Perlukah disebutkan apa yang kau butuhkan?
- Apalagi kalau bukan setangkai Payung,
yang bisa kau kuncupkan dan kau kembangkan,
kau tidak pernah memperhatikan, bukan?
- Tentu kau juga tak boleh enggan lagi mengenal nama-nama Hujan,
yang dengan cermat disusun-susun oleh Cuaca,
jadwal yang tak pernah kau hafalkan.
Dan, beginilah caramu meramu Payung dan Hujan itu:
- Kau harus menunggu Hujan. Semakin lama
menunggu, semakin Hujanlah Hujanmu itu.
- Ketika menunggu kau biarkan saja Payung itu
menguncup di balik pintu. Pintu yang setengah terbuka!
- Kau tadi keluar masuk dari sana, bukan? Kau dengarkan
dia bertanya, "Saudara, kau tahu siapa nama Payungmu itu?"
- Kau pura-pura tak mendengar saja. Biarkan dia bercakap-cakap
dengan Payungmu. Kau dengar nanti Payungmu akan merayu
Pintu dan Pintu itu akan menyebut-nyebit nama Hujan.
- Hujan yang disebutkan oleh Pintu itu akan jadi alasan
buatmu, untuk membuka Payungmu, bukan?
Lantas di manakah Kenangan?
- Dengan Payung yang mekar, Hujan yang sabar,
kau berjalanlah menyeberang ke jembatan di ujung kota itu.
- Bayangkanlah, ia menunggumu di ujung sana dan kau menjemputnya.
- Mungkin dia tidak ada.
- Mungkin dia tidak pernah ada.
- Dan kau kembali saja. Hujan, saat itu mungkin sudah mulai reda.
* Resepuisi ini telah dicoba di dapur uji penyair.