BAHASA adalah sistem yang memadukan dunia bunyi dan dunia makna. Satuan terkecil dari bahasa yang mempunyai makna adalah kata. Apa jadinya kalau ada penyair yang ingin membebaskan kata dari belenggu makna? Untuk kepentingan puisi, untuk membuka pintu-pintu baru kreativitas, untuk mendobrak kebekuan perkembangan persajakan, dan kekakuan bahasa tentu niat itu tidak pernah sia-sia. Bukankah puisi itu memang permainan makna?
Membebaskan kata dari makna, saya tafsirkan bukan membuat kata tidak bermakna. Tetapi dia menjadi bebas menangkap dan melepas makna-makna yang dimungkinkan dalam sajak yang tidak membelenggu dia. Pemainan sajak menjadi menarik dan asyik karena memang dalam sajak penyair dimungkinkan untuk menunda, membelokkan, melambungkan, menyimpan, memperkaya, atau malah menonsenskan makna kata.
Ahli sastra menyebut ketidaklangsungan makna dalam sajak - saya menyebut ini juga jurus membebaskan kata dari makna - dilakukan oleh penyair lewat tiga jurus: 1. Displacing - pemindahan tempat makna, pada tempat yang baru, 2. Distorting - penyimpangan atau pelepasan makna, dan 3. Creating - penciptaan makna baru. Ketiga jurus itu bisa dikerahkan satu per satu atau serentak ketiga-tiganya.