Tuesday, December 31, 2002

Ritual Mandi



- 1 -



ia ingin ada yang memandikannya,

di sumur tempat mula dulu, ia menimba

umur, di sumur yang jernih airnya dulu

pernah membasuh matahari tiap pagi.



ia sudah lepaskan seluruh dirinya

tinggal jiwa yang telanjang, yang

menggigil teringat suara yang dulu

melepas pergi, dan kelak memanggil pulang.



- 2 -



hidup cuma sehari, saudara, cuma dua

kali mandi, kau mulai saat kau bayi,

lalu sekali lagi mandi ketika kelak

kau mati.



di antaranya? ah! siapa

yang suruh kau kotori

diri sendiri!



- 3 -



di suatu pagi, di kamar mandi,

sudah ia siapkan upacara, bersama

sabun yang tulus, handuk yang tabah

air di bak yang pasrah, gayung biru

yang tak pernah lelah, kran air

yang pemurah, sikat gigi yang ramah,

doa di pintu yang resah, juga sebuah

siul yang selalu gundah.



mestinya ia bersegera mandi,

"apa lagi yang kau nanti, saudara?"



"tunggu, tunggu! tubuhku,

di mana tubuhku!"



- 4 -



seperti archimedes, sudah berhari-hari

ia tak mandi, mencari jawab teka-teki

muskil itu, lalu di hari kesekian

di puncak ketidaktahuan, ditanggalkannya

seluruh pakaian, lalu diperhatikannya

tubuh telanjang di cermin besar di kamar

mandi itu, dan tiba-tiba ia merasa



telah menemukan sesuatu yang selama ini

ia cari.



"eureka! eureka!"



akhirnya...





- 5 -



cinta mereka tumbuh di mana-mana

dan terutama di kamar mandi, wah!

alangkah suburnya, alangkah suburnya



sebab cuma di sana, mereka punya

dua alasan untuk selalu telanjang

menanggalkan seluruh bayang bayang-bayang



alasan pertama, dan alasan kedua

rasanya tak perlu disebutkan dalam

puisi yang sopan santun ini



ya, di kamar mandi cinta mereka

tumbuh subur sebab mereka bisa

selalu kangen bertemu, untuk



alasan pertama, lalu melakukan

sesuatu dengan alasan kedua, atau

sebaliknya, atau sekaligus kedua-duanya



ya, di kamar mandi yang showernya

selalu mengucurkan air ke tubuh

mereka, cinta mereka tumbuh dengan suburnya.



Jan2003





Monday, December 30, 2002

Yang Lebih Entah dari Semesta Puisi



: bagi nanang, pinang, moyank





apa yang lebih resah dari sejuta puisi?



tak ada, tapi hei, siapa kata itu, kata

yang mendesak di dalam lidah, kata yang

tak pernah bisa melafal bibir darah?



apa yang lebih entah dari semesta puisi?



tak ada, sebab siapa kini yang sudah

dan hendak berlelah-lelah mencari kata

mengasuh setiap ucap seperti sabda?



apa yang lebih nanah dari sedusta puisi?



tak ada, dan kau, penyair! tolong

jangan kau sebut lagi aku dalam puisimu

jika hanya memperparah luka Kata



apa yang lebih indah dari sebunga puisi?



tak ada, tak ada, di luar taman

terhambur kelopak-kelopak kata,

yang baru saja mekar disambar murka





des2002



Sunday, December 29, 2002

Lalu Kusebut Puisi, Mau Apa



meskipun tak kutulis apa-apa

di bait-bait puisi ini, lalu kusebut

ia sebagai puisi,



"kau mau apa?"



des2002

----------------------



Kata Penyair Tua



"di mana bisa kutemui

puisi malam ini?" katanya



(dia rindu sekali)



kata penyair tua:

"jumpai ia di atas kuburan..."



tapi, tak ada

tak ada, di sana

cuma ada bulan.



des2002

---------------------

Thursday, December 26, 2002

9 Sajak Kosong, untuk Desain Kaus Oblong



Ini sajak kosong. Jika ada yang menemukan sesuatu dalam kekosongan

itu berarti suatu keberuntungan. Ambil saja. Saya sendiri membayangkan

sajak-sajak ini hanya akan berarti ketika di cetak di kaus oblong dan

kemudian dipakai oleh seseorang. Tabik!








/1/



aku berpakaian

maka aku ada



menurutmu,

apakah yang tiada?



/2/



di dalam tubuh yang sehat,

di luar t-shirt yang hebat!



di antaranya, apa yang kau lihat?



/3/



di suatu tempat, sayang

harus kutanggalkan pakaian ini

dan kau? harus kubantu?

atau kau lakukan saja sendiri



untukku?





/4/



tuan bukan Tuhan, bukan?

tunggu sebentar

saya pakai baju dulu...



/5/



engkaulah yang menyapaku,

"hei, kausmu bagus sekali!"



sejak itu, aku tak pernah

mengenakan kaus ini lagi



sampai hari ini, ketika

kupakai lagi kaus ini



dan kau pun berseru

"hei, rasanya aku pernah

melihat kaus seperti ini!"





/6/



kalau kelak engkau bertemu

seseorang dengan kaus seperti

yang membungkus tubuhku ini,

belum tentu engkau saat itu

bertemu dengan aku, sebab

bisa saja...



/7/



kaus ini sebenarnya, hanyalah

sebuah kaus biasa saja, aku

membelinya di sebuah kios

kaki lima, harganya pun tak

terlalu istimewa, artinya

terjangkau oleh kantung siapa saja



di bagian depan kau baca ada

tulisan - DATANG TAMPAK MUKA -

dan di bagian belakang bisa

kau baca - PERGI TAMPAK PUNGGUNG -



masalahnya aku sering lupa, dan

kerapkali bingung menentukan

mana bagian depan, mana belakangnya



meskipun tentu saja aku selalu

ingat, mana punggunggu dan mana muka



tapi, ah! kenapa aku tak pernah

bisa menegaskan, aku ini sedang

datang ataukah tengah pergi?





* inilah sajak ke-8 dan ke-9 yang

saya janjikan di www.cybersastra.net






/8/



dia hendak membeli kaus di sebuah

kios, dia memilih-milih, sebab

banyak sekalu yang bisa ia pilih, ada

kaus bergambar che guavara, ada

yang bergambar bob marley, ada

yang gambarnya slank, eh sinchan

juga ada, smurf juga, donald bebek,

megawati, asterixz & obelix, VW kodok,

dewa 19, dora emon, iwan fals, winnie

the pooh, gus dur, nirvana, converse,

britney spears, amien rais, limp

bizkits,... dia terus saja memilih

sampai pemilik kios itu bertanya, " Anda,

mau cari kaus seperti apa sebenarnya?



"oh! oh! saya mencari kaus polos saja,

biar bisa kugambar wajahku sendiri,

saudara..."





/9/



inilah kaus yang kau berikan

padaku dulu, "kenakan

saja, sebagai pengganti diriku,"

katamu



aku tahu, di suatu tempat

kau tersenyum, melihat

aku memakai kaus ini.

"lihat! kau terperangkap

dalam diriku," katamu.



des2002


Kita pun Telanjang



kita pun telanjang

tanggal bayang-bayang



menggenang kenang

tinggal bayang-bayang.
Puisi yang Terancam Hukuman Mati



1. Puisi yang tak Pernah Selesai



bahkan saat mulai

menuliskannya, pun

tangan angan sudah

lumpuh terkulai...





2. Puisi yang tak Ingin Ditulis





empat baris kosong

si penyair cuma bisa

bengong, katanya:



"ah tak mau lagi

aku berbohong."





3. Puisi dalam Tanda Kurung



mana yang lebih dahulu kau

tuliskan? tanda kurungkah?

atau bait puisi di dalamnya?



"bukan keduanya! kau

salah! sebab yang pertama

kutulis adalah judul

puisinya."





4. Puisi yang Bukan Puisi



buat apa kau tulis puisi, kalau

kemudian kau hanya ingin

bertanya padanya, "kau ini, puisi

atau bukan?"







5. Puisi yang Teracam Hukuman Mati



bahkan puisi pun telah jadi tersangka

"ada bukti-buikti yang mengarah dan

menguatkan dugaan itu," kata

seorang, mungkin ia anggota tim

investigasi yang terlalu banyak bicara.



bukti? ah begitu samar, begitu sumir,

bukankah, katamu, si penyair telah

lama mati? lalu siapa yang jadi

saksi kunci?. "masalahnya aku tertidur

lelap ketika debat menghangat

mengulas soal persiapan upacara

pemakaman ini."





bahkan puisi pun terkait jaringan

masa lalu, dalam daftar interogasi

kau baca: siapa yang memprovokasi? siapa

yang memerintahkan makna? siapa yang

mengajak kata terlibat dalam bait-bait yang

meledak dalam sebuah klub diskusi.



bahkan puisipun terancam hukuman mati

tapi, biar saja, semua toh ada

di tangan kuasamu, setelah membaca

kau hendak mengutuk? atau memuja-muja?

bilang ini buruk? atau wah luar biasa?

puisi bisa hidup dan mati, berulang kali

dan aku terus saja ngidam, hamil,

melahirkan puisi, sambil menyanyi

lagu yang enak dan merdu sekali.





Nop, 2002.