Monday, November 17, 2003

[Ruang Renung # 33] Mestinya, Tetapi, Padahal

Mestinya, kepada puisi kita tidak berharap dia bisa membuat kita berpikir tentang sesuatu setepat-tepatnya, tapi merasakan sesuatu dengan sebenar-benarnya. Seperti kata saran Frederick William Robertson (1816-1853), pengkhotbah mahsyur di Inggris yang banyak menulsi buku analisa puisi.



Tetapi, ada pembaca yang bernafsu memburu amanat di dalam puisi-puisi. Mula-mula yang dia harapkan dari sebuah puisi adalah makna. Susah payah dia berusaha mengartikan puisi yang dia baca. Dia akan kecewa ketika selesai pembacaan tak menemukan apa-apa. Dia lantas menyebut puisi yang dia baca sebagai puisi buruk, sia-sia, sekadar permainan kata. Ada pembaca yang seperti itu tabiatnya.



Padahal kurang apa lagi kalau TS Eliot saja berkata kalau sajak yang paling disukainya adalah sajak yang tidak dia pahami ketika dibaca pertama kali. Beberapa di antaranya adalah sajak yang dia tak begitu yakin telah dia pahami. [ha]