AKU mainkan drama di antara kulkas dan kolong ranjang.
"Ambil mistar!" kataku, yang sedang berlagak jadi bapakku.
Lalu kuambil ikat pinggang, "Silakan diukur, Tuan Galak!"
kataku menirukan sepersis-persisnya cara berbicara ibuku,
"Sudah berapa tebal lemak menggelayut di pinggangmu."
Lalu aku berdiri di samping kulkas? "Huh, siapa yang menyeduh
teh hijau kadaluarsa ini lagi?" kataku seperti teriak bapakku.
"Memangnya orang yang sudah mati masih bisa keracunan?"
kataku melakonkan bawelnya suara dan mimik ibuku.
Bapakku dan ibuku bertepuk tangan. Mereka lalu berpelukan.