Tuesday, January 20, 2004

[Ruang Renung 54] Belajar Membaca Sajak



    Ada lalu Tak Ada



    Syair Omar Khayyam



    ada Pintu yang tak pernah kupunya kuncinya;

    ada Kudungkabut, pandangku tak menembusnya;

    ada percakapan sekadarnya Aku dan Engkau

    Pernah Ada - lalu tak ada lagi Engkau-Aku.





    BEGINILAH aku menerjemahkannya. Omar Khayyam adalah penyair sufi. Dia seorang sufi. Puisi ini saya kira bisa sedikit mewakili sajaknya. Tentang gambaran penyatuan antara aku hamba dan Engkau Tuhan. Pintu pada baris pertama kufahami sebagai jalan masuk, mungkin itu ajaran agama yang tak ada penghalang lagi, yang selalu terbuka. Pernahkah Tuhan menutup pintu bagi hambanya? Maka tak perlu lagi kunci. Si Aku dalam sajak itu tak risau lagi mesti tak pernah ia punya itu kunci. Buat apa risau toh pintu itu selalu terbuka.



    Juga kabut yang menghalangi pandang. Aku dan Engkau Tuhan pernahkah saling berpandang mata? Saling menatap wajah? Perbedaan zat itu di dunia seperti kabut yang menghalangi secara fisik. Tapi toh aku tak risau juga.... Perbincangan kecil di bait ketika, sekadarnya saja. Tak perlu banyak kata, untuk sebuah keakraban yang maha. Tak perlu banyak tanya. Hingga tak ada Engkau dan Aku. Bait yang menggambarkan keduanya telah menyatu, tak berbatas lagi. Apa lagi yang dicari? Bukankah penyatuan itu adalah tuju dari segala tuju?[hah]