Oleh Hasan Aspahani
SIAPAKAH Paman paling terkenal di dunia? Dia adalah Donald Fauntleroy! Kenal? Baiklah, nama bekennya Donal Duck alias Donal Bebek!
Ia punya tiga keponakan kembar identik yaitu Huebert, Deuteronomy dan Louis. Nama yang rumit? Baiklah, panggilan untuk tiga keponakan itu adalah Huey, Dewey, dan Louie. Masih susah? Baiklah, di komik kita panggilannya lebih sederhana Kwak, Kwik dan Kwek. Donal punya tiga keponakan lagi sebenarnya, para sepupu si tiga kembar identik ini yaitu: April, May dan June!
Tiga keponakan yang nakalnya minta ampun, plus paman yang gampang marah, ini adalah kombinasi ajaib untuk sebuah kartun. Itu yang turut membantu Donal menjadi bintang di antara para tokoh kartun. Kemasyhuranya hanya kalah satu peringkat dari rekan satu studionya Miki Tikus.
Tiga keponakan bengal itu muncul pertama kali bersama Donal hanya untuk sementara. Bocah-bocah itu dititipkan satu hari saja sementara si ayah dirawat di rumah sakit akibat luka bakar kena ledakan mercon. Mercon itu diletakkan di kursi dan diledakkan oleh anak-anaknya sendiri. Donal tak bisa menolak - ini mungkin semacam kutukan jadi paman.
Donal juga seorang keponakan. Ia punya dua paman Ludwig von Drake dan Scrooge McDuck. Ia sering kali dimanfaatkan oleh pamannya si kaya yang pelit: Scrooge McDuck alias Paman Gober itu. Donal tak bisa menolak - ini mungkin semacam kutukan jadi keponakan - meskipun setiap kali menerima pekerjaan dari si paman ia menggerutu dan tahu bakal dapat upah yang tak setimpal dan hanya menambah kekayaan si paman.
Hubungan paman-keponakan atau keponakan-paman, memang menarik diutak-atik. Saya tak bisa bayangkan kalau Disney menjadikan Kwak, Kwik, Kwek sebagai anak-anak kandung Donal. Mungkin akan lahir anak-anak pembaca Disney yang amat kurangajar pada orang tua dan tak lagi peduli atau takut jadi kualat. Sampai kapanpun, semodern apa pun tata kehidupan, hubungan ayah-anak tetaplah sakral dan bukan hal untuk dimain-mainkan meskipun hanya dalam dunia kartun dan animasi. Hubungan paman-keponakan lebih cair, lebih longgar, dan lebih aman untuk dijadikan lelucon.
*
SAYA sekarang punya lima keponakan, dan saya ingin menjadi paman hebat yang dibanggakan oleh para keponakan saya itu. Pada dasarnya saya menyukai anak-anak. Saya ingin menyayangi keponakan saya seperti anak saya sendiri. Tapi, bagaimanapun mereka bukan anak saya. Dan itulah enaknya jadi paman, bisa ikut merasa punya anak, tanpa terlalu cemas dengan masa depan dan masa kininya, karena sudah ada orangtuanya yang memikirkan itu, bukan?
Abang saya punya satu anak yang dengan sangat bangga dan akan terus saya kenang bahwa sayalah yang memberi nama keponakan saya itu. Adik saya punya satu anak, baru saja lahir, dan saya belum sempat menjenguknya: kecuali lewat foto yang dipajang oleh ibunya di jejaring sosial.
Saya berpeluang dapat keponakan lagi dari dari adik perempuan bungsu kami yang belum menikah. Adik istri saya punya tiga anak. Tiga keponakan ini akrab sekali dengan anak-anak saya. Hubungan persepupuan mendekatkan mereka: sosok kakek dan nenek - mereka memanggil "Atok" dan "nenek" - dengan sangat efektif menyatukan mereka!
Saya juga keponakan yang bahagia, karena punya banyak sekali paman yang menyayangi kami. Bapak saya anak nomor empat, darinya saya punya enam paman dan seorang bibi. Berkunjung ke rumah paman, bertemu dengan para sepupu adalah saat-saat yang menyenangkan saya: ada semacam rasa aman karena sadar bahwa ada pertalian darah yang mengikat kami.
Dari ibu saya hanya punya satu paman kandung. Paman saya ini meninggal akhir pekan lalu. Ia meninggalkan bibi yang amat sabar dan empat anak, para sepupu yang sedikit saya sesali - karena jarak usia, waktu dan tempat - tak terlalu akrab dengan mereka.
Paman saya menikah tiga kali. Dari dua istri pertamanya dia tidak punya anak. Perceraiannya dengan istri keduanya sempat menjadi semacam prahara keluarga: rumit, ribut dan bertele-tele. Saya terlalu kecil saat itu untuk mengerti urusan orang dewasa semacam itu. Satu hal yang saya bisa mengerti cuma satu: Paman ingin punya anak. Untuk itu, syarat perceraian yang diajukan istri keduanya ia terima saja, ia harus berhenti dari pekerjaan yang nyaman di perusahaan minyak besar tempat ia bekerja. Kabarnya pekerjaan itu diperoleh berkat bantuan si istri keduanya.
Paman dan bibi - yang ia ceraikan itu - sangat menyayangi kami, para keponakannya. Tiap hari lebaran kami diberi baju baru dan uang jajan yang lumayan banyak. Ini luar biasa membahagiakan dan bikin iri anak-anak kampung lain. Kami sering diajak jalan-jalan naik Vespa, dan sesekali nonton bioskop. Ini pengalaman tak terlupakan. Tapi, itulah, bagi paman kami tetaplah keponakan dan bukan anak kandung.
Dengan perempuan ketiga yang ia peristri paman harus mulai dari nol lagi. Bibi berjualan kue, dan sayalah yang membantunya mengantarkan ke warung-warung tanpa upah, kecuali sepotong dua potong kue untuk sarapan. Ibuku harus mengalah. Tadinya ibuku juga bikin kue - saya juga yang mengantarnya ke warung - dan demi paman ia berhenti sementara.
Paman lalu ikut membuka kampung baru. Ia bertanam kelapa dan gagal. Tapi kemudian lahan kebunnya ternyata bagus sekali diusahakan menjadi tambak ikan bandeng dan udang. Saya sempat sekali ikut memanen tambaknya. Dengan tambak itu, ia tak cemas lagi dengan masa depan anak-anaknya, dan paman punya anak banyak seakan hendak membalas dendam karena lama tak punya keturunan.
Sebelum Paman meninggal, bibi menelepon saya, mengabarkan dia sudah lama sakit, minta maaf kalau ada salah, dan itu seperti menjawab firasat, kelopak atas mata kiri saya beberapa hari terus bergetar.
Petang itu, kata Bibi, Paman minta dimandikan, dibersihkan kupingnya, disisiri rambutnya lalu tidur tenang sekali. Dalam tidur itulah Paman mengehambuskan nafas terakhir. Saya kira dia bahagia karena dia meninggal di rumah salah seorang anaknya: anak ketiganya, anak perempuan yang sudah pula memberi paman seorang cucu.
*
Saya mengenang Paman saya almarhum dengan sedikit sifat-sifat mirip Donal. Mereka berdua sama-sama tempramental. Suka meledak-ledak. Ini kenangan buruk: saya tak bisa lupa, saat Paman bertengkar hebat dengan bibi isti keduanya, di saat-saat mereka ingin bercerai. Waktu itu, saya tak bisa mengerti apa-apa.
Paman memang suka bicara dengan nada tinggi, meskipun sebenarnya dia tak sedang marah. Ia suka tertawa terbahak-bahak, ah, ini juga betapa miripnya dengan Donal, bukan?
Donal yang tempramental itu sesungguhnya adalah orang yang bahagia. Ia tak terlalu peduli pada kerumitan hidup dan tak punya masalah apapun dengan siapapun di dunia. Ia selalu muncul dengan senyum lebar, sampai ada masalah menimpa dan merusak hari-harinya. Donal tahu tempramen yang buruk itu tak baik. Dalam beberapa cerita, Donal pernah berusaha mengendalikan emosi, dia berhasil, tapi tersebab satu dan banyak hal emosinya kembali tak terkendali. Bagaimana pun Donal tak pernah menyakiti orang lain, dan dia gampang minta maaf.
Saya tak tahu apakah ayah Donal, Quackmore Duck dan ibunya Hortense McDuck pernah meminta Donal untuk lekas menikah, dan memberinya cucu. Sampai hari ini, sejak kemunculannya pertama kali, secara resmi 9 Juni 1934, Donal belum menikah. Tapi, bagaimanapun, saya kira Paman Fauntleroy kita ini adalah bebek yang berbagahagia. Paling tidak, dia sudah menghibur dan membahagiakan kita.[]