Saturday, November 29, 2003

Penyair Patah Hati

NAH, akhirnya dia patah hati juga. "Betapa nikmatnya, Saudara.

Ini patah hati yang langka, lho.." katanya. Sakit yang dia lacak

jejaknya kemana-mana, akhirnya datang sendiri mencuri

rintih sembunyi. "Asyik," katanya, "sepertinya saya akan betah

diam di sini." Dia sebenarnya sudah bersiap pergi lagi. Dari rumah

ke rumah, bertanya kepada semua penghuni, "Adakah aku yang

tertinggal di sini?" Tentu saja, tak ada jawabnya. Di dadanya,

menerowong pintu guha. Gelap. Langkah datang mengendap-endap.



NAH, akhirnya dia masuk juga ke situ. Berkunjung ke tempat

yang dulu begitu akrab dengan kaki-kakinya. "Jejakku sendirikah

yang merebak baunya di lorong-lorong tak bercahaya ini?" katanya

kepada gema yang kali ini malah balik betanya: "Kau siapa? Kok

berani-beraninya bertanya?" Dia pun tertawa-tawa, langsung lupa dengan

patah hatinya. Ya, katanya dalam hati, kali ini aku pasti tak salah lagi.

Sejak itu, dia pun tak pernah keluar lagi. Ada yang bilang dia sedang mati,

"Tidak, dia sudah tertidur, dan asyik mimpi menulis puisi lamaaa sekali."



Nov 2003