KETIKA kita kirim sajak kita ke sebuah surat kabar, ketika itu pula kita menyerahkan mereka ke sebuah proses seleksi. Sebuah seleksi hasilnya hanya dua kemungkinan. Lolos atau kandas. Tentu kita harus siap menerima kedua kemungkinan itu.
Bagaimana ketatnya seleksi itu? Kita ambil contoh halaman puisi di Kompas. Sejak masih bernama lembaran "Bentara" dan terbit sebulan sekali, setiap bulan ratusan sajak masuk ke redaksi surat kabar tersebut sehingga rubrik itu menjadi ruang yang "amat selektif".
Dalam pengantar redaksi Kompas di buku "Gelak Esei dan Ombak Sajak Anno 2001" disebutkan bahwa sajak yang termuat telah melalui proses seleksi yang sangat ketat dan bisalah dianggap sebagai karya yang mungkin cukup mewakili cita rasa tertentu untuk diterima orang kebanyakan.
Bagaimana caranya agar sajak kita lolos seleksi itu? Kenapa sajak kita lolos seleksi? Saya pernah bertanya kepada Hasif Amini, setelah beberapa kali sajak saya dimuat di Kompas. Hasif adalah redaktur kedua di Kompas menggantikan Sutardji Calzoum Bachri. Jawaban Hasif, "Saya malas melayani pertanyaan klise seperti itu, karena jawabannya juga akan klise."