaysia, naaaah, padahal yono memaki-maki bodohnya aku, bodohnya aku! (dia tak mabuk tequila, cuma tertusuk duri kakap di sela gigi geraham bungsunya)



aku pusing gagal memposting puisi, tak ada karya afrizal tardji, mungkin pakai nama samaran kali ya? GM, halo, oom? apa kabar utan kayu? oom diajak iwank briefing nggak? aku nggak bisa ke TIM, 8 Maret nanti, soalnya besoknya aku ulang tahun, dan aku mau merayakannya di dalam liang lahat chairil, mau minta sebait puisi, supaya bisa hidup seribu tahun lagi, katanya dia juga mengundang subagio datang. Oh, alangkah puisi, alangkah puisi!



Feb2003

Sunday, February 16, 2003

Mimpi, Beri Aku Puisi





alangkah mimpi

burung mematuk diri

kicaunya mati



kelamnya langit

angin memutar arah

hujan, marahkah?



kolam menggigil

selimut hitam lumut

memeluk riak



ikan berjaga

melompat sia-sia

batu tertawa



alangkah mimpi

aku minta puisi

minta puisi



Feb2003



Yang Kuhela, Yang Kupeluk



dengan kaki bugil dada telanjang kuhela

gerobak kayu, tak sempat kuingat keringat

lampu badai latat, bulan pun kenapa pucat



tak ada rambu-rambu di setapak telapak

yang memberiku lalu dengan gerobak kayu

roda menyentuh batu, sentuh yang satu per satu



lepuh lengan lapah bahu gerobak kayu

di masjid terus tadarus aku kenang sisiphus

batang-batang bakau bukan bongkah batu



suara laut aih ya lirihnya: sudah lama surut

pasir pantai kering langit tanpa kelambu

aku tidur memelukmu, gerobak kayuku



Feb2003



Saturday, February 15, 2003

Kenangan Berwarna Hijau Tua



ia datang serentak hujan, bunga mayang yang

luruh bersama setelah penyerbukan, dengung lebah

riuh bilah-bilah, rumput ditebas rebah, aih

rasanya tak cukup telinga mendengar dua belah.



(yang lebih megah dari konser sederhana ini, adakah?)



ia datang bersama arus sungai yang menuding ke wajah muara

kesanakah mengalir semuanya? dulu kutanyakan pada

anak-anak udang galah, jawabnya: tak perlu kau bertanya,

dulu kutanya juga pada angin lincah, jawabnya: tanyakan

saja pada akar kelapa, lalu kutanya pada tanah yang tabah,

jawabnya: sudahlah, nanti kau akan tahu juga.



(aku tidak bertanya pada laut jauh yang mengirim pasang waktu subuh)



masih saja, ia datang bersama hujan, bunga kenangan

yang tak mau luruh, menggenangkan aku ke tanya tak bermuara tak berhulu.



Feb 2003

Thursday, February 13, 2003

Translasi Pinta Pintu



jangan rusakkan, biar saja jaring laba-laba

itu memerangkap angan inginku, sampai

kaudengar aku berkata: lihat! ada juga

yang berumah padaku yang sekadar pintu



biar saja bangkai cecak di celah engsel itu

mengeringkan lupa lalaiku, jangan lepaskan,

sampai kaudengar aku berucap: lihat! ada juga

yang mau berkubur padaku yang sekadar pintu



feb2003









Malam Imlek



merah

lampion,

segarnya



(sisa hujan)

masih

ada

basahnya





feb2003

Sunday, February 9, 2003

Translasi Kesadaran Koran



kematianmu telah kukabarkan di halaman depan

di sebelah tawaran jasa pembesaran alat kelamin: sebuah iklan!

tak ada, tentu tak ada yang berduka, sebab di bawahnya

ada berita tentang pemerkosaan, dan TKW yang

jeritannya jadi kutipan: "ribuan aku terjaring pelacuran!"



Tuhan?

ah, setahuku, Ia tak pernah jadi langganan, tapi

kemarin Ia janji akan mengirim surat pembaca

(sama denganmu, Ia hanya mengajukan keberatan)



Feb2003







Translasi Jeritan Jembatan



jurang dan tebing ini

sudah kubuat tak punya arti

kalah dengan makna kata tabah

yang kutanam di dada dua tebah

di sini, aku tak pernah putus berharap

: suatu saat kelak pasti ada

engkau yang mau singgah

lalu berbagi kisah rumah,

bukan sekadar meludah

atau menumpah sampah



yang tak pernah sempat kuajukan

padamu, adalah sebuah tanya: kapan

aku bisa ikut kau seberangkan?





Feb2003













Friday, February 7, 2003

Sebuah Komputer, Takdimatikan



sebuah komputer

takdimatikan, dari

layarnya memancar

(seolah) sebuah puisi



: sayangku,

aku sungguh mencintaimu, dan

aku sungguh berbohong padamu

jadi, wahai sayangku,

buat apa kau percaya puisi ini?



Feb2003









Tuesday, February 4, 2003

Sajak Tipe 21





1. Telah kusuling

seluruh kata

jadi sajak yang

sangat sederhana



hmm, kenapa masih juga

kau tanya: ini artinya apa?



2. Bunga yang mekar tadi pagi

akan begitu lekas layu, katamu

luruh, selembar demi selembar.



Begitulah, tak juga kau sadar

dalam sajak yang sederhana ini

telah diajarkan oleh mawar

membalas budi kepada tanah dan akar.





Feb 2003



-----



Penyair dan Tiga Puisi yang Tak Jadi





(dengan tiga bait puisi tak jadi, penyair itu diringkus

sepi. Sungguh ia tak bisa membela diri)



bait 1: kekasih yang pergi, salahkah bila kuratapi?

bait 2: rindu yang sunguh, bodohkan bila kukeluh?

bait 3: cinta yang gagal, bolehkah bila kusesal?



(dengan tiga bait puisi tak jadi, penyair itu ditelikung

sunyi. Sungguh ia tak bisa lagi menyelesaikan itu puisi.



Feb2003



-----



Penyair yang Tak Mencari Puisi



orang-orang pergi meninggalkan puisi,

hendak kemana? "kami mau berburu puisi!"



orang-orang rakus membongkar kamus

mencari apa? "kami sedang menjebak puisi!"



orang-orang lompat-lompat merenggut kalimat

mau dapat apa? "kami ingin meringkus puisi!"



wah! orang-orang menelanjangi tubuh sendiri!

ketemu apa? "sial, kami malah kehilanganpuisi!"



penyair itu, "oh, tolong janganlah aku disebut-sebut."

nah! lihat, di puisi ini pun dia tak mau terlibat.



Feb2003

Saturday, February 1, 2003

Klik Saja www.bukanpuisi.net!





maaf, puisi ini sedang

dalam pembuatan

entah kapan selesainya



(sementara nikmati saja

puisi-puisi lainnya)





feb2003
Our 1'st Number Book, Shiela



- bersamamu, aku kembali belajar

cara-cara membaca-






angka 1



ya, ada sebuah ceri merah

di halaman pertama, di kebunku

dulu tak ada, karena di sana

cuma ada semak merambat

berbuah kuning, yang kalau kusebut

pun namanya kau tak akan tahu, yang pasti

buah itu bukan ceri, dan tak cuma sebuah,

dan warnanya bukan merah.



angka 2



ada kolam kecil di kebunku dulu

tempat dua kodok hijau

saling menghitung, "aku satu,

dan kau dua," kata kodok pertama.

"tidak, aku satu dan kau yang dua,"

kata kodok lain yang juga ingin

disebut sebagai kodok pertama.



angka 3



nah, satu sikat gigi ini untuk siapa?

"soalnya aku sudah punya, dan yang dua

untuk kodok hijau yang tadi ada

di halaman dua."



tunggu dulu!



tunggu dulu juga!



Kita kan cuma mau bilang, sikat

giginya ada: tiga ha ha ha!





angka 4



empat ekor bebek gemuk

empat ekor bebek gemuk jantan

(aku bisa ingat dari warna sayapnya)



apakah mereka perlu diberi nama?

tidak mereka perlu diberi bebek betina

supaya mereka bertelur, dan supaya

mereka tidak berkelahi, nanti kita

susah menghitungnya...



angka 5



apalah lima angka yang istimewa?

apakah tomat buah yang istimewa?



lima tomat

yang enak dibuat jus

tak perlu diberi nama

karena dia sudah punya



: jus tomat namanya!





angka 6



enam anak ayam

kita tak tahu jantan atau betina

semuanya berbulu lembut seperti sutra

di mana induknya?



kataku, "induknya mengeram empat telur lagi."

kau bertanya lagi, lalu aku jawab dengan nyanyi



"tek kotek kotek jambul...."





angka 7



bagaimana memomong tujuh kelinci?



gendong saja satu per satu, mereka

tak pernah saling iri



pangku saja satu per satu, karena

mereka tak pernah merajuk, karena

mereka tujuh ekor kelinci





angka 8



"delapan jeruk orange, bisa

jadi berapa gelas jus?"



kau kah yang bertanya? " maaf,

aku sedang mengenang jeruk nipis

yang tumbuh di antara pohon kelapa



burung keruang bersarang di salah satu

dahannya. aku tak pernah sempat

menghitung berapa telurnya. aku tak berkenalan

dengan angka delapan di sana. juga

tidak di buku pertama yang memang

tak pernah aku punya.





angka 9



delisi stroberi; sembilan biji

ah, terlalu banyak buah asing

di buku ini.



lalu angka nol ini, Abah?

dari mana datangnya bilangan

yang asing ini?





feb2003