Oleh Hasan Aspahani
9. Nirwan, di bawah Kibaran GM
DENGAN amat yakin, Nirwan pernah memetakan kepenyairan Indonesia. Dia letakkan seorang penyair senior pada satu tempat, dan kemudian di sekitarnya ia tebarkan nama-nama penyair yang datang lebih kemudian. Si A hanya menjenuhkan si senior itu, si B menyederhanakannya. Si C bahkan amat bergantung sampai ke sajak-sajak terjemahan si senior itu.
Saya selalu mengingat peta Nirwan itu. Saya sempat bertanya kepada beberapa nama yang ia terakan pada peta itu. Dan ketika membaca sajak-sajaknya dalam buku Jantung Lebah Ratu, kenapa saya jadi teringat peta itu? Tapi kali ini dengan penyair senior lain sebagai patokan dan Nirwan sebagai bayang-bayangnya. Sajak-sajak Nirwan saya rasakan berada dalam wilayah bayang-bayang Goenawan Mohamad.
1. Nirwan gemar menyebut nama-nama kota dari berbagai belahan dunia dengan tujuan dan gaya mencomot yang nyaris sama. Semacam alusi itukah?
2. Nirwan suka menyandarkan bangunan cerita sajaknya pada cerita-cerita lama dengan modus yang juga seperti Goenawan.
3. Pada beberapa sajak, dia juga tidak konsisten menjaga ejaan "gerimis" atau "grimis" sama seperti Goenawan.
4. Dan kenapa sajak Nirwan "Selendang Sutra" itu mengingatkanku pada "Gerbong-Gerbong Senja" Goenawan? Apakah karena suasana stasiun dan nama Yogya disebut-sebut?
5. Keasyikan Nirwan menata rima dalam kwatrin-kwatrinya, kenapa pula membawa saya pada suasana kwatrin-kwatrin Goenawan?
6. Dan sajak "Gerabah" dengan bait "..penjaga pintu gerbang / yang akan menjadi wujudnya / supaya tampak baka", ah, kenapa tak bisa saya lepaskan dari bait terkenal itu "...sesuatu yang kelak retak / dan kita membikinnya abadi. Nirwan di mata saya seperti hanya mencari cara lain untuk mengucapkan hal yang sama.
7. Lalu kenapa "pelepah pisah" dalam sajak "Dongeng" Goenawan kutemukan juga di sajak Nirwan (ada "pelepah pisang" di "Burung Hantu")?
8. Juga sebutan pada nama Marti, yang siapa lagi kalau bukan José Julián Martí Pérez (1853–1895) pemimpin gerakan kemerdekaan Spanyol yang dikenal juga sebagai penyair.
9. Dan apa bedanya "setengah-buta" di sajak "Sirkus" GM, dengan "separuh-buta" di sajak "Semu" Nirwan?
10. Kata bentukan "akanan" yang tak bisa tidak mengingatkan pada kejelian Chairil, membentuk kata dengan kekhasannya, tetapi kemudian dipakai oleh GM di salah satu sajaknya, eh juga diberdayakan oleh Nirwan.
11. Ah, saya terlalu cerewet, kalau masih juga menambah panjang daftar ini....
Tentu kata-kata itu bukan milik GM, tapi, maksud saya, tidakkah Nirwan ingin menghindari sekecil apapun kemungkinan, agar dia tidak termakan kritiknya sendiri, tak bisa lepas dari bayang-bayang penyair sebelum dia? Tidakkah dia ingin "membunuh" Goenawan Mohamad dalam sajaknya seperti sarannya agar Sapardi juga "dibunuh" beramai-ramai? (bersambung)