1. Tahap Tahu Puisi. Ini tahap awam. Sebagian besar orang berada pada tahap ini. Sebagian besar orang pernah membaca satu dua bait atau satu dua puisi. Paling tidak orang bertemu puisi dalam pelajaran bahasa dan sastra di sekolah. Orang yang tahu puisi, bukan orang yang peduli pada puisi. Ia bisa hidup nyaman-nyaman saja tanpa puisi. Dia dan puisi adalah dua orang tak saling kenal yang kalau bertemu tak perlu harus menggelar perbincangan, bahkan mungkin tak perlu bersapaan.
2. Tahap Kenal Puisi. Orang yang kenal puisi mulai sering membaca - bukan meresitalkan - puisi, meskipun tidak rutin. Dia ingat beberapa nama penyair dan puisinya. Dia suka menuliskan puisi sendiri, untuk diri sendiri, atau untuk orang-orang terdekatnya saja. Puisi baginya seperti ibadah sunat, dikerjakan dapat nikmat, tidak dikerjakan tidak berkurang nikmatnya. Dia dan puisi seperti kawan yang saling sapa dan menjabat tangan kalau bertemu. Saling bertanya kabar, meskipun kadang hanya tanya berbasa-basi.
3. Tahap Perlu Puisi. Pada tahap ini seseorang mulai menganggap puisi sebagai kebutuhan. Dia rutin menulis dan membaca puisi. Dia mengoleksi buku puisi. Dia ingin tahu lebih banyak tentang hakikat puisi. Dia mulai bisa merasakan mana puisi bagus, dan mana puisi buruk, dan bisa menunujukkan keunggulan dan kelemahan puisi itu. Dia menulis puisi dan mulai peduli apa pendapat orang tentang puisinya. Dia menikmati penulisan puisi itu. Dia butuh menulis puisi. Puisi ibarat orang yang dia taksir dan ingin dia pacari. Dia belum menyatakan cintanya, tapi dia ingin tahu banyak dan seperti terseret untuk lebih dekat, lebih banyak kenal.
4. Tahap Mahir Puisi. Pada tahap ini, orang sudah percaya diri menunjukkan puisinya pada orang lain. Puisinya tersiar di beberapa terbitan. Puisinya tergabung pada beberapa antologi. Dia telah menerbitkan puisi. Dia suka memperhatikan puisi-puisi orang lain, untuk menambah akemahirannya berpuisi. Dia suka meresitalkan puisinya atau puisi orang lain. Dia mulai tahu bagaimana puisi yang baik dan terus menerus ingin memperbaiki puisinya. Secara teknis dia tak bermasalah lagi dengan puisi. Dia telah membuka diri bahwa dia telah menjalin hubungan khusus dengan puisi. Dia telah memacari puisi.
5. Tahap Cinta Puisi. Dia telah menemukan dirinya dalam puisi. Dia mencintai puisi seperti mencintai dirinya. Dia menghargai dirinya dengan lebih baik, sebaik dia menghargai puisinya dan puisi lain yang ditulis orang lain. Dia menulis puisi untuk meyakinkan bahwa dirinya berharga untuk terus ada. Dia ingin orang lain membaca puisinya seperti orang membaca dirinya. Dia bisa membuat orang menghargai puisinya seperti menghargai dirinya. Dia membaca puisi orang lain dan dengan nyaman juga seperti bertemu bagian-bagian dari dirinya ada dalam puisi itu. Dia seperti telah menikahi puisi. Dia berumah tangga dan membangun kehidupan yang berbahagia dengan puisi.
6. Tahap Arif Puisi. Ini tahap tertinggi. Orang yang sudah mencapai kearifan berpuisi. Dia tak ada beban lagi harus menulis puisi atau tidak, tapi dia terus saja menulis puisi sebagai laku hidup, seperti bernapas. Puisi itu penting buatnya tapi dia melakukannya tanpa beban apa-apa. Dia tak ingin mencapai apa-apa lagi lewat puisi karena dia telah mencapai Puisi. Dia seperti telah memahami hakikat yang Mahapuisi. Menyebut namanya, orang langsung mengingat puisi-puisinya. Dia sendiri telah menjelma menjadi semacam puisi juga. Menyebut puisi, orang bahkan dengan mudah jadi teringat pada dia juga.