Inilah 37 sajak-sajak pendek yang saya kirim ke Kompas dan akhirnya dimuat enam di antaranya:
1. Penjahit, 1
KITA, kain-kain yang luka, menisik
koyak dengan serat-daging sendiri.
2. Penjahit, 2
KITA, sepasang kain, sehelai-setebah, tak berjarum,
tak bergunting. Kita sepasang penjahit belajar tabah
Menyambung tepimu dan sisiku: sebenang-sebenang.
3. Penjahit, 3
KAMI penjahit telanjang. Tak sehelai pun
nama tersandang. Kalian pengerat benang
bermulut gunting, gantung di genting ranting.
Angin beringin kalian sangka menyikut muka,
menikam kiri siku. Ramailah kalian gunjing, gaduh
gemerincing, nyaring, sumbang lonceng sumbing.
4. Pengemudi
PANJANG jalan ini, jauh mengantar
kami ke sampai yang tak Sampai
Yang duduk di sebelah kemudi, Kau,
bersiullah bila sepi mulai jadi Sepi.
5. Pemarut
SEBAB kami yang jerap mesti disantankan
agar kembali ada, apa yang dirampas ampas
Sebab kami yang lama-padat mesti dibutirkan
seperti mendung Kau-parut jadi serbuk hujan.
6. Penoreh
HARI tumbuh: tegak batang getah,
kami para penoreh menadah wadah
O, kenapa yang tertampung darah?
7. Pemetik, 1
Lebat putik hujan berjatuhan
O, sepucuk dikau dipetik awan
8. Pemetik, 2
KALAU sudah teramat rimbun waktu
aku duga itu dari serbuk airmatamu
menempias sejuk ke hutan usiranku
Bagaimana bisa aku memetik bibirmu
dengan gemetar tak sabar di bibirku?
9. Penggali, 1
KAMPUNG kami tak berhenti menangis,
mengair-matai mata sumur-sumur kami
Kami penggali liang: yang lahad, yang hayat,
makin dalam: menemukan hujan yang hakikat.
10. Penggali, 2
SIAPA menggali lubang liar di punggungnya?
Makin runcing, ujung tanduk Waktu, kami
semakin ragu seberapa lama ia tetap jinak
11. Penggali, 3
SUDAH dalam? Kami terjebak di kedangkalan
Sudah malam? Kami tertidur di timbunan-impian
12. Pendayung, 1
LAUTKU mendayungkan perahumu, berlabuhlah
Anginku menujukan ke pelabuhanku, berlayarlah
Malamku memperada kerlip bintangmu, berianglah!
13. Pendayung, 2
AKU pendayung perahu-Mu sungai ke sungai,
masih jauh mata muara: labirin hilir dan hulu
Aku pendayung perahu-Mu pelantar ke pelantar
tak jua terikat tambat: kusut pasang dan surut
14. Pendayung, 3
KAPANKAH, O, kita akhirnya sampai jua
di perahu besar itu, wahai Pendayung?
Danau yang tidur, bermimpi panjang
tentang sepasang penumpang hilang
15. Pendayung, 4
DI pantai, dayung dan perahu
bertukar kata tentang laut yang
mereka dengar seperti selalu
bertanya tentang sesuatu yang
sejak lama ingin ia ketahui.
"Tapi Pendayung itu, kenapa dia
tak pernah mau menjawabnya, ya?
16. Penadah, 1
DI lapak-lapak judi
pasar besar barang bekas ini
waktu dihargai
murah sekali
Para pencuri
datang dengan jam mati.
"Sibuk sekali, Tuan. Sibuk sekali,
tak ada lagi waktu yang bisa kami curi."
17. Penadah, 2
BERAPA kau hargai, Kitab Suci ini?
Di rumah ibadah dan lengah jemaah, ini kucuri.
Tunggu, Tuan. Apakah Tuhan tahu tadi?
Siapa yang seperti mengikuti engkau datang kemari?
18. Penadah, 3
"AKULAH juga pencuri, apa yang kutadah ini," kata penyair itu,
di kepalanya - keranjang besar itu - menumpuk-membusuk kata.
Ia membayangkan lembut rambut akar, dan wangi sari mawar.
19. Penadah, 4
IA temukan hujan di musim tak berjadwal: sebuah pasar gelap.
"Kemarau mencuriku, dan menjual pada si penadah ini," kata
si hujan yang basah dan menggigil itu. Aku tak tahu siapa
yang ia maksudkan, dan berapa harga harus kutebuskan.
20. Pelacak, 1
KAMI, para pelacak, cermat menebak Jejak. Kami,
berdahuluan, siapa lebih cepat menemukan Dikau.
21. Pelacak, 2
KAMI akan saling kehilangan. Setelah sebuah Pertemuan.
Sembunyilah. Semakin letih mencari, kita semakin Kami.
22. Penjerat
DIA menunggu kami terjebak di lengah sendiri,
menyentak, leher mati, sebelum jerat terinjak!
23. Pemburu, 1
AKU pemburu tak berpeluru
di padangmu kau ingin aku
melumpuhkanmu. "Lepaskan,
arahkan apa saja ke tubuhku,"
katamu. Tapi, kau unggas liar,
tak pernah kukenal jeritanmu.
Dan aku pemburu tak berpeluru,
di padangmu kukira akan ada
yang salah membidikkan mata
bilah panah ke dada kiriku.
24. Pemburu, 2
TAK ada bangkai hewan terkapar, kita bergaya,
tak ada senapan dengan sisa asap di mulutnya
Peluru menyesali, ia bikin kosong selongsong
Kita makin hilang, terbuang, padang ke padang
membawa kerangka, sangga bagi tubuh berluka
25. Pemburu, 3
KITA memunguti peluru, melacak jejak sepatu si pemburu
Darah yang menanda arah, darah kita: hewan luka parah
26. Pemburu, 4
SEPERTI ada sebuah peluru, selalu dia mengikutiku.
27. Pemburu, 5
"AKU bukan pemburu," kata si pemburu itu,
dan kita memberinya peluru, lalu ia tembaki
kita, dan di unggun bangkai kita ia berdiri,
hanya untuk meneriaki kita, "Awas, pemburu!"
sambil menunjuk ke sesuatu di kejauhan itu.
28. Pemburu, 6
DENGING panjang telepon. Dan nyaring. Ia abaikan. Tak ada lagi halo.
Ia baru saja pulang berburu. Puas menembakkan peluru ke tubuh sendiri.
29. Perayu
"AKU perayu perahu," kata si gelombang,
bertepuk lepas, angin yang agak malas...
Kita nelayan bimbang, lupa, laut tak lagi
menimang, menepuk lambung lambang...
30. Penjilat
SEPASANG lidah berjuluran di belah-sebelah mata kita!
Mulut kita buta, tersumpal biji-biji mata: termuntah tak,
tertelan pun tak. Berbuah buih di keduanya: mulut+mata!
31. Penjudi
KITA: lembar kartu tak lengkap, dadu tak bermata.
Tak ada lagi pertaruhan. Terlalu besar itu Tangan__
membagi-bagi kita, melempar kita ke nisab nasib.
32. Penyamar
SETELAH jantung dan tubuhmu, Ia ciptakan wajah.
Dua mata yang ingin menangkap dunia, hidung yang
kelak lupa - tak bisa menyimpan aroma surga - dan
mulut yang menyempurnakan penyamaran.
"Jadi?" Ia bertanya. "...maka, jadilah," kata-Nya.
Setelah mengatasi satu-satunya ragu. Ragu-Nya sendiri.
33. Penembang
: iie'
DIKAU sempurna surai suara,
aku cuma bebal tangkup telinga
Sepasang telinga yang membuta
tapi kunikmatkan jua terang cahaya
diterkam tikam, lagumu: seligi tajam
34. Penangis
BANYAK sekali matahari, pada satu hari,
pada satu mata ini. Bahkan, memandang
diriku sendiri pun, tak aku bisa, tak aku
kuasa. Hari menyala, berapi pada mata.
Hari mengering, mengerang mati airmata!
35. Pelupa
TIDUR lama, dan lupa, membebaskan kita dari maut dan tua.
Tapi, kita terkurung sawang, menebal di pintu guha. Tak
terbaca tanda waktu, di tulang anjing dan kerangka kuda.
36. Pencatat
KITA selalu kekurangan huruf. Kata-kata menagih makna ke kita.
Kota mengejar kita. Kota diperdaya huruf yang lari dari kata kita.
37. Pengasah
"INI pisaumu," kata-Mu, menyerahkan sebilah waktu.
Sejak itu, aku mengasahnya di batu leherku, "Tajamkah
sudah?" tanya jantungku, seperti risau, bagai menunggu.