SESEKALI kita terpesona dengan kisah, sejarah, atau fakta-fakta dan tergoda untuk menyalinnya ke dalam puisi. Tentu saja boleh, tapi ingatlah, bahwa puisi bukan sekadar mengulang kisah, mengutip sejarah atau menjejalkan fakta-fakta ke dalam kata-kata yang menyusun bait puisi kita. Harus ada sesuatu yang termaknai dari upaya pemuisian kita itu. Jika tidak akan sia-sia saja. Kecuali jika kita memang sedang ingin membuat catatan pribadi dalam puisi untuk kita sendiri.
    KISAH-kisah yang sudah populer, ucapan termahsyur, ataupun mitologi-mitologi agung bisa dan boleh saja menyelinap ke dalam puisi kita. Kita boleh mengutip atau malah mendasarkan puisi kita pada mitologi Sisiphus, kisah anjing Qitmir, kisah Rama dan Sinta, Romeo dan Juliet dan apa saja. Tetapi hal yang terbaik yang dapat kita lakukan adalah membuat keberadaan kutipan-kutipan tadi menjadi lebih terasa maknanya, bukan sekadar kita kutip dan malah memperasing keberadaannya. Apalagi sekadar mencuplik sekelumit.[hah]