Thursday, July 31, 2003

Sebuah Danau

dari Sajak The Lake

Edgar Allan Poe




Pada musim semi yang muda, tibalah bagiku saatnya

Mendatangi lagi, mencari tempat di luas bentang bumi

Dimana cinta tak bisa lagi ada, tak bisa lagi sisa;

O, betapa eloknya sunyi, betapa moleknya sendiri

Di danau; berbatas pagar batu-batu legam

Dan lingkar julang pinus bak menara mercu.

Lalu ketika malam menyelimutkan selubung suram

Di atas danau - di atas segala balau -

Angin pun berlalu melangkahiku tenang

Dengan siul berlagu bernada satu

Jiwa masa kanakku pun terpanggil,

Dicekam sunyi danau sendiri terpencil.

Dari cekaman teror tak ada takut menebar -

Cuma keriangan yang memendam geram getar

Juga perasaan yang tak terkata tak tergambar,

Bersemi musim dari pikiran yang gelap samar.

Kematian ada di riak ombak yang meracun itu

Dan di teluk yang menyimpan perangkat makam

Disaji untuk engkau yang membawa suka cita

ke gelap khayali, hitam imaji;

Engkau yang menumbuhliarkannya hingga tercipta

Taman Surga dari danau yang suram kelam.



(Dari Tamarlane and Other Poems, 1827)

Wednesday, July 30, 2003

Sekadar Catatan, 1

Sudah lama kita tak bikin donat, Na

Shiela bilang dia kangen meses coklat




aku mungkin terlalu sibuk dengan puisi dan deadline koran. tak sempat lagi membakar ikan. bumbu kecap dan sambal cabe yang selalu bikin kita kepedasan. hmm, resepnya kita klipping dari koran mingguan. arangnya tempurung dari kedai di blok D yang kita minta gratisan. aku mungkin terlalu sibuk dengan puisi dan deadline koran.

Friday, July 25, 2003

Eldorado*

dari sajak Edgar Allan Poe





Gagah berjubah

Ksatria perkasa

Di bawah terang matahari dan bayang,

Jauh jelajah lama kembara

Melagukan nyanyian

Memburu, memburu Eldorado!



Tapi, dia pun menua

Ksatria tak tertakluk

Di degup jantungnya tegak bayang

Rebah telentang dia tebang

Tapi, tak ada jua tempat

yang menyama serupa Eldorado



Dan, dengan seluruh tenaga

ditinggal jauh jarak

Dia bertemu bayangan peziarah

"O, bayang," katanya,

"Dimanakah ada agaknya,

Pulau itu, Pulau Eldorado?"



"Dia ada di gunung-gunung

nun di sana, di Bulan,

Di bawah Lembah Bayang-bayang,

"Mendakilah gagah, berlarilah,"

jawab Bayangan itu.

"Jika memang engkau hendak menemu Eldorado!"



*a place of fabulous wealth or opportunity (Mirriam-Webster Dict.)

Thursday, July 24, 2003

The Boston Evening Transcript

dari Sajak TS Eliot



Orang-orang membaca surat kabar Boston Evening Transcript

Merunduki angin menunduk, seperti batang-batang jagung

Ketika malam sedikit bergegas waktu melintas jalanan

Ada yang terbangkit tersulut: semangat untuk hidup

Dan selebihnya berlalu dengan Boston Evening Trancript

Aku melangkah naik dan menekan bel di pintu, berpaling

letih, seletih dia yang mengangguk melambai ke jalan Rochefoucauld,

Dan jika jalan ini waktu, dia telah berada di ujung akhirnya,

dan kuucap, "Harriet sepupuku, ini Boston Evening Transcript."

Wednesday, July 23, 2003

Bahkan

Re: Jadi Huruf Saja

Sajak Nanang Suryadi



bahkan aku tak ingin menjadi huruf, karena huruf masih mengingatkanku

pada puisi, bahkan...



lalu ingin kututup buku catatanku, kurekat dengan isolatip, agar tak

kukenang lagi, huruf-huruf itu yang merayu dengan matanya yang

meredup sayu, bahkan...



jangan sebut aku penyair, karena aku hanya debu, yang menghampiri

telapak kaki-Mu

Tuesday, July 22, 2003

ASAL MULA

Re: Sebuah Dongeng Sajak Cengeng

Sajak Anwar Jimpe Rahman





demikian yang terjadi, begitu mendarat di pulau ini,



pasangan-pasangan meneriakkan kata

arwah dan kera beringsut ke gua-gua

nahkoda merekam kata, membaca tanda

kata tanpa terjemah

dunia baru yang terjamah

ditulisnya di daun lontar

untuk jimat di tiang kapal.







Setelah Pelayaran yang Jauh

setelah pelayaran yang jauh

pelaut-pelaut mendarat gaduh

mengulur habis rantai sauh



wahai! laut membentur palka

ombak menabuh ke dasar dada



tak terdengar

ada yang

mengaduh



Jul 2003





Sembahyang Puisi

rakaat 1



Tuhan, yang Mahahuruf

zikir puisiku batal lagi...



rakaat 2



dengan selembar kertas niat

sesuci wudhu hati tiga kali

kutegakkan lagi

serakaat

sembahyang

puisi



Tuhan, O

betapa muallafnya kata

yang kubaca kueja,

tak sampai doa,

tak tiba pada

khusyuk

makna.





rakaat 3





rukuk bersama huruf-huruf

pada shaf yang menyusun

segenap puja bagimu, Tuhan



setitik pun aku tak

terbaca pada hurufmu

yang menengadah doa

puisi hambahamba-Mu



sebisik pun aku tak

terdengar pada zikir

sembahyang panjang

puisi alam raya-Mu



O, betapa tak ada

O, betapa daifnya

0, betapa batilnya



O, betapa aku pasrah kini

menyungkur sujud berabad-abad

hingga tersuruk

ke bumi sajadah

ke suci kitabmu



: cukup mencari

sehuruf diri...





Jul 2003

Saturday, July 19, 2003

Tentang Seorang Tukang Sembelih Ayam

SETIAP subuh dipastikannya

pisau-pisau itu telah tajam

matanya. Disapanya batu asah,

dengan lirikan sedingin udara.

Dia tak ingin ayam-ayam yang

hari itu bakal disembelihnya,

tersiksa sakit karena pisau

yang tumpul.



SETIAP kali diperiksanya kandang

tempat ayam-ayam itu ditampung

sementara. Diyakinkannya bahwa

wadah minum dan pakan ayam itu

tersedia. Karena dia tak ingin

ayam-ayam itu menderita lapar

dan haus sebelum disembelihnya

nanti.



SETIAP hari ditengoknya parit

kecil yang airnya mengalir deras.

Dia selalu berharap parit itu tak

tersumbat. Karena nanti ke arus

itulah diteteskan darah yang

memancur dari leher ayam-ayam

yang disembelihnya. Dan dia tak

ingin ayam-ayam itu sempat melihat

darah mereka menggenang ketika

mereka mengelepar-gelepar dan

kemudian tak bergerak lagi.



SETIAP saat dilihatnya sumbu

dan minyak kompor agar hari

itu bisa terus menerus menjaga

didih air rebusan. Dia tak ingin

ayam-ayam yang sudah disembelih

harus berlama-lama di air panas,

padahal mereka dicelup hanya

agar mudah tercabuti bulu-bulunya.



MESIN pencabut bulu itupun, selalu

diperiksanya. Apakah aliran listriknya

lancar, apakah putarannya kencang,

agar ayam-ayam yang sudah dicelup

ke air panas itu tak harus berlama-lama

tergiling di situ, hanya untuk merontokkan

bulu-bulunya.



LALU yang tak pernah ia lupakan juga

adalah talenan tempat memotong-motong

ayam yang sudah tak berbulu lagi itu.

Dia selalu menjaga agar potongan melintang

kayu bulat itu bersih. Dia tak ingin ayam

yang dipotongnya kecil atau besar -

tergantung jawaban dari pembeli setelah

ia bertanya: "mau disop atau digoreng?" -

kotor oleh sisa-sisa cairan dan potongan

daging ayam sehari sebelumnya.



YANG lebih penting lagi, adalah

dia selalu meninjau dirinya sendiri.

Memperfasih sebutan nama Tuhan.

Karena kadang-kadang suka ada rasa

bangga yang nyelinap ke hatinya, ketika

melihat anak-anak yang ikut membeli

ayam bersama ibu atau bapaknya

sembunyi ketakutan waktu melihat

dia memotongkan pisau yang tajam

di leher ayam yang memuncratkan darah

lalu mencelupnya di air mendidih

dan merontokkan bulu-bulunya, dan

kemudian memotong-motong ayam itu.



Jul 2003





Thursday, July 17, 2003

Kukira Telah Kutulis Puisi

KUKIRA telah kutulis sebuah

puisi, pada selembar sepi

yang robek pada suatu pagi.

Tapi, suara matahari yang tajam

membantah kami, "Bukan!

Yang kalian duga-duga itu,

bukan puisi. Hanya terjemahan

dari perih rindu, hati pilu..."



KUKIRA telah kulayarkan seperahu

puisi, pada segenang darah yang

ngalir dari luka ke luka-luka.

Tapi, wangi nganga daging

menertawakanku: "Hei, Engkau!

Jika benar-benar ingin berduka,

nyebur saja ke dada badai kami!"



Jul 2003

Wednesday, July 16, 2003

Jadi Huruf Saja

Penyair,

Ayo kita jadi huruf saja

lalu kita main baris-berbaris,

kejar-kejaran, cebur-ceburan,

perosotan, sembunyi-sembunyian.

Siapa tahu, ada yang ikut girang

membaca kata-kata yang tersusun

dari permainan kita.



Penyair,

Kita tak perlu banyak tanda baca

kecuali sebuah koma, dan tanda tanya.

Sebab sejenak jeda, sambil

menangguh menduga

jauh lebih asyik daripada

mengakhiri bicara.





Jul, 2003

Tuesday, July 1, 2003

Sembunyi di Kelamin Sepi



DIA sungguh mencintai sepi. Sepinya yang seksi.

Yang dikenalnya sejak kekasihnya yang ramai itu

pergi berkhianat dengan urusan lain yang katanya

lebih berarti daripada sepi. Sepi yang setia, "padamu

aku tak bisa berhenti mencinta," katanya setiap

saat kepada sepi yang selalu ada, tersenyum

di sampingnya.



IA mencintai seluruh tubuh sepi. Bibir sepi selalu

seperti hendak merekah dan seperti hendak membuka

ia suka masukkan dirinya ke dalam bibir itu, setelah

melumatnya dengan bibirnya. Cup, cup. Ah selalu

dikecupnya bibir sepi, setiap ada sempat setiap

ada hendak.



Dada sepi selalu seperti padang rumput yang lapang

dan damai dan lengang dan telanjang. Ada bukit-bukit

menantang yang menggelinjang minta didaki minta

dijelahi hingga memuting ke puncak mimpi-mimpi. Dan

itulah yang selalu dilakukannya. Di dada sepi di belah

dada sepi telah ditaklukkannya puncak tertinggi

mimpi-mimpi yang tak pernah berhenti meninggi.



DAN di kelamin sepi. Ah, baginya di situlah tempat

paling nyaman untuk sembunyi dari diri sendiri.



Jul 2003