Thursday, May 29, 2008

Ode bagi Kritik II

Sajak Pablo Neruda

Aku menyentuh bukuku
buku yang
padat-penuh,
utuh,
memiuh
seperti kapal putih,
setengah tengadah
seperti segar mawar rekah,
di mataku
ia seperti
sebuah mesin-pintal,
dari tiap lembaran
halaman-halaman
menunas kembang-roti;
Aku terbutakan oleh cahaya mata-sendiri,
Aku tak bisa tak
berpuas sendiri,
kaki-kakiku tak lagi menapak
aku melangkah
di hampar awan,
lalu,
datang kau kerabat kritik,
engkau bawa aku kembali
turun ke bumi,
ada sebuah kata
terpapar ke depanku tiba-tiba
betapa banyak yang tak terampungkan,
sejauh mana aku bisa pergi
dengan kekuatan dan kelembutan,
berlayar dengan lagu perahuku.

Aku kembali menjadi lebih manusia,
tercerahkan,
kuraih apa yang kupunya
dan segala yang juga kau punya,
semua perjalananmu
melintasi bumi,
segalanya di matamu
telah pernah terlihat;
segala tempur-gempur
hari ke hari bertarung hati
terpacak tegak di sisiku,
dan ketika kujunjung serbu
laguku,
kembang-roti itu tercium lebih manis.

Aku lalu berkata, terima kasih
kritik,
pengubah cemerlang dunia,
ilmu pasti sejati,
tanda
kecepatan, pelumas
bagi roda kemanusian abadi,
pedang emas,
batu pijak
dari struktur.
Kritik, kau bukan pembawa
surat tebal, keculasan
menetes
dari iri-cemburu,
tikaman sabit besar,
atau ambiguitas,
cacing meliuk-melingkar
pada pahit biji kopi,
kau juga bukan bagian dari rencana
penelan pedang tua dan kaum kerabatnya
bukan pula ekor
yang culas
ular naga feodal
mencambukkan dua cabangnya yang elok.

Kritik, engkau
adalah ulur tangan
pertolongan,
gelembung di permukaan, noktah di baja,
denyut yang amat kukenal

Dengan hidup yang sekali hanya
aku tak akan cukup dapat pelajaran.

Dengan terang dari hidup orang lain
banyak kehidupan terhidupkan pada laguku.









Kembang-Roti (Valaris solanaceae)