Afrizal Malna menulis bahwa budaya lisan membuat kemungkinan lahirnya penyair lebih sebagai untuk melakukan "setor kata-kata" menjadi lebih tinggi daripada sebuah penawaran yang tersimpan pada alasan-alasan mendasar kenapa seseorang menulis puisi.
Dalam eseinya yang ia sampaikan 24 Agustus 2007 di diskusi Festival Kesenian Yogyakarta di Ruang Seminar Taman Budaya Yogyakarta, ia menyebutkan bahwa menulis puisi bisa dilihat sebagai persoalan teknis yang bisa dipelajari dan dilakukan siapapun. Apa sulitnya menulis puisi. Tetapi menjadi seorang penyair seringkali lahir dari konstruksi kondisi-kondisi tertentu.
"Siapapun bisa menulis puisi atau belajar menulis puisi," katanya, "tetapi tidak semua orang bisa menjadi penyair. Penghormatan terhadap puisi dan penyair justru berlangsung dalam ketegangan ini. Karena tidak setiap orang bisa menjadi penyair."
Afrizal Malna (foto oleh Ghendotwukir)