Tuesday, May 20, 2008

Dengar Negeri Ini Menangis

KAU dengar negeri ini menangis? Bisakah negeri ini menangis?

ENGKAU kenang lelaki tua, perahu kayu, dan rawa berhantu.
Ia dayung harapan, ia tiangkan tambatan, dengan tangannya
ia halau kawanan babi hutan. Ia atur pasang surut lautan.

Ia biarkan garam gambut terbasuh bermusim-musim hujan.
Ia menugal paung padi, ia ketam berkindai panen, ia bayar
zakat pertanian untuk keluarga fakir daif anak-anak yatim.

KAU dengar negeri ini menangis? Bisakah negeri ini menangis?

ENGKAU kenang pemuda tak sempat ke SMA. Ia jahit jaring,
perahu sepanjang hunjur kaki, berbaling-baling setapak tangan.
Ia berkawan lautan. Ia tangkap ikan pemberian Tuhan. Bila
hanya seekor ia ucap syukur. Bila sekeranjang ia telah
mencadang, sekian lembar uang, untuk menyumbang, rumah
ibadah di kampung masih kurang beberapa tiang.

KAU dengar negeri ini menangis? Bisakah negeri ini menangis?

ENGKAU kenang guru kelas satu yang tak punya ikat pinggang.
Celana dari kain jatah pembagian Departeman Pendidikan. Gaji
yang dipotong bertahun-tahun untuk berbagai nama Yayasan.
Sisa kapur tulis di sela kuku kanan dan rambut berubah beruban.
Dan golongan kepegawaian rendah terhalang ijazah yang pas-pasan.
Tapi ia menolak petugas zakat yang mengantar beras di pagi hari
lebaran. Ia tunjuk rumah muridnya, beribu perempuan tua yang
berjualan di sela jam pelajaran, yang tak bersepatu di kelas
dan halaman, saat upacara pun ketika bermain kasti atau senam
kesegaran jasmani.

KAU dengar negeri ini menangis? Bisakah negeri ini menangis?

ENGKAU kenang seorang mahasiswa, berbekal rapot cemerlang SMA,
menembus seleksi perguruan tinggi, dan hanya mencium tangan
ayah-ibunya ketika berangkat sendiri meninggalkan kampungnya,
dia tak ikut demonstrasi saat teman-temannya menolak kenaikan
harga minyak, dia pinjam diktat karena tak ada uang untuk beli
atau untuk memfotokopi, dia makan di kedai murah dengan nasi
lima suap, kuah santan sekedar membasah di lidah, berlauk
sepenggal tempe, dia berhemat uang beasiswa, ia tinggal murah
di asrama, mengaji kitab dan menulis puisi dan mengelola majalah
kampus agar tak harus kursus untuk bisa memakai komputer. Dan
bekerja lepas di semester akhir, agar bisa membantu temannya
yang nyaris drop-out karena menunggak uang kuliah tahun kelima.

KAU dengar negeri ini menangis? Bisakah negeri ini menangis?