JANGAN takut. Kita boleh menulis sajak di tengah kecamuk perang. Jangan takut. Kita berhak menulis sajak di antara puing-puing rumah kita yang rubuh setelah gempa. Jangan tahan sajak ketika dari tangan kita ia - sajak itu - hendak menjelma setelah tangan yang sama letih menyisihkan reruntuhan, mencari korban, menyapu dari yang menetes dari bagian tubuh kita yang lain.
KESERTAMERTAAN tidak serta merta membunuh permenungan. Spontanitas tidak selalu mengabaikan kedalaman. Sesekali sajak kita harus melayani rasa yang pecah, yang mengalir deras, dan ia sendiri adalah arus rasa yang tak harus kita bendung. Alirkanlah. Sajakkanlah.
BELAJARLAH dari sajak TS Pinang. Saya bayangkan situasinya sama dengan kelahiran sajak The Battle Hymn of The Republic yang ditulis Julia Ward Howe. Satu ditulis segera setelah gempa di Yogya. Yang lain berabad lalu ditulis di sebuah tenda di tengah kecamuk perang saudara di Amerika. Himbauan, "berjaraklah!", tak harus kita ikuti bak komando.