YA, kenapa menulis puisi? Kesadaran penting yang harus hadir di kepala dan hati seseorang sebelum ia menulis puisi adalah bahwa menulis puisi itu adalah ihwal mengucap. Sebelum mengucap maka seseorang tentu harus tahu benar apa yang hendak ia ucapkan dan bagaimana dia mengucapkannya.
Ketika seseorang sakit kepala misalnya dia mungkin akan mengucapkan di dalam hatinya, "aduh kumat lagi." Kepada istri atau suaminya dia akan mengucapkan, "jangan ganggu saya dulu ya, saya lagi sakit kepala." Atau, "ada obat sakit kepala, gak ya?" Dan bermacam kemungkinan pengucapan lain. Atau dia diam saja sampai ditanyai dan jawabannya pun bisa bermacam-macam, termasuk berbohong karena ia tak mau sakit kepalanya itu diketahui.
Begitulah puisi. Sebelum mengucapkan eh menulis puisi seseorang harus tahu benar apa yang hendak ia tulis. Pertanyaannya kemudian, kenapa ia harus menuliskan itu ke dalam puisi? Bukankah banyak pilihan lain untuk mengucapkannya? Atau bahkan dia punya pilihan untuk tidak mengucapkannya alias tidak menuliskannya ke dalam puisi?
Jadi, kenapa harus menuliskannya ke dalam puisi? Jawabannya bisa macam-macam. Bila tetap saja pilihannya adalah diucapkan lewat puisi, maka pertanyaan berikutnya adalah bagaimana menuliskan atau mengucapkan dengan puisi?
Puisi. Ya. Ada aturan-aturan di wilayah itu yang harus diketahui agar pilihan pengucapan lewat puisi tidak sia-sia. Repot? Memang, tapi ingat, kalau tidak mau repot, toh tadi sudah diingatkan, ada pilihan lain selain puisi yang mungkin tidak merepotkan.[]