Ini soal Anugerah Nobel Sastra . Saya pernah diskusi dengan Nurul F Huda, penulis produktif FLP yang kini sekeluarga menetap dan mengepakkan sayap organisasi penulis berjaringan luas itu di Batam.
"Kami menulis bukan untuk dapat Nobel," kata Nurul. Apakah ini mewakili FLP? Saya tak tahu. Ada yang bisa berdiskusi soal ini?
Lewat Wanofri Samri - dosen Sejarah Universitas Andalas yang juga sastrawan - yang baru saja saya dampingi penelitiannya di Batam, saya tahu, ada seorang sastrawan di Sumatera Barat yang meletakkan cita-citanya setinggi Nobel. Dia adalah Gus Tf (bila ia menulis sajak) dan Gus Tf Sakai (bila ia menulis prosa). Gus sejauh ini sudah meraih SEA Write Award dari Kerajaan Thailand. Dan pekerjaannya kini amat fokus pada satu hal: MENULIS.
Saya sendiri, karena mengagumi Pablo Neruda, peraih Nobel Sastra 1971 (tahun kelahiran saya), maka saya ingin seperti dia yang saya kagumi itu: meraih Nobel Sastra! Pablo Neruda mendapat energi itu dari gurunya Gabriella Mistral, penyair Chile yang juga meraih Nobel. []