Friday, October 8, 2004

[Ruang Renung # 96] Mencari Bahan Mencari Cara

KALAU kita lapar, ada banyak cara untuk mengatakannya. Apalagi kita sangat tahu bahwa memang sudah tiga hari kita tidak makan apa-apa.



Kita bisa bilang, "Sudah tiga hari saya tidak makan."

Atau, "Sudah tiga hari saya tidak ketemu nasi."

Atau juga, "Sudah 1/10 bulan saya tak mengisi perut."

Bisa juga, "Saya sudah lupa apa artinya kenyang."

Kalau begini?, "Duh, inikah arti lapar yang sebenarnya?"

Atau mungkin, "....lagu paling merdu tengah dinyanyikan oleh perutku..."



SAYA kira begitulah kerja menyair. Mencari apa yang hendak dipuisikan, lalu mencari cara untuk memuisikannya. Mencari? Kadang tidak harus. Kadang kita didesak, dipaksa, dipergoki, diperangkap, disudutkan, oleh sesuatu dan kita tak bisa mengelak untuk tidak memuisikannya. Kita bisa menemukannya dalam diri kita, dalam diri orang lain, atau dimana saja. Kita bisa mendapatkannya dalam peristiwa-peristiwa besar atau kejadian paling remeh sekalipun.



LALU bagaimana memuisikannya, itulah tugas dari kerja menyair berikutnya. Untuk contoh di atas, rasa lapar bisa jadi bahan yang baik untuk sebuah puisi. Bisa juga tidak. Tetapi, puisi yang baik adalah ketika kita menemukan cara paling unik, paling otentik, paling khas yang bisa kita temukan ketika mengucapkan apa yang sudah disediakan oleh bahan puisi tadi.[hah]