DIA kini bandar taruhan, setelah pensiun jadi pemain.
"Main dan pasang taruhan ternyata sama saja. Sama-
sama perlu kelihaian agar tak terkecoh mata. Mata kaki
dan mata kepala," katanya dalam sebuah wawancara.
Dulu dia pemain bola yang rambutnya berkibar-kibar
ketika menggiring bola ke wilayah pertahanan lawan.
Ia gantung sepatu setelah menolak sogokan bandar
taruhan. "Saya yang berjudi nyawa di lapangan,
mereka enak saja adu nasib di meja perjudian."
TAPI, dia kini jadi bandar taruhan yang tak terkalahkan.
"Main bola sungguhan itu lebih mudah daripada main
bola kehidupan. Soalnya siapa lawan dan kawan
mudah kita bedakan. Wasit dan suara peluit pun
jelas apa maunya. Sementara di alam nyata? Nah,
kalian tahu sendirilah, bagaimana kacaunya," katanya.
SORE itu, nafasnya masih ngos-ngosan setelah 45 menit
lari keliling lapangan, ia duduk di bangku cadangan dan
memperhatikan anak-anak yang sedang belajar mengerti
filosofi bola dan pandangannya berhenti pada lelaki tua
yang sedang potong rumput yang seperti pernah ia kenal
namanya. "Anda wasit jujur yang dulu pernah menganulir
gol offside saya, ya?" tanyanya pada lelaki tua itu.
Lelaki tua itu menatapnya sebentar, lalu mengeluarkan
peluit dari saku celana dan meniupnya seperti hendak
mengakhiri sebuah pertandingan. Ia kenal sekali lengking
peluit itu, peringatan yang sudah lama tak ia perhatikan.