daitia: sl. raksasa
daksina : sl. selatan
danawa: sl. raksasa
derana: sabar
derji : tukang jahit pakaian dsb.
deruji: terali, kisi-kisi
desur: tiruan bunyi hampir sama dengan desar, desir.
detas: tiruan bunyi seperti kulit telur pecah, dsb.
dewana: sl edan, gila, kasmaran.
    KATA-kata di atas beserta uraiannya dikutip dari Kamus Umum Bahasa Indonesia yang disusun oleh WJS Poerwadarminta, diolah kembali oleh Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, terbitan Balai Pustaka. SL menunjukkan kata itu ada dalam sastra lama. Kata itu tidak atau jarang dipakai lagi dalam bahasa tulis terlebih lagi bahasa percakapan saat ini.
    Rasanya, kata-kata unik itu bisa kita pakai untuk memperkaya puisi-puisi kita. Kapan? Mungkin beberapa hal berikut bisa dipertimbangkan. Pertama, jangan memaksa kata-kata ajaib itu masuk ke dalam puisi. Nanti jadi lucu. Dia akan terasa asing.
   Kedua, karena itu susunlah seperangkat alasan puitik, agar kata itu memang pantas hadir di dalam puisi yang hendak kita buat. Mungkin kita mempertimbangkan bunyi, mungkin kita menginginkan variasi kata agar terhindar mengucap kata yang sama, padahal kita memang perlu mengulangnya. Ketiga, nah ternyata menyair itu asyik. Keasyikan itu juga bisa dinikmati dari berburu kata-kata lama dan menghadirkannya (atau tidak menghadirkannya) di dalam puisi.
   Ada sejumlah kosa kata di luar sana yang jauh dari ucap lidah kita. Padahal kata itu adalah bagian dari bahasa kita. Bahkan seorang Sapardi Djoko Damono mengaku tersesat ketika membaca puisi-puisi Rida K Liamsi dalam kumpulan sajak Tempuling. Rida akrab dengan laut, karena lahir dan besar di Kepulauan Riau. Sapardi yang besar di gunung itu mengaku harus berkali-kali membuka kamus, dan kata itu memang ada di sana. Kata 'tempuling' itu contohnya. Cobalah buka kamus untuk tahu apa artinya. Rida tidak. Dia akrab dengan kata itu. Dia langsung mencomotnya dari bahasa yang menghidupinya.
    Tetapi, sekali lagi jangan paksa diri kita. Bila dengan kata-kata yang umum saja kita bisa membuat sebuah puisi yang dahsyat, kenapa kita harus merumitkannya? Tetapi, bila memang kata "aneh" itu memang punya alasan untuk hadir dalam puisi kita, kenapa juga kita menolaknya?[hah]