Lengar: Dia menyebutku dengan maksud yang lain,
     kau mengartikanku dengan niat yang juga berbeda,
     Dan pada akhirnya aku juga tak tahu dalam
     percakapan sesederha apa hingga bisa memaknai
     diri sendiri sepenuh-penuhnya. "Selamat pingsan
     sajalah. Dalam kamus yang nyaman, kau sebaiknya
     tidur saja."
Lenggana: Yang paling malang - atau paling beruntung - adalah
     menjadi kata, yang bisa meramalkan takdir sendiri. Siapa yang
     kini menyebutmu? Tak ada. Siapa yang kini mengertimu?
     Tak ada. Siapa yang kini mengalimatkanmu? Semua
     bisa menjawab dengan menyebutmu saja. Semua segan,
     semua enggan, semua tidak lagi sudi meyakinkanmu sebagai
     kata yang pernah ada.
Lengkara: Berapa usia sebuah kata? Sebab ucap yang basah kelak
     mengering jua; Sebab lidah yang tak bertulang tak pernah
     mengingat apa yang dikatakannya; Sebab bibir yang punya
     bahasa sendiri tak pernah minta disusun dalam kamus abadi;
     maka kuucap saja kata yang terdengar mustahil, kata yang
     seperti sesuatu yang tidak mungkin ada. Tapi ada. Tapi ia kata.
Lengking: Dalam setiap kata, ada nyaring yang sama. Dalam setiap
     suara ada makna yang bertahan meski telah lama mengabut gema.
     Di dalam kamus, kau temui dia diam, sebisik pun tak bersuara.
     Dalam jeritmu, dia mendengar kau meyakinkannya bahwa
     dia memang ada. Dia punya makna.