ketika berhenti di sini ia mengerti
ada yang telah musnah. Beberapa patah kata
yang segera dijemput angin
begitu diucapkan, dan tak sampai ke siapa pun
("Ketika Berhenti di Sini", Sapardi Djoko Damono)
KETIKA engkau sampai, aku tak tahu, apakah
engkau adalah engkau yang dulu berangkat dan
mengabarkan padaku, "hei, aku sedang menujumu!"
Mungkin aku juga sedang pergi menujumu, menemuimu.
Mungkin kita pernah bertemu di sebuah perhentian,
sebelum menyebut sampai, dan kita saling menyebut nama,
namaku, namamu, dan nama siapa yang hendak kita tuju.
Kata itu cuma getar pita-suara, yang digerakkan angin
dari paru-parumu. "Tidak. Dia tidak musnah setelah
jemputan itu." Angin yang menggetarkan pita suaramu,
yang membunyi namaku, ia menyembunyi di udara itu.
Ketika engkau sampai, aku tak tahu, apakah
aku yang kau dapati adalah aku yang menunggu
dan dulu menjawabmu, "datanglah, temui aku.."
Adakah yang tidak sekedar mungkin di udara itu?
Hujan hanya turun, tak pernah menyebut siapa namanya,
tak juga basah, angin yang berkelit di antara lebatnya.
Dan kita memilih kata, mengucap dingin yang sama.
Engkau mungkin tak pernah akan sampai padaku,
kita berjalan di antara hujan itu, sesekali berhenti,
dan diselisihkan oleh angin, saat merendahkan topi.