Friday, September 28, 2007

TUK Kenal, Maka TUK Sayang (6)



Wowok Hesi Prabowo (Foto oleh Gendhotwukir)

Empat Tuduhan Wowok
INI petikan esei Wowok Hesti Prabowo yang ia bentangkan dalam diskusi dalam rangka Festival Kesenian Yogyakarta XIX di Ruang Seminar Taman Budaya Yogyakarta, 24 Agustus 2007. Eseinya berjudul "Mari Melawan Monster Kebudayaan", ada termuat dalam buku "Tongue in Your Ear, Antologi Puisi dan Esei FKY XIX-2007)  (FKYPressplus, Yogyakarta, 2007).

Wowok memulai makalahnya dengan menyebut bahwa Goenawan Mohamad (GM) adalah sosok yang selama ini tampik dengan pencitraan positif "yang sengaja dia bangun". Tetapi, kata Wowok, belakangan terkuak, citra positif GM yang diperkuat oleh KUK-nya itu ,   
hanyalah "kedok untuk mengelabui rakyat". Wah!
"Terbongkarlah kini GM dan konco-konconya itu hanyalah para pecundang, penipu rakyat, antidemokrasi, haus kekuasaan, arogan, dan pemaksa keseragaman."

Gus tf yang tampil semeja sebagai pembicara mempertanyakan pilihan-pilhan kata Wowok. "Kita ini sastrawan, kok memakai kata-kata kasar seperti itu?" kata Gus tf.

Saut Situmorang yang menjadi moderator diskusi, justru memaklumi bahasa Wowok. Peserta diskusi mempertanyakan kenetralan Saut. Saya baca di kotak redaksi, Saut dan Wowok bersama Viddy AD Daery bersama-sama mengelola jurnal Boemipoetera.

Wowok juga menulis, bahwa TUK adalah tempat umbar kelamin. "Kabar miring tentang kebebasan seks di TUK bukan kabar baru," kata Wowok.

Wowok menyebut kubu mereka sebagai "pejuang sastra", dan mereka menyatakan perang terhadap "gerombolan GM". Oh ya, ada tambahan sebutan Agen Imperialis untuk GM. Wah!

Dan inilah empat dosa penyebab KUK harus "diperangi".
1. Iklan dukungan kenaikan BBM dari "GM dan cecunguk-cecunguknya" dari Freedom Institute yang melukai hati rakyat.

2. GM dan TUK disokong dana asing dengan penuh sadar membangun pintu gerbang bagi penjajahan di bidang budaya, terutama melalui kesusasteraan.

3. Salah seorang "cecunguk TUK" bernama Sitok Srengenge, dengan arogan mengklaim, bahwa siapa pun sastrawan Indonesia yang belum diundang atau belum pentas di TUK bukanlah sastrawan nasional!

4. Ketika pasokan dana asing yang mengalir mulai berkurang, TUK pun mencaplok DKJ.

Dahysat bukan? Esei Wowok ditutup dengan ajakan begini: Jadi harus menunggu apa lagi sementara bahaya laten itu telah menjelma menjadi monster? Perang sastra telah dimulai dan saatnya kita mengabdi bagi bumi pertiwi.

Jika betul akan ada perang itu, saya sendiri tidak akan ikut-ikutan. Saya tidak akan memihak kubu manapun. Saya malah tidak percaya ada kubu-kubu itu. Saya hanya ingin mengabdi bagi bumi pertiwi, untuk itu tidak harus perang kan? :-) (bersambung)