Friday, May 30, 2003

ROMANSA yang Cengeng



SUDAHKAH kuceritakan padamu tentang sebuah malam,

di ujungnya ada tangis dan rindu bertemu di tatap mata

di liuk rintih biola, di peluk letih hari tak bernama.



PERNAHKAH kupaparkan padamu perihal sebuah rencana,

tentang sebuah malam yang kita rancang amat sempurna

penantianmu dan pencarianku akhirnya bersatu di sana.



Jun 2003

Tuesday, May 27, 2003

SEBUAH DONGENG, SAJAK CENGENG



akulah bengal Adam yang benci menunggu

engkau binal Hawa yang menyulut nyalaku



harummu liar menyelaput, bius di rimba rasaku

di perangkap tak terjebak, di jerat tak terburu



menjeritlah, menyayatlah, berlarilah ke seluruh tuju

ruap uap dendam kutikam sakit di jantung lukamu



tinggal aku, Pemburu, masih panas peluru

membaca huruf di jejak tetes-tetes darahmu.



Mei 2003



Sunday, May 25, 2003

SURAT dari SEBUAH KATA

kepada PENYUSUN KAMUS




Salam hormat,



Maaf, mungkin surat ini mengejutkan Tuan. Tapi, sungguh

Tuan, aku harus menulis surat ini. Aku dengar Tuan

akan merevisi kamus Tuan pada edisi terbaru nanti.

Untuk itulah, Tuan, maka kutulis juga surat ini.



Aku berterima kasih, Tuan sudah memasukkan saya ke

dalam kamus yang Tuan susun. Aku, terus terang saja,

bangga dengan arti yang Tuan uraikan di kamus itu. Tapi,

itulah masalahnya, Tuan. Sekarang, rasanya terlalu berat

menyandang arti itu. Terlalu beban rasanya menjadi

kata ini, menjadi diri sendiri.



Maksud saya, Tuan. Bisakah Tuan menguraikan arti yang lain

dari arti diriku sekarang ini? Arti yang bukan seperti yang

Tuan uraikanm pada kamus-kamus edisi terdahulu itu?



Jika tidak, Tuan, jika memang harus seperti itu makna diriku,

maka sebaiknya kosongkan saja uraian pada kata buatku itu.

Ya, kosongkan saja. Lebih baik begitu. Jangan dihapus, supaya

siapa saja bisa mengartikan aku apa saja. Atau tidak memaknai

apa-apa. Atau biarkan mereka bertanya, "hei ini artinya apa ya?"



Ya, jangan dihapus, Tuan. Biar mereka yang kelak membaca, tahu

bahwa dulu ada kata ini, ada aku ini: kata yang kehilangan makna sendiri.



Demikianlah, Tuan. Terima kasih atas perhatian, Tuan.



Salam hormat: ......





Mei 2003

Thursday, May 22, 2003

HARI INI TAK ADA LAPORAN DARI ACEH



HALO! Ya, di sini Kutaraja.



TAPI hari ini tak ada peristiwa yang layak dilaporkan.

Tak ada. Memang, tadi ada suara berondongan senjata

yang mual-mual lalu muntah peluru. Ada juga suara orang

tertembak. Ya, semacam itulah. Tapi sesudah itu sungguh

hanya ada sepi. Sepi yang membekas pada lubang peluru yang

menembus huruf Z pada papan pengumuman ZONA DAMAI,

di tepi jalan yang lengang setelah dilalui panser dan tank,

sepi yang menggigil di redam jam malam.



HALO! Ya, masih di sini. Di Kutaraja.



TAPI, hari ini masih tidak ada berita. Memang, tadi ada

lagi yang tertembak. Tentu saja luka. Tentu saja ada darah

panas yang tumpah. Tapi, setelah itu segera saja dingin

merembes ke tanah. Tewas? Mungkin saja. Tapi, nanti saja.

Kita pastikan jumlahnya. Memang tadi ada beberapa yang

terkapar lalu diselimuti dengan kain spanduk CoHA

(Kesepakatan Penghentian Permusuhan). Memang tak jelas lagi

terbaca tulisannya. Merah huruf merah darah terbancuh jadi

bercak-bercak bahang, lalu hanya amis yang mengeja udara.



HALO! Ya, masih di sini. Di Kutaraja.....



Mei 2003



Wednesday, May 21, 2003

AKUnya AKU



JANTAN hiu: akulah! Geram rahang selekeh darah

membanjir bah dari mangsa luka dari taring patah



TEGAK tombak di luka punggung membancuh darah

merahimkan ombak, mencukupkan bulan badai marah!



Mei 2003

Sunday, May 18, 2003

PUISI tentang sebuah (maaf) PANTAT







AKHIRNYA marilah kita percaya pada sebuah (maaf) pantat - Marilah kita pantaskan saja - bila empuk sebuah (maaf) pantat mengusap air mata di wajah kita - Marilah kita menyelipkan apapun harapan pada belahan (maaf) pantat - Marilah kita lebih banyak berkaca melihat wajah kita sendiri pada sebuah (maaf) pantat - Marilah kita lupakan seluruh pedih mengayu letih membatu pada goyang sebuah (maaf) pantat.



AKHIRNYA marilah kita pertaruhkan seluruh hidup hanya pada lenggok sebuah (maaf) pantat - Marilah kita harapkan kabul doa dalam zikir sebuah (maaf) pantat - Marilah kita benarmkan seluruh keluh pada redam sebuah (maaf) pantat - Marilah kita pajang seluruh merek dagang pada lenggang sebuah (maaf) pantat - Marilah kita bersama-sama jadi pahlawan bagi kemerdekaan sebuah (maaf) pantat.



Mei 2003

Komentar:



Dan kapankah kita akan jadi pahlawan bagi kemerdekaan diri kita

sendiri dari belenggu sebuah pantat?



(apakah jawabnya: kalau kita sudah tidak memiliki pantat?)





Salam hangat,

Heru K.



Pantat

ada di mulut-mulut

di milis-milis

di hati



Salam,

MN Ichwan



mungkin kita akan mengerti bahwasananya pantat kita

sama dengan muka kita ketika kita membaca dunia dalam

secarik kertas sejarah.Tapi aku ragu akankah kita

masih dapat tertawa saat kita tahu betapa pedihnya

ramalan masa depan republik kita ?



salam maniez,

R-Dhian



si ucup ribut gara-gara pantatnya bisulan

tukang becak ribu gara-gara tempat duduk pantatnya dibuang

anak sekolah ribut gara-gara di kelas ada pantat yang kentut

anak jalanan ribut gara-gara pantatnya di sodomi



pejabat ribut gara-gara pantat pingin kursi

kyai ribut gara-gara pantat bergoyang



Woiiii!!!

pantat siapa nih yang ketinggalan?



tanpa salam

Qizink

SIARAN PAGI RADIO PUISI



SELAMAT pagi, puisi

masih ada matahari hari ini

sinarnya tak berwarna, sebab

ia seperti biasa ingin menyentuh

seluruh tubuh bumi, seluruh isi hati, maka

ketika sampai di daun-daun, daun pun menghijau

hijau yang dirahasiakan matahari

hijau yang ditebarkannya setiap pagi

hijau yang dijaga daun-daun, sampai

akhirnya matahari memanggil pulang

hijau yang rahasia itu dari daun yang

ikhlas melepaskannya kembali.



SELAMAT pagi, puisi

mari kita simak keriuhan pagi ini,

karena masih ada matahari yang terangnya

tak bersuara, seperti biasanya, sebab

ia ingin mendengar seluruh bisik bumi, seluruh lirih hati

sampai di angin, angin pun tak tahan untuk tidak bernyanyi

nyanyi yang disimpan matahari

nyanyi yang disenandungkan burung

nyanyi yang ditingkahi daun dengan gemerisik bunyi

hingga akhirnya kembali ke sunyi, ketika

angin redam dan diam, lalu matahari

membuat bayang-bayang suara bumi.



Mei 2003

Saturday, May 17, 2003

Permainan CAHAYA dan BAYANG



MARI kita bertukar

- kata cahaya kepada bayang -

sebentar saja!

Jangan

- kata bayang -

nanti engkau rasa

rahasia sakitku.

Dan engkau dan aku tak bisa

menikmati permainan

kita ini lagi.



Mei 2003



Friday, May 16, 2003

PUISI yang BERTANYA kepadaku



APAKAH yang dibisikkan matahari dan pagi

kepada bunga pukul delapan itu, sehingga

kelopaknya tersipu dan tiba-tiba memekar

senyum segarnya?



APAKAH yang dipesankan embun kepada

rumput yang dikunjunginya sejak tengah malam

tadi, lalu daun hijaunya mengangguk-angguk

seolah telah mengerti sesuatu?



APAKAH yang dijanjikan oleh gerimis

kepada pelangi, sehingga warna-warni

itu ikhlas membentang lalu perlahan

menghilang tanpa gugat gerutu?



APAKAH yang diucapkan oleh senja

kepada cakrawala, ketika elang telah

lelah dan terbang pulang, lalu

langit diramaikan kepak kelelawar?



Mei 2003



Wednesday, May 14, 2003

Guci, Perempuan dan Puisi

Duet Maut: Nanang Suryadi-Hasan Aspahani



aku menemu guci dari dinasti ming

bertulisan puisi cinta di sebuah

pantai di sebuah senja.



guci itu dibakar bersama wanita

di atas kobar cemburu kekasihnya

dan puisi adalah kabar sesal

yang kukirim ke seluruh pantai

ke seluruh senja
.



mengapa cemburu menyala

di setiap tatap mata perempuan

yang menyatakan cinta dengan

tangis dan kata kata gemetar

di sela air mata di pelupuknya

yang ingin kucium mesra



kecuplah ia selekasnya,

ciumlah ia semesranya, biar

cemburu itu padam jadi rindu,

atau kau akan terbakar bersama

sesal abu.




tapi perempuan adalah puisi yang sukar

ditafsir maknanya dalam deret huruf, kata

frasa, kalimat, alinea rasa, dalam dada

dan tatap mata yang rahasia semata.



berikanlah hurufmu, bukakanlah rahasia kata

frasa, kalimat dan alineamu. maka kau dan

dia perempuanmu akan mengucap apapun jadi puisi

yang tak perlu tafsir sebab apa guna lapis rahasia

jika di dalam dada dan di tatap mata sudah terucap

segala yang paling kata.




malam melarutkan lagu ke dalam segenap

mimpi puisi yang ingin selalu meronta dari

dekap dengan gelisah cemas membanjiri

ingatan hingga bandang bah meluap ruah kata.



2003



Sunday, May 11, 2003

GURINDAM ADAM



DI surga yang indah dan serba mudah

sebenarnya ia bosan dan tak merasa betah.



BERDIRI di dunia dengan dada gundah

ia menyulut hidup memula gairah.



Mei 2003
TENTANG seorang Tukang Kebun

: bagi Rabindranath Tagore



TENTANG seorang tukang kebun yang setia

kembali ke sebuah halaman ke sebuah taman

merawat rumput bunga dan batu dengan cinta

yang bahkan tak pernah disadarainya tapi ada.



TUKANG kebun yang setia yang tak pernah bertanya,

siapa yang tadi malam memetik bunga-bunga

yang kemarin sore berjanji memberikan aroma

terwanginya. Pagi itu, dia tak merasa dikhianati.



Mei 2003

Saturday, May 10, 2003

PADA SEBUAH TAKSI

dari Sajak The Taxi oleh Amy Lowell



Ketika aku pergi menjauh dari engkau

Dunia redam berdetak mati

Bagai tambur kendur.

Aku meneriakkan engkau, menentang terang bintang

Aku menyeru engkau, menunggang punggung angin.

Jalanan bergegas, melintas lekas,

Lewat satu, lainnya lalu menjelang laju,

Mendesak engkau, menjarak dariku.

Dan lampu-lampu kota ini memerciki mataku

Tersebab itu akupun tak lagi menjumpa wajahmu.

Tapi, kenapa harus kutinggalkan engkau,

Kenapa harus kulukai diri dengan tajam gigir malam?

BAIDURI

dari Sajak Opal oleh Amy Lowell



Engkaulah es, engkaulah api,

Menyentuh tanganku terbakar bagai salju.

Engkaulah dingin, engkaulah kobar.

Engkau amarilis menyala merah bunganya,

Perak magnolia, tersepuh sentuh bulan purnama.

Bila aku menyertai engkau,

Hatiku membeku, telaga salju,

Bersinar resah, bagai obor nanar yang gelisah.





PELAJARAN MENGGAMBAR BEBAS



PADA saatnya tiba, kita harus memberi

percakapan pada gambar itu, lanskap

dengan huruf bisu itu. Kelak ketika kita

khatamkan kitab komik ini, tak ada senyap

turun mendekap gurun, hati yang gerun.



PADA saatnya tiba, kita harus membubuhi

warna pada gambar hitam putih itu, dengan

pastel pelangi. Kelak ketika kita kumpulkan

kertas kucal ini, tak ada bidang kosong

yang menjerit, menuntut minta diwarnai.



Mei 2003



Tuesday, May 6, 2003

Sajak Nanang Suryadi

SEPERTI TANGIS HAWA DI HARI PERTAMA

bagi: hasan aspahani



seperti tangis hawa di hari pertama adalah puisi yang sukar ditafsir

adam. apa yang diinginkan perempuan, katamu bertanya. bukankah mereka

telah dilarang untuk mendekati pohon itu. o apa yang diinginkan

perempuan. tulang rusuk yang hilang apa yang sedang kau lakukan.

mendendang suara seperti dengung. danau yang mengalir airnya.

menderas. menderas. dan engkau menafsir apa arti tangis itu. seperti

memakni puisi. karena tak kau tahu apa inginnya.



2 Mei 2003
Sekeratan Kecupan*



mari berbagi bibirku-bibirmu, untuk sarapan pagi

menjelang dan juga saat makan siang nanti



keratan-keratan kecupan lainnya lagi

untuk makan malam dan sahur nanti



maka manis rempah melimpah

mengumbah hari-hari kita yang gundah

maka jika kita lelap terlelap

setelah mengerah langkah menggugah

sepanjang trotoar berbatu tatah

ke candi mempersembahkan pagi,

lalu mengupacarakan

ritual hati:



bibirku-bibirmu, untuk sarapan pagi

menjelang dan juga saat makan siang nanti



keratan-keratan kecupan lainnya lagi

buat makan malam dan sahur nanti.



Mei 2003



* Diterjemahkan dari sajak TS Pinang

A Piece of Kiss (: Cecil Mariani)




Sunday, May 4, 2003

Lelaki Pertama Bernama ADAM



TUHAN, baiklah.



MUNGKIN inilah tugas pertamaku di dunia ini,

di pengusiran ini. Menemukan Hawa, istri yang kau ciptakan

untukku. Yangkini kau pisahkan dia dariku. Aku percaya Kau

tak menciptakan Adam yang lain. Kau tak menitahkan pengusiran

yang lain. Hanya untuk meyakinkan, Tuhan. Bahwa Hawa yang kelak

kutemui adalah dia yang menggenapkan rusukku. Dan tak ada

Adam lain yang lebih dahulu menemukan dia. Dia, hawaku itu.



Mei 2003
AKUPUN menjadi ADAM



DI mimpi surga, aku pun menjadi Adam,

menerima sujud malaikat dan ingkar iblis.

Lalu memeluk Hawa, tubuh yang perempuan

yang kupinta dari Tuhan. Akupun menjadi Adam,

lelaki yang kelak lalai memaknai permainan.



DI mimpi surga, akupun menjadi Adam,

lelaki yang dimanja Tuhan. Tak kuminta

kasih ibubapa. Karena sepi, Tuhan memberiku

istri. Tersebab itu, aku pun merasakan ada

berahi, di tubuhku yang lelaki. Akupun

menjadi Adam, lelaki yang terlalu lekas

diberi tubuh perempuan.



DI mimpi surga, akupun menjadi Adam,

lelaki yang segera terjaga oleh kenyataan

pengusiran. Tapi, aku masih menjadi Adam,

mengabadikan perjalanan, melepaskan dan

merindukan ketat peluk Hawa. Tubuh

yang perempuan.



Mei 2003



Saturday, May 3, 2003

IMAJINASI WAWANCARA

dengan INUL DARATISTA




DIMANA dulu kau temukan dirimu?



AKU tidak tahu. Tidak pernah tahu. Aku mungkin seperti engkau,

seperti siapa saja kita, yang kerap kali tidak tahu di mana harus

mencari dan menemukan diri kita sendiri. Mungkin engkau yang

menemukanku. Ya, mungkin hanya engkau yang menandai siapa

aku, saat aku menggelinjang tubuh di atas panggung-panggung itu.



SIAPA yang kelak kehilanganmu?



SIAPA saja. Tapi apakah arti sebuah kehilangan, bila engkau

tak benar-benar pernah memiliki aku? Engkau tak pernah tahu,

aku sudah tak menemukan diriku lagi kecuali saat memutar-

mutar pinggang di depan belalak matamu. Engkau memerangkapku

dalam geliat gerak tubuhku. Engkau menahanku untuk terus

berada di situ. Engkau menghilangkan aku. Engkau tak ingin

kehilangan aku. Engkau sendiri mungkin sudah lama hilang dan

adakah yang kau temukan dirimu dalam diriku?



ADAKAH lagu yang menolak dendang suaramu?



AKU menyanyi dengan tubuhku, engkau mendengar dengan matamu.

Lagu tubuhku hanya satu. Lagu yang tak pernah tertolak dari matamu.

Lihat, engkau toh tak peduli apapun lagu yang dinyanyikan tubuhku.

Di panggung-panggung bukankah kita menyanyikan koor hanya lagu

tunggal itu? Lagu tentang bagaimana melupakan diriku dirimu, bagaimana

sejenak mabuk dan lupa dari jepit himpit hidup yang mengepit diriku dirimu.



Mei 2003



Friday, May 2, 2003

BERTANYA Hawa kepada Adam



HAWA bertanya kepada Adam: Tahukah

engkau, kenapa Tuhan tidak mematahkan

saja dua rusukmu? Tidak, kata Adam,

aku tak sempat bertanya padaNya.



LAGI pula iblis mungkin lebih mudah

membisikkan godaannya, saat engkau

bermenung seorang diri saja.



Mei 2003
PUISI PERTAMA: TANGIS HAWA



TANGIS Hawa adalah puisi pertama

sebab Adam yang sendiri, tak kunjung

tuntas menafsirkan maknanya.



Mei 2003
MUASAL MULA HUKUMAN



BUKAN pengusiran itu yang sungguh menyiksakan,

bukan kehilangan surga itu yang terlalu disesalkan,

tapi rindu, ya, rindu tersebab dipisahkan oleh Tuhan,

(bagi Adam dan Hawa) Itulah muasal mula hukuman.



Mei 2003



Thursday, May 1, 2003

BAHASA Bapa Adam dan Bunda Hawa



BAPA Adam dan Bunda Hawa bicara dalam bahasa

apa, wahai puisi? Tak kan kujawab engkau, katanya.



SEBAB mereka bicara dalam bahasa hati yang sungguh

peka, memaknai setiap sakit setiap ingin setiap rasa

setiap benda. Lalu menandainya dalam ucap dalam

ingat dalam suara. Saat itulah tercipta kata. Kata yang

terucap hati yang tertangkap hati yang dimengerti hati.

Ya punca semua kata adalah hati. Lalu alam membuka

diri lalu alam minta dipelajari.



BAPA Adam dan Bunda Hawa bicara dalam bahasa

apa, wahai puisi? Tak kan mengerti engkau, katanya.



SEBAB mereka bicara dengan bahasa rasa. Dan apa

perlunya kata jika ia hanya mewujudkan itu dan ini,

padahal hati masih dekat dengan mata, tak perlu

perantaraan kata. Ketika Adam melihat langit, mata

Hawa menemukan langit yang sama. Ketika Adam

menapak bumi, kaki Hawa memijak tanah yang sama.

Ketika Hawa merasakan dingin malam, tubuh Adam

menginderai dingin yang sama. Itulah bahasa pertama.

Bahasa yang kini kita kehilangannya. Bahasa yang tak

memerlukan kamus kosa kata.



BAPA Adam dan Bunda Hawa bicara dalam bahasa

apa, wahai puisi? Baiklah dijawabnya saja engkau:

Mereka bicara dalam Bahasa Adam dan Hawa.



Apr 2003
Seperti Alina, Sepeti Dongeng



AKU tidak punya apa-apa. Kecuali kenangan yang diisi

oleh sebuah nama. Mungkin Alina. Mungkin juga tiada.

Ada senja di mataku, pantai di kakiku, dan jingga yang

bukan milikku.



DI kantong baju yang putus benang jahitnya, tadi kuisi

penuh dengan bintang laut, tangan boneka, dan jepit kopong

kepiting. Angin mencecerkannya di sepanjang ombak. Aku

berlari tadi di situ.



TINGGAL jejak pasir di telapakku. Lalu senja mengguntingku.

Lalu merekatkanku ke dalam dongeng laut. Ada jejak nafas hiu.

Tadi ada juga nelayan lalu. Layar berwarna biru.



Apr 2003



Catatan: Sajak Anggoro Saronto berikut ini mengilhami sajak di atas. Terima kasih, Bung Gerahambungsu.



Seperti Kisah Untuk Alina

Sajak Angoro Saronto



"Aku punya sekantung kerang, air laut negeri seberang," tulismu pada

surat



Aku punya batu kehijauan, kima, karang, dan pasir pakumbahan.



"Aku penyuka senja, angin, jingga, serta temaramnya," tulismu pada

surat



Aku punya gunting serta dinding pucat, dan aku perlu sedikit perekat.



Mungkin kita perlu duduk pada pantai yang sama pada senja yang sama,

dan mulai menggunting langit seperti kisah untuk alina.



2003