Oleh Hasan Aspahani
6. Bertemu Nirwan yang Lelah di Blog Ook
SIAPA dulu yang suka merendahkan sastra di internet sekarang mesti mengakui bahwa cemoohnya salah. Cobalah Anda sekarang berkunjung ke blog penyair Ook Nugroho. Klik arsip bulan April. Ada serial tulisan yang secara bersambung memuat wawancara si penyair dengan Nirwan Dewanto tentang buku Jantung Lebah Ratu. Saya tidak bisa membayangkan wawancara itu terbit di surat-kabar atau majalah sastra selekas dan sepanjang itu.
Wawancara diselenggarakan lewat e-mail. Saya kira itulah satu-satunya kelemahan wawancara itu: jawaban Nirwan dan pertanyaan Ook jadi satu arah. Ook tidak bisa mengejar bila ada jawaban Nirwan yang harus ia kejar. Lepas dari kelemahan itu saya ingin bilang itu adalah sebuah wawancara yang amat baik. Setaraflah mungkin ia dengan wawancara dengan para sastrawan dunia di jurnal Paris Review. Wawancara sebelum buku Jantung Lebah Ratu terbit, buat saya sangat bermanfaat sebagai persiapan sebelum membaca sajak-sajak dalam buku itu.
Kata Nirwan dalam wawancara itu, "Sesungguhnya saya lelah berkomentar terhadap situasi kesastraan kita. Saya harus membuat pernyatan dalam bentuk lain. Pernyataan yang paling konkret. Yaitu, Jantung Lebah Ratu.
Nah, menarik, bukan? Himpunan puisi Nirwan yang sedang kita bicarakan ini ternyata juga dimaksudkan sebagai pelengkap, atau bentuk lain dari pernyataannya, dengan kata lain kritik-kritiknya atas perpuisian kita. Nirwan kali ini mengkritik dengan puisinya, kritik yang lebih konkret. Apakah dengan demikian, dengan puisi-puisinya Nirwan ingin bicara, "wahai, beginilah puisi kita seharusnya"?
Saya kira agar tidak sia-sia, pernyataan konkret itu perlu kita sambut dengan gegap gempita, agar Nirwan tidak tambah lelah. Saya menyambutnya denga dengan serangkaian tulisan ini, tetapi saya mesti tambahkan bahwa tulisan ini mungkin paling pas dianggap seperti tindakan seorang bocah keponakan yang memijat kaki dan pundak pamannya yang kelelahan. Tentu hanya tukang pijat sejati yang tahu dan bagaimana mengembalikan urat si paman yang terbelit, tulang yang nyeri, dan otot yang kejang-kejang.
Dalam wawancara itu Nirwan bicara banyak. Tetapi ternyata baginya itu tidak banyak. "Rangkaian jawaban saya terhadap sejumlah pertanyaan Anda sekarang barulah sebagian kecil dari apa yang bisa saya utarakan tentang puisi saya dan perpuisian pada umumnya," katanya.
Nirwan ingin segera punya blog atau situsweb- ini perlu juga diikuti oleh para pencomooh sastra internet - agar bisa menuliskan hal-hal yang "tidaklah mungkin dimuat di media massa atau jurnal sastra manapun". Itu tentu saja bagus, dan perlu kita persiapkan sambutan yang lebih gegap gempita, sambil kita abaikan kecemasannya, ketika dia bilang, "jangan-jangan kalau saya bicara lebih banyak, orang akan membaca puisi saya melalui pernyataan saya atau biografi saya".(bersambung)