kuulurkan tangan padanya: mari kita ngembara
Ke mana saja. Karena sajak ada di sepanjang benua
("Percakapan dengan Zaini", Taufiq Ismail)
DI kamar itu, Rendra, onggok jagungmu tak ada
hanya halaman-halaman suratkabar minggu
sisa Heineken berbuih di kepala
Pada Chairil ia teringat, dan ia menggerutu.
Kenapa ia menggerutu? Ia lalu
menyusun sesindir sestina, sejumput bait berhantu
"...jemu pada sajak yang begitu melulu,
kata-kata yang hanya-dari-itu-hanya-ke-itu."
Bukankah bunga-adalah-kata? Di kebun rahasia
jejari cantik bertulang lembut memetik
setangkai kata, sepatah bunga. Dia berkata,
"Chairil, mati-mudamu memang lebih baik!"
Di kamar itu, Taofiq, teks-teks pidato tak ada lagi
pun tak ada: Sajak 2 September 1965, Pagi.
Siapa yang melarang, ia berkata, pada hari ini,
siapa yang melarang cinta pada kebebasan seperti kami?
Di kebun rahasia, siapa saja bisa memetik apa saja ,
karena itu bukankah sesungguhnya tidak-ada-lagi-rahasia?
Tetapi siapa kini perlu rahasia? Di weblog ia tertawa,
tetapi apakah kini masih ada yang rahasia?