Sunday, March 19, 2006

Tiga Surat yang Sampai
pada Alamat yang Salah



1. NUAN, di teater itu kamu masih suka latihan 'kan?
Aku tak pernah datang lagi. Aku bosan. Tak ada tokoh
hebat yang pernah aku perankan. Aku jadi tak percaya
ada orang yang bisa jadi hebat di negeri kita, Nuan.
Aku ingin jadi pelawak saja, Nuan. Aku ingin melucu.
Seperti hidup kita, Nuan. Semuanya ini sebenarnya lucu.
Semuanya ditakdirkan untuk tertawa selamanya.
Tawa-Mu Abadi, bukan? Nasib itu, Nuan, kalau benar ia
diatur oleh Tuhan, hanya bahan lucu-lucuan, Nuan.
Tuhan itu suka canda, Nuan. Ia pasti tertawa melihat
kita pontang-panting, menebak apa yang kelak tiba,
apa yang kelak tak sampai pada kita. Binatang tak bisa
tertawa, Nuan. Manusia bisa. Kau tahu, Nuan, Tuhan
pasti punya Tawa yang lebih Tawa dari tawa kita. Aku mau
latihan tertawa saja, Nuan. Aku mau jadi komedian.

2. DOTTY, meja bundar itu masih adakah di hotel itu? Aku
mau duduk di sana bersama puisi. Aku punya cerita, Dotty.
Tentang nama yang hendak dilupakan. Sambil makan siang.
Menu-menu asing itu. Aku ingin tahu rasa kehilangan, rasa
darah yang tak kita inginkan ada dalam alir nadi kita, dan
rasa kutukan menjadi seorang perempuan. Itu menu-menu
favoritmu kan, Dotty? Akulah kehilangan itu, Dotty. Akulah
darah yang mengalir dalam tubuh yang salah. Akulah kutukan
itu, Dotty. Aku ingin menjemput maut ke jantungku, Dotty,
setelah setiap kata kutaklukkan, sebuah kota kutaklukkan,
seolah kita kutaklukkan.

3. OLIVIA, aku punya boneka baru. Dia mirip kita. Tapi
dia tak punya alat kelamin. Padahal aku ingin dia jadi
pekerja kelamin, supaya bisa sepenuhnya membenci
kelaminnya. Ya, boneka baruku itu perempuan, seperti kita,
Olivia. Nasib perempuan bisa ditentukan cepat dari apa
yang mereka tentukan pada kelaminnya, bukan? Aku benci
kelaminku, Olivia. Kau masih mencintainya, seperti dulu
pernah kau yakinkan saya? Aku benci kau mencintai
kelaminmu. Aku benci karena kau ingin agar aku juga
mencintai kelaminku. Aku tidak ingin jadi lelaki, Olivia.
Kalau aku lelaki, aku juga akan membenci kelaminku.
Lagi pula lelaki tak mencintai boneka lelaki. Apakah kamu
suka boneka lelaki, Olivia? Boneka lelaki juga tak ada
kelaminnya, Olivia. Mereka lebih suka menelanjangi boneka
perempuan. Seperti mereka suka menelanjangi kita, Olivia.
Aku benci kelaminku, Olivia. Sebab kita dan kelamin kita,
seringkali hanya jadi alat, bukan?